Ternyata Robot tidak Bisa Berlari Saingi Hewan Tercepat, Ini Alasannya
Belum ada cara menggabungkan semua elemen berbeda seperti yang terjadi pada evolusi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian baru mengeksplorasi alasan utama mengapa robot tidak bisa berlari lebih cepat dari hewan tercepat. Dengan meninjau dan mengacu pada lebih dari 100 penelitian sebelumnya, serta mengadu robot dengan hewan dalam kategori seperti kekuatan, kerangka, aktuasi, penginderaan, dan kontrol, kesimpulannya cukup mengejutkan.
Dilansir Sciencealert, Selasa (7/5/2024), bukan berarti robot tercanggih tertinggal jauh dalam satu kategori tertentu. Masalahnya adalah kita belum menemukan cara untuk menggabungkan semua elemen yang berbeda ini bersama-sama seperti yang telah terjadi selama jutaan tahun evolusi.
“Pada tingkat sistem, robot tidak sebaik itu,” kata Insinyur Mesin Kaushik Jayaram dari University of Colorado Boulder, Amerika Serikat (AS).
“Kita mengalami pertukaran desain yang melekat. Jika kita mencoba mengoptimalkan satu hal, seperti kecepatan maju, kita mungkin kehilangan hal lain, seperti kemampuan berbelok,” ujarnya.
Sebagai contoh, Jayaram menunjuk pada robot yang terinspirasi dari kecoa yang dia bantu kembangkan pada 2020. Robot ini bergerak maju dan mundur dengan cepat, namun kesulitan ketika tiba waktunya untuk mengubah arah atau bergerak di permukaan yang tidak datar.
Pertukaran-pertukaran ini juga dapat digabungkan menjadi suatu keuntungan, ketika dua proses berinteraksi dengan cara yang tidak terduga sehingga membantu sistem. Meskipun jenis interaksi ini lebih mungkin muncul dalam sistem yang lebih kompleks, namun interaksi ini sulit (jika bukan tidak mungkin) diprediksi.
Para peneliti juga menunjukkan bahwa serangga terkecil sekalipun mengalahkan kebanyakan robot dalam merasakan dunia di sekitar mereka dan menyesuaikan tindakan mereka terhadap dunia tersebut; fleksibilitas dan ketangkasan yang penting jika Anda ingin bergerak dengan cepat dan aman.
Salah satu motivasi pendorong di balik penelitian baru ini adalah bahwa penelitian ini akan menginspirasi para insinyur untuk menciptakan robot yang lebih fleksibel dan gesit, serta lebih mampu menyesuaikan cara mereka bergerak tergantung pada skenario.
Saran dari tim peneliti adalah kita mungkin fokus untuk mencoba menjadi lebih baik dalam membangun ‘subunit fungsional’ di mana berbagai elemen digabungkan seperti halnya dalam sel hewan. Elemen-elemen itu seperti kekuatan, penginderaan, dan gerakan.
Taktik ini akan memberikan lebih banyak peluang untuk mengeksplorasi pertukaran-pertukaran negatif dan sifat-sifat potensial yang muncul. Sampai kita mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai faktor-faktor ini, cheetah dan kecoa masih memiliki keunggulan.
Menurut Jayaram, sebagai seorang insinyur, hal ini agak mengecewakan.
“Selama 200 tahun rekayasa intensif, kami telah mampu mengirim pesawat ruang angkasa ke Bulan dan Mars, serta masih banyak lagi,” ujar dia.
“Tetapi yang membingungkan adalah kita belum memiliki robot-robot yang signifikan lebih baik daripada sistem biologis dalam bergerak di lingkungan-lingkungan alami.”
Penelitian ini telah dipublikasikan di Science Robotics.