China Berencana Kurangi Emisi di Sektor Utama Sebesar Satu Persen
China membutuhkan 2,5 persen lebih sedikit energi untuk setiap unit pertumbuhan PDB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- China berambisi untuk mengurangi emisi karbon dioksida dari industri-industri utama sebesar 1 persen dari total emisi nasional tahun 2023, melalui peningkatan efisiensi dari berbagai sisi mulai dari produksi baja hingga transportasi. Demikian menurut sebuah Rencana Aksi Nasional yang dirilis pemerintah pada Rabu.
Sebagai konsumen energi terbesar dan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar, China juga telah menetapkan target untuk membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih efisien dalam penggunaan energi. Langkah ini sejalan dengan upaya Presiden Xi Jinping guna menciptakan tenaga-tenaga produktif yang baru.
Rencana aksi pemerintah menyatakan bahwa ekonomi China akan membutuhkan 2,5 persen lebih sedikit energi untuk setiap unit pertumbuhan PDB pada tahun 2024. Untuk mencapai tujuan tersebut, diusulkan perubahan spesifik dalam sektor industri termasuk bahan bangunan dan petrokimia.
Selain itu, dalam rencana aksi nasional, pemerintah China berjanji untuk secara ketat mengontrol batu bara, konsumsi minyak bumi, sekaligus mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
“Untuk gas alam, pemerintah ingin melakukan percepatan pengembangan sumber daya untuk meningkatkan pasokan domestik. Pemerintah juga akan memprioritaskan penggunaan gas untuk pemanasan rumah tangga di musim dingin,” demikian menurut rencana nasional tersebut, dilansir Reuters, Kamis (30/5/2024).
Lebih lanjut rencana tersebut menyerukan pembangunan pembangkit listrik terbarukan berskala besar dan pengembangan tenaga angin lepas pantai, sehingga sumber energi non-fosil akan mencapai sekitar 39 persen dari total pembangkit listrik pada tahun 2025, naik dari 33,9 persen pada tahun 2020.
Laporan itu juga mengatakan bahwa China akan meningkatkan limit pembatasan energi terbarukan dari 5 persen menjadi 10 persen, dan mempertimbangkan percepatan pembangunan jalur transmisi tegangan ultra-high serta peningkatan sistem jaringan untuk mengatasi pembatasan tersebut.
Pembatasan mengacu pada pengurangan kelebihan listrik terbarukan untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Beberapa daerah telah menghadapi peningkatan tingkat pembatasan karena kapasitas listrik terbarukan telah melebihi kapasitas sistem distribusi dan baterai untuk menggunakan atau menyimpan listrik tersebut.
“Aturan pembatasan yang dilonggarkan ini dapat menghasilkan tambahan kapasitas tenaga surya sebesar 30 GW,” kata Albert Miao, kepala penelitian transisi energi Asia di Macquarie.
Namun terlepas dari rencana aksi nasional tahun ini, China gagal mencapai target intensitas energinya tahun lalu. Pasalnya, ambisi China untuk mengurangi emisi serta konsumsi energi kerap bertentangan dengan kebutuhan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan standar hidup.