Mengapa Anies dan Ahok Diyakini tak Mungkin Bisa Berpasangan di Pilgub Jakarta?

Berdasarkan penjelasan KPU ada aturan yang mengganjal wacana pasangan Anies-Ahok.

Antara/Hafidz Mubarak A.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kedua kanan) dan calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Antara

Baca Juga


Belakangan muncul wacana yang terbilang ekstrem terkait Pilgub Jakarta 2024. Wacana itu adalah memasangkan dua mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi cagub dan cawagub.

Namun, bagi sebagian pengamat atau pakar politik, wacana menyandingkan Anies dan Ahok akan sulit terealisasi. PDI Perjuangan (PDIP) sebagai tempat Ahok bernaung pun meyakini wacana itu tak realistis.

"Ada yang mengatakan ingin menyandingkan Anies dengan Ahok. Ini agak sulit dan berat karena seperti minyak dan air kan," kata pengamat politik Ujang Komarudin saat dihubungi Republika, Selasa (7/5/2024) pekan lalu.

Ujang menuturkan, keduanya akan sulit disandingkan sekalipun misal ada partai-partai yang bersedia mengusung mereka. Sebab, keduanya sama-sama pernah menjadi DKI 1 dan mustahil ada yang turun jadi wakil gubernur. Ahok diketahui merupakan Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, lalu Anies adalah Gubernur DKI Jakarta 2017-2022.  

"Ahok pernah jadi gubernur, Anies pernah jadi gubernur, masak nanti satunya derajatnya turun jadi wakil gubernur, kan susah juga, enggak mungkin juga. Bisa menolak juga basis massa di bawah," ujar Ujang. 

Dia melanjutkan, mengenai sosok Ahok yang memiliki track record yang tidak baik karena pernah menjadi tersangka kasus penistaan agama pada akhir 2016 lalu dan sudah dipenjara. Hal itu dianggap tidak tepat kembali menjadi pemimpin. 

"Itu juga menjadi sesuatu yangg negatif di masyarakat Jakarta jadi banyak faktor ya soal sulit untuk bisa dipasangkan Anies-Ahok," kata dia.

 

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini mengemukakan bahwa gagasan politik menyatukan Anies dan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2024 merupakan eksperimen yang baik dan berani. Wacana itu menurutnya, memiliki tujuan untuk membersihkan pencitraan politik menuju polarisasi radikal agama atau radikal sekuler.

"Radikal sekuler di sini mirip-mirip radikal kiri yang anti-agama," kata Didik, Sabtu (11/5/2024). Didik berpendapat, bahwa politik dan demokrasi yang terbuka seperti sekarang ini adalah pertanda baik, paling tidak dilihat dari sisi persepsi citra seperti ini.

Namun, berbeda dengan Ujang, Didik menilai, penyatuan keduanya sangat mungkin, karena beberapa faktor. Yakni pertama, Anies sejatinya seorang yang religius, tetapi tidak radikal seperti yang dipersepsikan ketika Pilgub DKI Jakarta 2017.

Kedua, lanjut Didik, Ahok memang temperamental, yang kadang-kadang tabu di dalam politik. Namun, sesungguhnya Ahok adalah seorang yang nasionalis dilihat dari sejarah garis politiknya.

Ketiga, kata dia, tidak ada lagi faktor pendorong keduanya ke arah radikal karena Anies sudah bisa tampil pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 dengan citra nasionalis religius biasa. Keempat, Ahok juga akan bisa diterima publik.

"Anies dan Ahok pasti berpikir positif jika paham gagasan seperti ini dari berbagai pihak yang hendak menjadikannya simbol kesatuan dari keduanya," kata Didik.

Mengenai peluang Anies memenangi Pilkada DKI Jakarta 2024, dia memperkirakan peluang menang sangat besar, bahkan hampir 100 persen. Hal ini mengingat Anies punya prestasi di Jakarta meskipun banyak kritik juga.

"Jakarta indah dan banyak hal diselesaikan, juga bagian dari prestasinya. Di sisi lain, Anies makin populer ketika menjadi capres," ujarnya.

Jika Anies tidak masuk politik dalam dalam lima tahun ke depan, menurut dia, namanya hilang dari peredaran. Pasalnya, Anies bukan pemimpin partai politik seperti Prabowo Subianto atau Jusuf Kalla pada masanya.

"Oleh karena itu, masuk ke dalam politik di Jakarta adalah peluang yang baik, tidak hanya bagi karier dirinya, tetapi juga untuk bangsa dan Pilpres 2029," kata Didik.

 

Namun demikian, wacana menyatukan Anies dan Ahok di Pilgub Jakarta terganjal aturan main yang ada saat ini. Menurut Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta Dody Wijaya, secara regulasi, mantan gubernur tidak diperkenankan menjadi calon wakil gubernur (cawagub) di daerah yang sama.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang telah diperbarui dalam UU Nomor 6 Tahun 2020. "Jadi itu ada syarat dan ketentuannya dalam undang-undang," kata Dody di Kantor KPU Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2024).

Kendati demikian, pihaknya masih menunggu terbitnya Peraturan KPU (PKPU) terkait pencalonan kepala daerah. Pasalnya, bukan tidak mungkin akan ada revisi dalam PKPU terkait pencalonan kepala daerah.

"Nanti kita akan lihat di Peraturan KPU tentang pencalonan apakah ada revisi. Kalau di PKPU kan itu juga ditegaskan hal tersebut," kata dia.

Dody menegaskan, aturan itu bukan untuk melarang mantan gubernur kembali maju dalam kontestasi pilkada. Namun, yang dilarang adalah gubernur untuk mencalonkan diri menjadi wakil gubernur di daerah yang sama. 

"Jadi bukan berarti yang pernah jadi gubernur enggak boleh maju lagi sebagai gubernur. Boleh. Tapi kalau menjadi wakil gubernur itu tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang," kata dia.

Cara cek NIK untuk Warga Jakarta Secara Mandiri - (Infografis Republika)

 

Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah DPD PDIP DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menyebut Ahok dan Anies berasal dari akar rumput yang berbeda. Pernyataan Gilbert itu menanggapi berkembangnya isu Ahok dan Anies Baswedan yang diwacanakan sebagai pasangan calon untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.

"Keputusan juga akan dipengaruhi sikap tersebut dan mendengar pendapat akar rumput. Saya yakin DPP akan mengambil keputusan terbaik," kata Gilbert dalam pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Gilbert, keputusan untuk mengusung Ahok dan Anies sebagai calon gubernur dan wakil gubernur bergantung pada keputusan yang akan diambil oleh DPP PDI Perjuangan. Di sisi lain, kedua mantan gubernur yang saling bersaing dalam kontestasi Pilkada 2017 itu juga berasal dari akar rumput yang berbeda jauh, sehingga dapat memengaruhi perolehan suara.

"Keduanya berasal dari akar rumput yang jauh beda. Tentu suara bisa saling mendukung atau meniadakan," katanya.

Selain itu, karakter Ahok dan Anies juga dinilai sama-sama kuat dan tidak ada yang mau mengalah. Kedua politisi tersebut dinilai memiliki keinginan yang sama untuk maju sebagai calon gubernur.

"Karakter keduanya juga tidak ada yang mau mengalah. Semua mau jadi Gubernur. Siapa yang wakil?" ujar Gilbert.

Sejauh ini, baik Ahok maupun Anies keduanya belum mendaftarkan diri sebagai calon gubernur ke DPC atau DPD PDI Perjuangan. PDIP juga tidak membatasi Ahok ataupun Anies untuk mendaftar, terutama sebelum Rakernas PDIP yang digelar pada akhir Mei mendatang.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya masih mencermati nama-nama tokoh yang diusulkan untuk diusung sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta pada Pilkada serentak 2024. Hasto mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan terkait peluang PDI Perjuangan memasangkan dua mantan gubernur DKI Jakarta yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon gubernur - wakil gubernur DKI Jakarta.

Hasto tak memungkiri Ahok dan Anies adalah tokoh yang diusulkan kepada PDI Perjuangan untuk diusung sebagai kepala daerah di Jakarta. Menurut dia, mereka merupakan sosok yang mencerminkan karakter Indonesia.

Jadwal Pilkada Serentak 2024 - (Infografis Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler