Elite Demokrat Geram dengan Komentar Jusuf Wanandi: Sok Paling Hebat

Kader Demokrat bereaksi kepada pendiri CSIS Jusuf Wanandi yang menyerang SBY.

Dok Demokrat
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Wasekjen DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon (dua dari kiri).
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elite Partai Demokrat bereaksi dengan pernyataan pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi yang tampil di acara Total Politik. Di acara tersebut, ia beberapa kali mengeluarkan umpatan hingga disensor, termasuk 'menghina' Presiden ke-6 RI Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan sebutan jenderal kancil.


Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon pun ikut buka suara. Dia heran, mengapa sesepuh CSIS itu malah menyerang SBY. Padahal, Ketua Umum DPP Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang notabene putra sulung SBY sempat menghadiri acara yang diadakan CSIS.

Baca: Prabowo Baret Merah dan SBY Baret Hijau Saat Reuni Akabri 1971-1975

"Sok paling hebat saja Jusuf Wanandi ini. Kami kader Demokrat sejak dulu selalu diberitahu Pak SBY untuk hormati CSIS. Bahkan beberapa waktu lalu undangan CSIS ke Mas AHY pun kami hadiri," kata Jansen saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (10/5/2024).

Jansen pun berterus terang jika ia sudah tidak menaruh respek lagi terhadap Jusuf Wanandi dan CSIS. "Namun lihat perilaku JW ini, sebagai kader Demokrat hilang rasa hormat saya kepada dia dan lembaganya CSIS," ujar Jansen.

Dia sudah memastikan, Demokrat tidak akan menghadiri acara CSIS lagi. Pasalnya, SBY dan AHY menghormati CSIS, namun pendirinya malah berkelakuan sebaliknya.

Baca: Sosok Jenderal Sutanto yang Memiliki Kedekatan dengan Prabowo

"Jadi sebagai seorang kader Demokrat, saya menyarankan kepada partai, cukuplah tahun kemarin itu kita terakhir kali hadir ke undangan dan acara-acara CSIS ini!" ucap Jansen geram.

Dia pun mengultimatum Jusuf Wanandi dan CSIS agar tidak merasa sebagai pihak paling hebat di dunia politik. Menurut Jansen, keputusan seorang SBY ketika menjabat presiden dengan tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), dilakukan dengan penuh pertimbangan.

"Untuk CSIS, khususnya pendirinya Jusuf Wanandi: tidak usahlah Anda sok paling hebat, jago, dan merasa paling pintar di negeri ini Pak. Proses orang jadi jenderal itu tidak semudah mulut Anda bicara dan terkait kenaikan BBM itu tiap presiden punya pertimbangan masing-masing terhadap keputusannya," kata Jansen.

Baca: SBY dan Prabowo Penghuni Paviliun 5A Akmil yang Jadi Presiden

Adapun SBY merupakan peraih Adhi Makayasa Akademi Militer (Akmil) 1973 dan pernah terlibat Operasi Seroja dengan bertugas di Timor-Timur selama lima tahun. Dia memiliki karier moncer di TNI AD. SBY meraih bintang satu atau pangkat brigadir jenderal (brigjen) ketika menjadi Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Bosnia pada 1995-1996. 

Jadi pangdam, menteri, hingga presiden...

 

Sempat menjabat Pangdam Sriwijaya dengan pangkat mayor jenderal (mayjen) atau bintang dua, SBY kemudian mendapat promosi sebagai Kaster ABRI dan kemudikan Kasospol ABRI. Dua jabatan itu untuk perwira tinggi (pati) bintang tiga atau letnan jenderal (letjen).

Setelah itu, SBY mengakhiri karier di TNI AD dengan menjadi menteri pertambangan dan energi (mentamben) era Presiden Gus Dur. Setelah itu, Gus Dur mempromosikan SBY menjadi menteri koordinator bidang politik, sosial, dan keamanan (menko polsoskam) hingga diberi pangkat jenderal kehormatan atau bintang empat.

 

Setelah sempat dicopot Gus Dur akibat menolak Dekrit Presiden, SBY kembali dilantik untuk jabatan yang sama pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, nomenklatur berubah menjadi menteri koordinator bidang politik dan keamanan (menko polkam). Setelah itu, ia terpilih menjadi presiden RI periode 2004-2014.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler