Kuasa Hukum Pegi Makin Heran dengan Proses Penyidikan, Ini Permintaan Khusus Mereka
Kuasa hukum berharap Pegi dibebaskan jika memang alat buktinya lemah.
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Kuasa hukum Pegi Setiawan merasa heran dengan berbagai langkah penyidik terhadap kliennya. Kini, langkah terbaru yang dilakukan tim penyidik adalah melakukan pemeriksaan psikologi terhadap Pegi Setiawan, Sabtu (8/6/2024).
Kuasa hukum Pegi, Sugianti Iriani yakin kliennya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon pada 2016 silam. Mereka pun telah menghadirkan saksi dan bukti untuk berusaha membebaskan Pegi dari tuduhan tersebut.
Tim penyidik Polda Jabar pun telah memeriksa sejumlah saksi terkait Pegi Setiawan. Semula, tim kuasa hukum Pegi merasa keberatan dengan tes psikologi tersebut. Meski demikian, tes psikologi terhadap Pegi tetap dilakukan.
‘’Ibu mau menanyakan ke Polda Jabar, apa urgensinya tes ini? Kalau tidak ada urgensinya, kenapa dilakukan tes?,’’ kata kuasa hukum Pegi, Sugianti Iriani, saat ditemui di Cirebon ketika hendak berangkat ke Polda Jabar, Sabtu (8/6/2024).
Perempuan yang akrab disapa Yanti itu menyatakan, jika Polda Jabar merasa bukti-bukti untuk menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka adalah lemah, maka dia berharap agar kliennya itu dibebaskan.
‘’Kalau memang Polda Jabar merasa bukti-bukti untuk menetapkan Pegi sebagai tersangka adalah lemah, ya sudahlah, tolong dengan legowo, dengan ikhlas, Pegi dilepaskan. Karena Pegi Setiawan bukanlah Pegi alias Perong, tapi itu Pegi Setiawan, seorang buruh bangunan, anak dari Ibu Kartini, ART di rumah saya,’’ tukas Yanti.
Seperti diketahui, Polda Jabar telah menangkap Pegi Setiawan di Bandung pada Selasa (23/5/2024) malam. Pegi dinyatakan sebagai salah satu DPO dalam kasus pembunuhan Vina-Eky dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Gelar perkara khusus. Baca di halaman selanjutnya.
Kuasa hukum Pegi lainnya, Toni RM, berharap agar permohonan gelar perkara khusus yang diajukannya dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon, segera direspons oleh Mabes Polri. Toni menyatakan, pihaknya sudah melakukan pengajuan permohonan gelar perkara khusus ke Bareskrim Polri.
Pengajuan itu dilakukan karena pihaknya menilai penyidikan Polda Jabar terlalu memaksakan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Kasus Vina sudah mendapat atensi dari Presiden Joko Widodo. Karena itu, kata Toni, kapolri semestinya segera menindaklanjuti perintah presiden tersebut.
‘’Perintah Bapak Presiden itu kasus poembunuhan Vina Eky harus dibuka dan ditangani secara transparan. Jadi kami selaku kuasa hukum Pegi Setiawan, memohon kepada Bapak Kapolri, segera respons kami, segera tindak lanjuti permohonan gelar perkara khusus ini, agar segera dijadwalkan dan dilakukan secepat mungkin,’’ kata Toni.
Toni menjelaskan, tujuan pengajuan permohonan gelar perkara khusus itu dimaksukan untuk membuat kasus pembunuhan Vina dan Eky menjadi terang benderang. ‘’Alat bukti apa yang dimiliki oleh penyidik sehingga menetapkan klien kami, Pegi Setiawan, sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana pembunuhan Vina Eky,’’ ucap Toni.
Toni menilai, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina–Eky terlalu dini. Apalagi, hanya didasarkan pada pengakuan saksi Aep dan terpidana lainnya. Sementara saksi terpidana lainnya, banyak yang tidak menyudutkan atau tidak mengakui Pegi Setiawan terlibat dalam kasus tersebut.
‘’Jadi hanya gara-gara pengakuan saksi saja, sehingga kemudian Pegi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka, (padahal) ciri-ciri DPO dengan Pegi Setiawan itu berbeda,’’ kata Toni.
Ditambah lagi, dalam putusan pengadilan, sepeda motor yang dipakai oleh 11 pelaku itu tidak ada Suzuki Smash. Belakangan setelah Pegi Setiawan ditangkap, saksi Aep mengatakan bahwa motor Suzuki Smash itu digunakan oleh Pegi Setiawan.
Toni menambahkan, sejumlah saksi juga telah memberikan kesaksiannya bahwa Pegi Setiawan berada di Bandung saat kejadian pembunuhan Vina. Namun, tim penyidik masih tetap bersikukuh menyatakan Pegi Setiawan sebagai tersangka.
‘’Makanya kami coba ajukan gelar pekara khusus ke Bareskrim Polri, tujuannya supaya terang benderang,’’ tukas Toni.
Pegi dites secara maraton, dari psikologi hingga poligraf. Baca di halaman selanjutnya.
Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016 silam harus menjalani beberapa ujian dari penyidik. Pekan ini, ia bakal menjalani tes poligraf atau kebohongan pekan ini di Polda Jawa Barat (Jabar). Ia sebelumnya juga telah menjalani tes psikologi terkait intelijensi, afeksi, dan psikomotor.
"Ada informasi dari pak kanit akan pemeriksaan poligraf, itu untuk mengetahui kebohongan akan dilaksanakan Rabu," ucap kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM kepada media massa belum lama ini.
Ia mengaku bakal menunggu surat panggilan pemeriksaan resmi dari penyidik Polda Jawa Barat. Toni menjelaskan, kliennya telah menjalani tes psikologi.
"Psikolog menjelaskan pemeriksaan untuk tersangka Pegi Setiawan berkaitan dengan intelijensi kecerdasan kognitif otak, kedua afeksi menjabarkan suatu perasaan mendapatkan respons yang baik, ketiga motorik melihat memeriksa pengendalian pengaturan fungsi organ tubuh," kata dia.
Ia menuturkan, para psikolog melakukan tes menggunakan lima alat. Namun, pihaknya tidak mendapatkan penjelasan mengenai alat yang digunakan oleh psikolog.
Toni menegaskan bahwa sosok Pegi Setiawan merupakan orang baik dan ramah. Ia mendapatkan kesimpulan tersebut setelah menjalani interaksi dengan yang bersangkutan. "Pegi Setiawan baik, ramah, dan tegar. Saya tanya nyambung," kata dia.
Kasus pembunuhan Vina dan Rizky kembali viral setelah muncul film yang mengangkat kasus tersebut dengan judul 'Vina: Sebelum Tujuh Hari'. Warganet menyoroti tiga orang pelaku yang masih buron kurang lebih delapan tahun.
Polisi pun bergerak menyelidiki kasus tersebut hingga akhirnya menangkap satu orang dari tiga orang pelaku buron yaitu Pegi alias Perong atau Pegi Setiawan. Sedangkan dua pelaku lainnya yang masih buron diralat kepolisian dan dinyatakan fiktif. Polisi menyebut hanya terdapat satu buron yaitu Pegi.
Delapan orang terpidana lainnya telah dijatuhi hukuman penjara yaitu tujuh orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan satu anak di bawah umur dijatuhi hukuman 8 tahun dan telah bebas.