Pengamat: Penyidikan Kasus Kematian Brigadir RA Belum Tuntas, Motifnya Apa?

Penyidik Polres Jaksel dinilai hanya mengungkap penyebab, bukan motif.

Republika/Ali Mansur
Rekaman kamera pengawas atau CCTV detik-detik anggota Satlantas Polresta Manado Brigadir RAT melakukan aksi bunuh diri di dalam mobil Aphard di Jalan Mampang Prapatan IV, RT 2/RW 5 No.20, Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut penyidikan kasus kematian Brigadir RA, anggota Kepolisian Resor Kota Manado, Sulawesi Utara, yang meninggal dunia dengan luka tembak di dalam mobil masih belum tuntas.

Menurut ia, penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan hanya mengungkap penyebab kematian, tetapi belum menyentuh permasalahan substansi penyebab Brigadir RA mengakhiri hidupnya dengan cara tidak wajar.

Baca Juga



"Membiarkan kasus tersebut berhenti tidak sampai pada penyebab kematian saja tanpa ada pertanggungjawaban atasan atau institusi, hanya sekadar obat pereda nyeri tanpa menyelesaikan substansi masalah yang mendalam," kata Bambang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Bambang pernah menyebut pentingnya mengungkap motif kematian tidak wajar anggota polisi sebagai bahan evaluasi tentang pembinaan mental personel Polri karena kasus kematian tidak wajar personel Polri bukan kali pertama terjadi.

Sementara itu, Polres Metro Jakarta Selatan resmi menghentikan penyidikan kasus kematian Brigadir RA karena semua telah terbukti bahwa yang bersangkutan meninggal karena bunuh diri. Hal itu berdasarkan bukti yang ada dengan kolaborasi dari kedokteran forensik, Puslabfor, dan siber.

Menurut Bambang, penghentian penyidikan kasus kematian Brigadir RA itu belum menjawab motif di balik penyebab kematian tidak wajar anggota Polresta Manado itu.

"(Motif) belum terjawab sama sekali karena hal itu bisa membuka kotak pandora problematika yang lebih substansial di tubuh Polri," ujarnya.

Salah satu permasalahan yang dimaksud adalah personel Polri bisa "disewa" perorangan atau swasta. Padahal negara mengamanatkan kepolisian adalah pelayan masyarakat, bukan pelayan pribadi atau private (swasta).

Seperti yang terjadi pada Brigadir RA, yang menurut informasi dari Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, sudah menjadi ajudan pengusaha di Jakarta sejak tahun 2021.

Bambang menambahkan banyak anggota kepolisian yang bekerja di luar tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dengan menjadi pengawal pribadi. Selain karena permintaan perorangan atau swasta, ada tambahan penghasilan bagi personel tersebut. "Karena sudah meninggalkan dinas dan mendapat tambahan penghasilan, tentu izin diberikan atasan tidak gratis," ujarnya.

Ia melanjutkan praktik seperti ini jamak terjadi dan sudah menjadi kewajaran di kepolisian karena tidak adanya aturan yang ketat dan semua pihak diuntungkan. Di sisi lain, masyarakat yang memberikan anggaran kepolisian dirugikan karena negara mengamanatkan kepolisian adalah pelayan masyarakat, bukan pelayan pribadi atau swasta.

Bambang menyebut kasus Brigadir RA bekerja sebagai ajudan pengusaha sejak tahun 2021 tanpa izin menunjukkan bobroknya atasannya maupun organisasi dalam melakukan pengawasan melekat kepada jajarannya.

Terlebih dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 yang mengatur bahwa anggota Polri yang meninggalkan tugas selama 30 hari berturut-turut sudah layak diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (pecat).

Di sisi lain, dia juga menyoroti adanya pembiaran terhadap Brigadir RA yang menjadi pengawal pribadi dengan membawa senjata api yang merupakan fasilitas negara pada Polri. "Apakah hal tersebut tidak diketahui oleh atasannya? Kalau atasannya tidak tahu, seharusnyalah atasan langsung maupun dua tingkat ke atas maupun bagian personalia (SDM) yang diperiksa untuk diberi sanksi sesuai Perpol Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat. Artinya, sebagai atasan mereka lalai dan membiarkan personel di luar tanpa pengawasannya," kata Bambang menegaskan.

Bambang mengatakan jika Polri ingin membangun institusi yang benar-benar profesional, semua harus dibuka dengan transparan untuk dievaluasi. Selain persoalan administrasi personel yang tidak benar, pengawasan atasan yang tidak berjalan dan juga lemahnya pembinaan mental harus diperbaiki kalau tidak ingin menjadi masalah menahun yang berulang. "Semua pihak di internal Polri yang terkait juga harus dimintai pertanggungjawaban. Pembiaran tanpa pertanggungjawaban hanya akan melemahkan disiplin dan muruah Polri," kata Bambang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler