Rupiah Terus Melemah, Tembus Lebih dari Rp 16.400 per Dolar AS

Diproyeksikan rupiah akan melanjutkan pelemahan pada awal pekan depan.

Dok Republika
Mata uang rupiah terus mengalami pelemahan hingga menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS. (ilustrasi)
Rep: Eva Rianti Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah terus mengalami pelemahan hingga menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS. Pelemahan terjadi karena indeks dolar kian menguat.

Baca Juga


Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 142 poin atau 0,87 persen menjadi Rp16.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (14/6/2024) lalu. Mata uang Garuda melanjutkan posisi pelemahan dengan adanya sejumlah sentimen, baik eksternal maupun internal.  

“Data pada Kamis menunjukkan bahwa harga produsen AS secara tak terduga turun pada Mei, dengan indeks harga produsen (PPI) utama turun 0,2 persen, lalu setelah naik sebesar 0,5 persen yang tidak direvisi pada April,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, memaparkan sentimen eksternal dari pelemahan rupiah, dikutip dari siaran pers, Jumat (14/6/2024).

Ibrahim mengatakan, harga inti datar setelah mengalami kenaikan 0,5 persen pada bulan sebelumnya. Hal ini terjadi usai indeks harga konsumen (CPI) AS bulan Mei pada Rabu lebih lemah dari perkiraan para ekonom, sehingga aksi jual tajam pada greenback.

“Jika digabungkan, rilis IHK dan PPI kemungkinan besar pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed juga akan menunjukkan penurunan tekanan harga. Namun optimism terhadap pendinginan inflasi tidak cukup untuk menahan dolar melemah,” tuturnya.

Sementara itu, sentimen internal berasal dari faktor risiko ekonomi global yang masih cenderung negatif. Meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif.

“Penyebabnya adalah ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan,” ujarnya.

Lalu, ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan pemilihan umum (pemilu) di seluruh dunia sejak 2000. Inflasi terus menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter.

Ibrahim melanjutkan, suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global.  Beberapa perekonomian besar juga berisiko tumbuh lebih lambat dari perkiraan karena berbagai tantangan domestik. Bencana alam tambahan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga dapat menghambat aktivitas ekonomi. 

Adapun di sisi positifnya, inflasi global dapat lebih cepat moderat daripada yang diasumsikan pada baseline, sehingga memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat. Selain itu, pertumbuhan di Amerika Serikat bisa jadi lebih kuat dari yang diperkirakan. 

“Untuk mencegah resiko ekonomi global yang negatif, maka pemerintah harus terus berkolaborasi dengan pemangku kebijakan untuk mendukung pertumbuhan baik jangka menengah maupun jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas, efisiensi investasi publik, membangun sumber daya manusia dan menutup kesenjangan gender di pasar tenaga kerja,” kata Ibrahim.

Seiring dengan tren mata uang Garuda dan sentimen-sentimen yang memengaruhinya, Ibrahim memproyeksikan rupiah akan melanjutkan pelemahan pada awal pekan depan.

“Untuk perdagangan senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.400-Rp16.470 per dolar AS,” tutupnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler