Terkait Kecelakaan Maut Bus SMK Lingga Kencana, Polisi akan Panggil PO Bus dan Karoseri
Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru atas kecelakaan maut bus di Ciater
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---- Polisi masih mendalami kecelakaan maut bus rombongan SMK Lingga Kencana di Ciater, Subang, Jawa Barat (Jabar) beberapa waktu lalu. Saat ini pihaknya penyidik masih terus mencari alat-alat dan keterangan tambahan. Termasuk dengan memanggil pihak perusahanan otobus (PO), pihak karoseri dan juga pihak travel.
“Semuanya kita panggil semuanya kita mintakan keterangan semuanya. tidak hanya PO saja, pengurus PO nya, karoseri yang merubah terkait dengan bus tadi,” ujar Dirlantas Polda Jawa Barat, Kombes Wibowo, saat dikonfirmasi awak media, Kamis (16/5/2024).
Dengan demikian, kata Wibowo, tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru atas kecelakaan maut bus Trans Putera Fajar yang merenggut 11 korban jiwa. Namun pihaknya tidak ingin gegebah menetapkan tersangka tanpa alat bukti yang kuat. Sehingga pihaknya juga bakal menelusiri siapa yang bertanggungjawab terhadap perpanjangan uji kir kendaraan bus tersebut.
“Kemarin kita baru meminta keterangan terkait kegagalan fungsi rem. beberapa temuan itu. ini sedang kita mintakan keterangan lagi terkait perubahan dimensi itu. Perubahan dimensi ini berpengaruh tidak terhadap kecelakaan kemarin,” kata Wibowo.
Diberitakan, sebelumnya Polisi telah menetapkan Sadira, sopir bus Putera Fajar pembawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok sebagai tersangka kasus kecelakaan maut di Jalan Raya Kampung Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) lalu. “Kami menetapkan bahwa tersangka dalam kasus kecelakaan ini adalah pengemudi bus Putera Fajar atas nama Sadira," kata Wibowo.
Menurut Wibowo, penetapan tersangka terhadap Sadira dilakukan setelah pihak penyidik mengumpulkan sejumlah bukti dan meminta keterangan terhadap 13 saksi dan dua di antaranya merupakan saksi ahli. Hasilnya pengemudi bus Putera Fajar yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana dianggap lalai atas kondisi bus yang tak laik jalan tapi yang bersangkutan memaksakan untuk terus jalan.
“(Tersangka) Terbukti lalai, sudah jelas mobil dalam keadaan sudah rusak tak layak jalan tapi terus dipaksakan jalan. Hingga akhirnya bus tersebut mengalami kecelakaan dan menewaskan 11 penumpang dan 40 penumpang lainnya luka-luka," kata Wibowo.
Dalam kasus ini Sadira dijerat denga pasal 411 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dengan ancaman hukuman minimal 12 tahun penjara dan denda Rp 24 juta.