Malangnya Warga Rafah, Harus Mengungsi di Tengah Serangan Udara dan Hujan Deras

Lebih dari satu juta yang orang terpaksa meninggalkan rumah.

EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Pengungsi Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, membawa barang-barang mereka setelah perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh tentara Israel, di Rafah, Jalur Gaza selatan, (6/5/2024).
Rep: Lintar Satria Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, RAFAH -- Didera hujan dan ketakutan akan bom Israel, warga sipil Palestina keluar dari tenda-tenda atau rumah di Rafah. Mereka mencari tempat pengungsian ke tempat lain menjelang operasi militer Israel ke kota paling selatan Jalur Gaza itu.

Baca Juga


Sebagian memasukan anak-anak dan barang-barang mereka ke gerobak keledai, beberapa ke mobil, sisanya hanya berjalan kaki. Kasur ditumpuk di atas kap mobil dan memasukan kursi roda di bagasi.

Banyak pengungsi yang sudah pindah lebih dari satu kali selama serangan Israel ke Gaza tujuh bulan terakhir. Sebagian besar kantong pemukiman itu menjadi reruntuhan bangunan yang hancur dibom. "Penjajah Israel memberitahu warga untuk pergi Rafah dan ini tempat yang aman. Hari ini mereka memberitahu kami untuk keluar dari Rafah, kemana orang-orang akan pergi," kata salah satu pengungsi Abu Ahmed, Senin (6/5/2024).

Hal ini ia sampaikan saat berada di samping tenda-tenda pengungsi yang berlumpur karena diguyur hujan semalaman. Israel memerintahkan warga Palestina untuk melakukan evakuasi dari Rafah pada Senin dini hari.

Tampaknya sebagai persiapan serangan untuk menyerang kota perbatasan Gaza-Mesir itu. Israel mengklaim terdapat ribuan pasukan Hamas di Rafah dan kemungkinan lusinan sandera yang ditawan selama serangan mendadak 7 Oktober 2023. 

Lebih dari satu juta yang orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat serangan-serangan Israel mengungsi ke Rafah. Militer Israel memberitahu mereka untuk pindah ke tempat yang disebut "perluasan zona humaniter" sejauh 20 kilometer.

Meski warga masih berkemas dan pindah, suara ledakan serangan udara sudah terdengar di timur Rafah. Asap dan debu memberikan latar belakang menakutan selama evakuasi paksa.

"Kami tidak tidur sejak pukul 2 pagi karena pengeboman itu, dan kami bangun di pagi hari untuk menemukan hujan mengguyur deras, kami tenggelam dalam hujan, pakaian dan barang-barang kami, kami keluar ke jalan," kata salah satu pengungsi Aminah Adwan.

"Kami juga bangun untuk berita yang lebih buruk, seruan untuk meninggalkan Rafah. Genosida terbesar akan terjadi, bencana terbesar akan terjadi di Rafah," tambahnya. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan sudah lebih dari 34 ribu orang tewas akibat serangan Israel ke kantong pemukiman rakyat Palestina itu sejak Oktober lalu. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler