Bripda IM, Instruksi Atasan Berpangkat Kombes, dan Misteri Motif Penguntitan Jampidsus
Bripda IM sempat ditangkap oleh militer pengawal Jampidsus lalu dikembalikan ke Polri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penangkapan Bripda IM oleh militer pengawal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah masih menyisakan pertanyaan soal motif penguntitan yang dilakukan skuat Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terhadap pejabat tinggi Kejaksaan Agung (Kejakgung) itu. Spekulasi publik mengaitkan pengintaian tersebut soal penanganan perkara korupsi penambangan timah ilegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang hingga kini dalam pengusutan tim penyidikan Jampidsus-Kejagung.
Dari informasi yang Republika peroleh, menyebutkan bahwa Bripda IM tak-tahu menahu soal apa maksud perintah atasannya untuk melakukan penguntitan terhadap Jampidsus. “Saya, kalau karena apanya, saya nggak dikasih tahu. Cuma disuruh ngikutin saja. Kayak gitu,” ujar Bripda IM dalam penggalan interogasi yang dokumen pemeriksaannya diperoleh Republika.
Bripda IM pun mengaku tak tahu apakah perintah atasannya untuk menguntit itu ada kaitan dengan perkara korupsi yang ditangani Jampidsus-Kejagung. “Bahwa saya, tidak mengetahui apakah surveillance (pengintaian) terkait dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung,” kata Bripda IM.
Anggota Densus 88 kelahiran 1999 itu hanya mengaku cuma bagian dari 10 skuat antiteror yang diperintahkan oleh seorang atasan untuk melakukan pekerjaan terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah. “Yang saya tahu, adalah saya disuruh untuk mengerjakan pejabat Kejaksaan Agung. Yaitu Jampidsus,” kata Bripda IM.
Tetapi, Bripda IM dalam pengakuannya, mengetahui Jampidsus-Kejagung sedang menangani perkara korupsi besar. “Dan saya tahu kalau Jampidsus sedang menangani perkara tindak pidana korupsi. Salah-satunya adalah perkara suaminya Sandra Dewi,” kata Bripda IM.
Suami aktris Sandra Dewi adalah Harvey Moeis (HM), salah-satu dari 22 tersangka korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 yang merugikan negara Rp 300 triliun. Kasus tersebut sedang dalam pengusutan Jampidsus-Kejagung.
Siapa bos, atau atasan Bripda IM yang memerintahkan penguntitan terhadap Jampidsus itu? Terungkap dalam pengakuan Bripda IM yang dokumen pemeriksaannya Republika peroleh, adalah seorang perwira menengah kepolisian dengan pangkat Komisaris Besar (Kombes) yang memerintahkan sepuluh anggota Densus 88 dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar) datang ke Jakarta untuk melaksanakan misi ‘mengerjakan’ Jampidsus. Namun pelaksaan misi tersebut ilegal. Karena dari pengakuan Bripda IM ‘mengerjakan’ Jampidsus itu tanpa disertai dengan surat tugas resmi dari Densus 88.
“Cuma bos saya saja. Pak T. Kombes MTK,” ungkap Bripda IM saat diintrogasi Polisi Militer (POM) pengawal Jampidsus.
Sepuluh anggota Densus 88 tersebut, delapan dari Jateng, dan dua dari Jabar. Di antaranya, Bripda IM, Mas Aray N2 (Briptu AS) dari Densus 88 Jateng, Otong N3 (Briptu IrM) dari Densus 88 Jateng, Rabai N3 (Briptu BA) dari Densus 88 Jateng, TN (F Jabar N3) dari Densus 88 Polda Jabar, Briptu Agung N4 dari Densus 88 Jateng, Bang Dn Jabar N2 (Briptu Dn) dari Densus 88 Jabar.
Selanjutnya F N3 (Briptu F) dari Densus 88 Jateng, Jaja N3 (Briptu JA) dari Densus 88 Jateng. Terakhir, adalah Mas I Jateng (Brigadir I) dari Densus 88 Jateng. Sepuluh anggota kepolisian antiteror itu, berkomunikasi selama melaksanakan misi via WhatsApp (WA) Grup bernama ‘Time Zone’.
“Bahwa yang menjadi tujuan (pembentukan Grup WA Time Zone) adalah untuk sarana komunikasi tim yang mengerjakan Jampidsus,” begitu ucap Bripda IM. Dan dalam operasi penguntitan terhadap Jampidsus tersebut, enam personel yang turun lapangan.
Bripda IM ditangkap POM pengawal Jampidsus Febrie Adriansyah saat melakukan pengintaian. Aksi memata-matai tersebut ketahuan saat Jampidsus melakukan aktivitas pribadi makan malam di restoran Gotran Cherrier, Cipete, di bilangan Jakarta Selatan (Jaksel), pada Kamis 16 Mei 2024 sekitar pukul 20:45 WIB. Militer yang melakukan pengawalan melekat terhadap Jampidsus membiarkan personel Densus 88 lainnya melarikan diri.
Perlu 14 hari bagi Kejagung, dan Polri mengakui terjadinya peristiwa tersebut. Selama menunggu pernyataan resmi dari kedua lembaga penegak hukum itu situasi menegangkan yang melibatkan Kejagung dan Polri terjadi berturut-turut. Mulai dari aksi pamer kekuatan, dengan melakukan konvoi bersenjata di luar kompleks Kejagung di Jalan Bulungan-Hasanuddin, dan Jalan Panglima Polim-Blok M oleh satuan berseragam hitam-hitam dengan membawa laras panjang, dan kendaraan trail, serta taktis lapis baja, Senin (20/5/2024) malam, juga Kamis (23/5/2024) malam.
Juga aksi lanjutan berupa pengintaian melalui drone di atas Gedung Kartika tempat Jampidsus berkantor sementara di Kejagung, Selasa (21/5/2024). Personel pengamanan dalam (Pamdal) Kejagung, disiap mengantisipasi risiko dengan diwajibkan menggunakan rompi antipeluru saat bertugas di kawasan Kejakgung.
Dan sejak Selasa (21/5/2024), Kejagung memperkuat pengamanan dalam kompleksnya dengan meminta bantuan personel tambahan militer dari satuan POM Angkatan Laut (AL). Bersama Angkatan Darat (AD) baret hitam, dan POM Angkatan Udara (AU), personel militer itu melakukan patroli rutin pada malam hari di kawasan Kejagung.
Baru pada Rabu (29/5/2024) Kejagung menerangkan resmi soal penguntitan Densus 88, dan penangkapan satu anggota kepolisian antiteror oleh militer pengawal Jampidsus tersebut. Dan pada Kamis (30/5/2024), Mabes Polri mengikuti langkah serupa dengan mengakui adanya penguntitan, dan penangkapan anggota Densus 88 oleh militer pengawalan Jampidsus tersebut.
Akan tetapi, baik Kejagung dan Polri sama-sama bungkam soal apa motif, dan latar sebab dari aksi penguntitan oleh Densus 88 terhadap Jampidsus tersebut.
“Bahwa memang benar, adanya fakta penguntitan tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana, Rabu (29/5/2024).
Ketut pun menyampaikan anggota Densus 88 itu sempat diinterogasi di Kejagung. “Dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap si penguntit (Bripda IM), ternyata dalam HP (seluler) itu ditemukan profiling dari pada Pak Jampidsus,” ujar Ketut.
Menurut Ketut, karena yang melakukan penguntitan adalah anggota resmi dari Densus 88, Kejagung sempat melaporkan kejadian itu ke Mabes Polri. Lalu, dikatakan Ketut, Paminal Polri mengambil pulang Bripda IM dari introgasi di Kejagung.
Ketut menambahkan, persoalan kuntit-menguntit oleh Densus 88 terhadap Jampidsus tersebut, sudah bukan lagi urusan di Kejagung. Menurut dia, kasus tersebut sudah menjadi kewenangan Polri untuk mengambil langkah apa pun terhadap anak-buahnya itu. Termasuk Ketut mengatakan, dalam hal pengungkapan motif penguntitan, dan juga penegakan hukum atau disiplin atas perbuatan anggota Densus 88 tersebut.
“Kan kita (Kejakgung) sudah serahkan. Jadi itu sudah ranah, dan tanggung jawabnya di sana (Polri). Kita sudah serahkan ke sana (Polri), silakan tanya ke sana kalau motif,” kata Ketut.
Pada Kamis (30/5/2024) Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho, atas nama institusinya pun mengakui adanya anggota Densus 88, Bripda IM yang ditangkap pengawal militer Jampidsus saat melakukan penguntitan tersebut. “Jadi memang benar adanya anggota (Densus 88) yang diamankan oleh sana (Kejagung). Dan identitasnya, memang benar seperti yang disebutkan itu (Bripda IM),” kata Sandi.
Namun kata dia, Bripda IM sudah dilakukan penjemputan oleh Paminal Divisi Propam Polri untuk dilakukan pemeriksaan. Sandi melanjutkan, dari pemeriksaan terhadap Bripda IM, Divisi Propam tak menemukan adanya pelanggaran hukum, disiplin, atau etik yang dilakukan. Sebab itu, kata Sandi, Propam Polri mengembalikan Bripda IM ke satuannya untuk tetap bertugas.
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan masalah. Maka dari itu, dari pimpinan menyatakan, tidak ada masalah,” kata Sandi.
Adapun terkait dengan motif penguntitan Densus 88 terhadap Jampidsus Kejagung, Sandi menolak mengungkapkan. Ia pun tak memberikan jawaban lugas soal apa temuan motif dari Propam Polri saat melakukan pemeriksaan terhadap Bripda IM.
Sandi hanya menegaskan, Polri dan Kejakung adalah lembaga penegak hukum yang tak sepatutnya diadu domba. Dan kata dia, sudah tak ada lagi permasalahan terkait skandal kuntit-menguntit itu.
Menurut Sandi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah memberikan gestur jelas pada Senin (27/5/2024) di Istana Negara, bahwa permasalahan Polri dan Kejakgung yang dikonsumsi publik saat ini tak membuat hubungan kedua lembaga menjadi renggang.
“Dengan adanya pimpinan yang sudah menyampaikan tidak ada masalah antara Kejaksaan Agung dengan Polri, dan jaksa dengan kepolisian baik-baik saja, bahkan Pak Menko Polhukam juga menyatakan polisi dan jaksa adem-ayem saja, berarti inilah yang harus dipedomani agar ke depan kedua lembaga bisa bekerja lebih baik lagi,” kata Irjen Sandi.