Selamat Ginting: Salim Said Bagai Kamus Berjalan Soal Politik dan Militer
Salim Said wartawan sekaligus ilmuwan sosiologi dan politik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan sosok almarhum Prof Salim Said menjadi kamus berjalan bagi wartawan dan akademisi jika membahas masalah politik dan militer, terutama era 1990-2010-an.
"Kelebihan almarhum Salim Said karena dia wartawan sekaligus ilmuwan sosiologi dan politik, sehingga kaya dengan data, fakta, dan pengalaman empirisnya," kata Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (19/5/2024).
Ia merasa kehilangan dengan wafatnya Salim Said dalam usia 80 tahun. Selamat Ginting yang juga wartawan dan ilmuwan politik, mengungkapkan figur Salim merupakan trendsetter bagi dirinya.
"Saya belajar banyak dari almarhum, karena mengawali sebagai wartawan politik dan militer dan kemudian menjadi ilmuwan politik. Jadi almarhum Salim Said menjadi idola yang saya ikuti kiprahnya," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.
Namun, kata dia, dalam lima tahun terakhir ini, mungkin karena faktor usianya, Salim Said kurang memperbarui dan mengikuti perkembangan militer di Indonesia terkini.
"Kami yang lebih muda dan juniornya menutupi sekaligus melengkapinya," kata Ginting.
Dikemukakan, pengalaman Salim Said saat menjadi wartawan politik dan militer di era pergantian kepemimpinan nasional dari presiden Sukarno hingga presiden Soeharto membuatnya banyak mengetahui sejarah dinamika politik era tersebut.
"Otomatis sebagai wartawan, beliau juga saksi sejarah, sehingga menjadi narasumber yang memiliki informasi yang banyak dan valid," ujar Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan.
Salim Said, lanjut Ginting, merupakan pengamat senior bidang politik dan militer, bukan dengan modal browsing di internet. Melainkan sebagai wartawan dan dosen punya kedekatan dengan sumber-sumber berita yang relevan untuk mendapatkan informasi mendalam.
Selain bidang politik dan militer, Salim Said juga terlibat dalam kegiatan kesenian dan film. "Sehingga otak kanan dan kirinya bisa seiring sejalan dalam menjawab pertanyaan dalam diskusi," ujar Selamat Ginting yang kini mengikuti jejak perjalanan Salim Said sebagai gurunya.