El Nino Dipastikan akan Berganti La Nina

El Nino yang menghangatkan Pasifik tengah sudah berakhir.

AP Photo/Marco Ugarte
Bumi dalam kondisi netral memiliki tiga tahapan, antara lain El Nino, La Nina dan Netral.
Rep: Lintar Satria/AP Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan meteorologi pemerintah federal Amerika Serikat (AS) The National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) mengatakan kondisi cuaca El Nino yang menaikkan suhu udara di tengah pemanasan global akan berganti ke La Nina. Kemungkinan La Nina akan terjadi pada puncak musim badai Atlantik.

Baca Juga


Pada Kamis (14/6/2024) NOAA mengumumkan El Nino yang menghangatkan Pasifik tengah sudah berakhir. Bersama dengan perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia, El Nino yang terbentuk tahun lalu dinilai menyebabkan gelombang panas dan cuaca ekstrem sejak awal tahun ini.

Bumi dalam kondisi netral dalam tiga tahapan El Niño–Southern Oscillation (ENSO). Tiga tahapan itu antara lain El Nino, La Nina dan Netral.

Fisikawan yang mengketuai tim ENSO di NOAA Michelle L’Heureux menjelaskan tahapan netral terjadi ketika cuaca mendekati suhu rata-rata jangka panjang atau normal. Menurutnya tahapan fenomena cuaca ini tidak lagi sering terjadi dibanding sebelumnya.

L’Heureux mengatakan menurutnya tahapan netral ini tidak akan bertahan lama. Ia mengatakan terdapat kemungkinan 65 persen La Nina, fenomena alam mendinginnya permukaan air laut di bagian tengah dan selatan Samudra Pasifikakan terbentuk pada periode Juli, Agustus, dan September.

Salah satu efek terbesar dari La Nina adalah cenderung membuat musim badai Atlantik menjadi lebih aktif. Musim badai tersebut mulai mencapai puncaknya pada bulan Agustus.

"Kemungkinan terjadinya La Nina yang dibarengi dengan rekor suhu permukaan laut yang hangat adalah alasan mengapa Pusat Badai Nasional meramalkan musim badai yang luar biasa," kata ahli iklim negara bagian North Carolina Kathie Dello.

"Negara bagian dari Texas hingga Maine sedang melakukan persiapan untuk tahun yang aktif."

L'Heureux mengatakan baik El Nino maupun La Nina menciptakan "titik panas yang potensial" untuk cuaca ekstrem, namun di tempat yang berbeda dan dengan jenis yang berbeda.

"La Nina cenderung, pada musim dingin, membawa kondisi yang lebih kering di seluruh bagian selatan Amerika Serikat dan jika Anda menambahkan pemanasan global di atasnya, hal itu juga dapat berarti kondisi yang lebih kering tersebut dapat meningkat menjadi kekeringan," kata L'Heureux.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler