Yang Disayangkan dari Kelompok Salafi: Kata Pengurus MUI Pusat
Kelompok salafi menyebar hingga ke Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdul Muiz Ali merespons fenomena kelompok salafi wahabi yang akhir-akhir ini cukup ramai diperbincangkan di Indonesia, khususnya di media sosial.
Isu ini muncul ke permukaan buntut 'serangan' terhadap ustadz Salafi terhadap Ustadz Adi Hidayat (UAH) yang pernah membahas kajian musik dalam Islam.
Kiai Muiz menjelaskan istilah salafi yang perlu dibedakan. Pertama, istilah salafi sendiri sebenarnya merujuk pada generasi salaf yang hidup sekitar 300 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
"Hanya saja klaim salafi itu selalu diakui oleh kelompok-kelompok tertentu yang menisbahkan diri sebagai penganut salaf," ujar Kiai Muiz saat dihubungi Republika pada Rabu (15/5/2024)
Menurut dia, ulama empat madzhab, yakni Syafii, Hanafi, Maliki, dan Hanbali termasuk generasi salaf. Mereka bukan hanya seorang muslim, tapi tokoh ulama yang secara keilmuan dalam ibadah dan akidah mendasarkan pada ajaran Alquran dan hadits.
Lalu, secara kelembagaan, menurut dia, ada juga istilah Pondok Pesantren Salafiyah. Itu berarti pondok pesantren atau lembaga yang mengadopsi atau mempertahankan nilai-nilai salaf (klasik) yang merupakan lawan dari khalaf (modern).
"Lalu kemudian, ada kelompok-kelompok yang menamakan dirinya adalah salafi, yang mentahdiskan dirinya sebagai kelompok salafi, tapi ya justru malah mengkafirkan, mudah menyalahkan kelompok lain," ucap Kiai Muiz.
"Sebenarnya sisi masalahnya di situ sebenarnya. Jadi Kelompok yang cenderung atau suka Menyalahkan kelompok-kelompok," kata Kiai Muiz.
Kelompok Salafi Wahabi...Lihat halaman berikutnya >>>
Kelompok salafi wahabi yang suka mengkafirkan kelompok lain tersebut, menurut Kiai Muiz berasal dari luar Indonesia. Namun, sekarang sudah mulai banyak di Indonesia dan bahkan menyusup ke tubuh ormas-ormas Islam di Indonesia.
"Pusat salafi yang lalu kemudian juga diidentikkan juga dengan wahabi itu berpusat di negara lain, tapi di Indonesia belakangan juga banyak," jelas dia.
Sebelumnya, Republika memberitakan, belakangan ini masyarakat Indonesia, khususnya di media sosial ramai memperbincangkan kaum salafi yang diduga telah banyak merebut masjid milik ormas Islam Indonesia, baik masjid Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU).
Menanggapi fenomena ini, pakar Sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abd Faiz Aziz menjelaskan, fenomena itu merupakan bagian dari dinamika perjumapaan antar kelompok di internal satu agama.
"Rebutan mimbar, rebutan mic, rebutan jamaah di masjid, ingin nguasai masjid, bikin liqo atau kelompok kajian di masjid adalah bagian dari upaya perebutan ruang ekspresi keberagamaan kelompok di internal agama, dan itu terjadi di mana-mana," ujar Faiz saat dihubungi Republika, Ahad (12/5/2024).