Literasi Jadi Kunci Peningkatan Mutu Pendidikan di Era AI
Tersedianya kurikulum dalam memahami AI, dapat membantu masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenkdikbudristek) mengatakan tingginya literasi siswa dalam memanfaatkan teknologi dan kecerdasan buatan (AI), menjadi kunci peningkatan mutu dan kecakapan di era digital.
“Kemendikbudristek telah merumuskan Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pengembangan regulasi diri pada siswa. Kurikulum ini diharapkan dapat membantu mereka belajar secara mandiri dan beradaptasi dengan situasi yang tidak terstruktur,” kata Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam diskusi daring 'Masa Depan Pendidikan Era Digital, Tingkatkan Literasi dan Manfaatkan Teknologi' di Jakarta, Senin, (6/5/2024).
Anindito menyatakan, tersedianya kurikulum pembelajaran yang menunjang kemampuan sumber daya manusia sejak dari sekolah dalam memahami teknologi dan AI, dapat membantu masyarakat menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.
Terkait hal ini, Kemendikbudristek berupaya mewadahi siswa dengan memasukkan kembali mata pelajaran Informatika ke dalam kurikulum, mulai dari tingkat SMP. Namun, pembelajaran informatika pada Kurikulum Merdeka tidak hanya berbicara bagaimana menggunakan perangkat digital.
Tetapi juga fokus dalam mengembangkan cara berpikir siswa. Program lain yang ditawarkan untuk melengkapi kemampuan calon pemimpin bangsa ini antara lain Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), serta Praktisi Mengajar.
Menurutnya, program MBKM di perguruan tinggi untuk menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Program itu memungkinkan mahasiswa untuk belajar di luar prodi mereka, mengikuti magang, dan melakukan studi independen.
Sementara program MSIB dinilai mampu memangkas waktu tunggu mendapatkan pekerjaan lulusan perguruan tinggi lebih singkat, sekitar tiga bulan, dan mendapatkan gaji hampir tiga kali lipatnya. Sedangkan Program Praktisi Mengajar akan memberikan gambaran lain dari pelaku pasar kepada siswa/mahasiswa tentang ketrampilan yang diperlukan sehingga mereka bisa mempersiapkannya sejak dini, serta mengadopsi Program for International Student Assessment (PISA) sebagai salah satu target pencapaian.
"Hal ini penting untuk dapat mengukur perkembangan kualitas SDM kita menghadapi bonus demografi. Kemendikbudristek juga menargetkan human capital index dapat terus naik agar dapat memenuhi target pembangunan jangka panjang," ujar dia.
Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menambahkan saat ini masyarakat juga sudah terbiasa dengan layanan digital seperti perbankan daring dan penggunaan AI di contact center. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu untuk beradaptasi dan memanfaatkan teknologi dengan bijak.
Meski demikian, keamanan data dan penggunaan internet yang bertanggung jawab harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Sebab, berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan bahwa digital safety sub-indicator Indonesia pada 2018 hanya 39 persen, dibandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 90-92 persen dan Singapura 100 persen.
"Meskipun Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai, masih terdapat kesenjangan digital, terutama di daerah pedesaan. Hal ini menjadi tantangan yang harus diatasi," ucapnya. Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembaruan kurikulum pendidikan agar dapat mengakomodasi kebutuhan di era digital, dan guru-guru perlu dilatih untuk menggunakan serta memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar.
Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menyediakan infrastruktur digital yang memadai, seperti akses internet yang terjangkau dan berkualitas, dan memberikan dukungan kepada para pelaku usaha.