Bagaimana Dampak Terkini Boikot Terkait Israel pada Merek Global?

CFO McDonald's Ian Borden telah mewanti-wanti atas potensi lesunya penjualan.

EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Seorang pengendara sepeda motor melewati restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) yang tutup di Sungai Buloh, pinggiran kota Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (30/4/2024). KFC menutup sementara lebih dari 100 gerainya di Malaysia di tengah aksi boikot terhadap produk yang dinilai mendukung agresi Israel ke Palestina. QSR Brands yang memiliki dan mengoperasikan jaringan makanan cepat saji KFC di Malaysia, menutup sementara 100 dari 770 gerai KFC. Penutupan gerai KFC itu menurut QSR Brands merupakan respons terhadap kondisi ekonomi yang menantang.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Jaringan merek global mengalami kelesuan penjualan yang menyebabkan terpangkasnya keuntungan hingga penutupan sementara gerai-gerai mereka. Di antara penyebabnya selain kondisi ekonomi juga boikot atas solidaritas konsumen pada Palestina. 

Baca Juga


Konsumen global, terutama di negara-negara Muslim memboikot produk-produk itu karena diyakini punya kaitan atau mendukung Israel dan militer Israel dalam serangan ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 yang hingga kini membua 34 ribu warga sipil meninggal. 

Imbas boikot konsumen di negara-negara Muslim dialami Starbucks, McDonald’s, Kentucky Fried Chicken (KFC), dan merek global lainnya seperti Unilevesr. KFC Malaysia memutuskan untuk sementara waktu menutup gerai-gerai makanan cepat saji mereka.

‘’Imbas perang di Timur Tengah akan menekan semua merek dari AS secara internasional,’’ kata analis dari Northcoast Research, Jim Sanderson.

Laporan Aljazirah, Jumat (3/5/2024) menyebut pemegang franchise KFC Malaysia beralasan penutupan disebabkan kondisi ekonomi yang menantang. Namun, laporan-laporan berita setempat mengaitkan penutupan ini dengan boikot terhadap produk terkait Israel. 

KFC memang termasuk di antara merek-merek di Malaysia, yang lebih dari 60 persen populasinya adalah Muslim, yang menjadi sasaran aksi boikot. 

QSR Brands Holdings Bhd, yang mengoperasikan gerai KFC dan Pizza Hut di Malaysia menyatakan, penutupan sementara di tengah kondisi ekonomi yang menantang bertujuan menekan meningkatnya biaya usaha dan fokus pada wilayah bisnis yang lebih tinggi. 

‘’Berkontribusi positif pada masyarakat Malaysia, menjaga kesetiaan pada mereka KFC, dan melindugi karyawan merupakan prioritas kami,’’kata KFC Malaysia dalam pernyataan yang dikeluarkan mereka, Senin (29/4/2024). 

Karyawan yang terdampak penutupan ini, kata KFC, ditawari kesempatan untuk pindah ke gerai yang lebih ramai. KFC yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun di Malaysia tetap fokus memberikan produk dan layanan berkualitas kepada konsumen. 

Mereka juga menyatakan, selama jalannya bisnis berpuluh-puluh tahun itu telah berkontribusi pada perekonomian mereka dengan mempekerjakan 18 ribu karyawan. Sebanyak 85 persen dari karyawan tersebut adalah Muslim. 

QSR Brands memang tak secara spesifik menjelaskan apa yang dimaksud dengan kondisi ekonomi yang menantang sebagai alasan penutupan itu. 

Media lokal yang mengaitkan penutupan dengan boikot, mengamati Google Map yang menunjukkan puluhan gerai di seluruh negeri terimbas. Aksi boikot di negara-negara Muslim menyebabkan kelesuan bisnis pada perusahaan yang dianggap berhubungan dengan Israel. 

Februari lalu, McDonald’s mengungkapkan kampanye boikot di Timur Tengah, Indonesia, dan Malaysia menyebabkan pada kuartal keempat 2023 pertumbuhan penjualan di sana hanya 0,7 persen. Padahal tahun sebelumnya, pertumbuhan penjualan sampai 16,5 persen. 

Selain itu, Unilever produsen sabun Dove, es krim Ben & Jerry’s, dan Knorr, pada bulan yang sama menyatakan bahwa penjualan di Indonesia turun double digit selama kuartal keempat karena isu geopolitik. 

Penjualan McDonald’s dan Starbucks juga mengalami kelesuan. Starbucks pada Selasa (30/4/2024) memangkas target penjualan tahunannya setelah melaporkan penurunan penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun terakhir. 

Baik Starbucks maupun McDonald's merasakan dampak boikot....

Lesunya penjualan terjadi di pasar terbesar Starbucks yaitu di AS yang turun tiga persen dan Cina 11 persen. Nilai saham mereka turun 12 persen pada perdagangan Selasa. Selain itu, target keuntungan kuartalan di Timur Tengah tak tercapai akibat situasi geopolitik. 

Ini terkait serangan Israel ke Gaza dan boikot konsumen di negara-negara Muslim terhadap jenama Barat termasuk Starbucks dan McDonald’s yang dianggap mempunyai keterkaitan dan memberikan dukungan kepada Israel. 

Baik Starbucks maupun McDonald's merasakan dampak boikot di Timur Tengah dan negara-negara lain terkait serangan militer Israel terhadap Gaza. Padahal Starbucks berharap penjualan tumbuh baik secara global dan AS. Paling tidak sama dengan sebelumnya 4-6 persen. 

CFO Starbucks Rachel Ruggeri menyatakan kuartal kedua nanti akan sangat menantang. ‘’Kondisi menantang selama kuartal lalu mendorong kami untuk mengubah rencana aksi dan respons untuk meningkatkan permintaan,’’ katanya. 

Di AS, Starbucks mengalami perlambatan permintaan akibat cuaca dingin pada Januari dan kondisi makro ekonomi yang bergejolak, berdampak pada penjualan produk kopinya. ‘’Kami melihat penjualan lebih lambat dari yang diharapkan,’’ kata CEO Laxman Narasimhan.

Data perusahaan riset M Science menunjukkan, penjualan month-over-month melambat lebih jauh pada Februari dan belum juga membaik, termasuk pada kuartal saat ini. Margin operasional pada kuartal ini turun 240 basis poin menjadi 12,8 persen. 

Pada saat bersamaan, Starbucks bergelut dengan pasar tenaga kerja yang lebih ketat dan meningkatnya aksi serikat buruh. Di sisi lain, mereka menambah alokasi dana untuk promosi guna meningkatkan penjualan. 

Target keuntungan kuartalan McDonald's juga meleset untuk pertama kalinya dalam dua tahun, seiring pengaruh pengalihan bujet konsumen dan konflik Timur Tengah yang memicu boikot dan berdampak pada penjualan. 

Pada Maret lalu, CFO McDonald's Ian Borden memang telah mewanti-wanti atas potensi lesunya penjualan pada kuartal pertama, terutama karena tekanan penjualan di Timur Tengah akibat konflik di sana serta kondisi ekonomi Cina, pasar terbesar kedua setelah AS. 

Penjualan kuartal pertama di AS 2,5 persen, lebih rendah dari target 2,55 persen, bahkan turun tajam diandingkan tahun lalu yang mencapai 12,6 persen. Penjualan dari franchise internasional turun 0,2 persen. Tahun lalu, menyumbang 10 persen dari total pendapatan. 

‘’Konsumen sangat memilih dalam membelanjakan dolar mereka,’’ ujar CEO McDonald's Chris Kempczinski. Terkait kinerja penjualan dua jenama internasional ini, kuartal lalu Starbucks memangkas prakiraan penjualan tahunan mereka. 

Penyebabnya, tingkat penjualan yang lebih rendah dan kunjungan di gerai-gerai mereka di Timur Tengah tak seramai masa-masa sebelumnya. 

 

 

 

sumber : AP/Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler