Ormas yang Ajukan Usaha Tambang Hanya NU, BKPM: 15 Hari Dapat Terbit Izinnya

Pihaknya belum menerima permohonan izin tambang dari organisasi keagamaan lainnya.

Antara/Nova Wahyudi
Ilustrasi tambang batu bara.
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan permohonan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang diajukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di tambang batu bara Kalimantan Timur, apabila memenuhi persyaratan akan terbit dalam kurun waktu 15 hari.

Baca Juga


"Setelah terpenuhi, 15 hari dapat diterbitkan IUPK-nya," ujar Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot Tanjung dihubungi di Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Menurut dia, untuk permohonan izin tambang batu bara dari PBNU yang hendak mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) di Kalimantan Timur tersebut, saat ini dalam proses evaluasi untuk dilihat kelengkapan administrasi dan pemenuhan kewajiban.

Ia mengatakan, pihaknya belum menerima permohonan izin tambang dari organisasi keagamaan lainnya untuk mengelola tambang di Indonesia.

"Baru PBNU yang mengajukan," katanya.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadilia menyatakan segera menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.

Ia beralasan pemberian izin usaha kepada PBNU karena dirinya bangga terhadap organisasi islam terbesar di dunia asal Indonesia tersebut yang sudah banyak berkontribusi bagi pembangunan negara.

"Saya bangga terhadap NU karena saya lahir dari kandungan seorang ibu yang kader NU," kata dia.

Presiden Joko Widodo pada Kamis (30/5/2024) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). 

Dalam Pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).

Keputusan Presiden Joko Widodo mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mengelola tambang, mendapat sorotan. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang ditetapkan pada Kamis 30 Mei 2024.

Dalam beleid tersebut, terdapat aturan yang membuka peluang bagi ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Itu tertuang dalam pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024. WIUPK diberikan melalui penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menekankan, perizinan tambang tersebut akan tetap melalui Kementerian ESDM. "Itu nanti juga ke sini (perizinan), jadi itu kan yang dialokasikan hanya untuk ormas keagamaan," kata Arifin di Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Lebih lanjut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menyampaikan, izin akan diberikan sesuai aturan yang berlaku. Hal itu dimulai dari kemampuan finansial, teknis, dan manajemen.

"Harus memenuhi syarat, kalau tidak, ya tidak dikasih juga. Jadi masih jauh nih jalan," ujar Agus.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar mengatakan, terdapat tiga syarat suatu badan usaha atau dalam hal ini ormas keagamaan untuk mengelola bisnis pertambangan. Hal itu yakni ada syarat administratif, teknis, maupun finansial.

Bisman menilai ormas keagamaan tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi semua persyaratan tersebut. Dia justru mengkhawatirkan, jika tetap berjalan, maka akan dipaksakan.

"Apakah bisa? Bisa saja, akhirnya kan ormas nanti akan bekerja sama juga dengan kontraktor. Ormas bakal bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain. Jadi sebenarnya dia ormas hanya akan menjadi kedok saja," ujar Bisman saat dihubungi Republika.co.id.

Ia mengakui saat ini ada beberapa organisasi keagamaan yang sudah memiliki unit bisnis. Ia mencontohkan, Muhammadiyah selama ini sudah berproses menghidupi dirinya sendiri dengan berbagai usaha. Akan tetapi, bukan usaha pertambangan.

Bisman menilai, keputusan ini justru berpotensi melanggar Undang-Undang Minerba. Menurutnya, badan usaha yang mengakses Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) harus melalui lelang. Sementara, prioritas hanya diberikan kepada BUMN.

Dalam aturan yang ditetapkan, kebijakan presiden tersebut bertujuan memberikan kesempatan yang sama dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Ormas keagamaan yang memperoleh IUP dari pemerintah adalah yang menjalankan kegiatan di bidang ekonomi. Kemudian bertujuan memberdayakan ekonomi anggotanya dan kesejahteraan masyarakat.

Ormas yang mempunyai IUPK tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri terkait. Kriteria lahan tambang yang ditawarkan pemerintah kepada ormas keagamaan merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batu bara.

Ormas keagamaan yang mau mengelola pertambangan harus mencatatkan saham mayoritas di badan usaha. Badan Usaha ormas keagamaan yang mendapatkan IUPK dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya. Juga dengan mitra yang berafiliasi dengan pemegang izin terdahulu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler