Jelang Wukuf, Ketua Komisi VIII: Masih Banyak Jamaah Visa Non Haji di Makkah

Jamaah pemegang visa non haji diminta untuk segera pulang ke tanah air.

AP Photo/Rafiq Maqbool
Umat Muslim shalat di puncak bukit berbatu yang dikenal Jabal Rahmah, Arafah, Mekah, Arab Saudi, Sabtu, 15 Juni 2024.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI meminta jamaah dengan visa non-haji agar segera kembali ke tanah air untuk menghindari sanksi berat dari Pemerintah Arab Saudi.

Baca Juga


“Jika tetap memaksakan berhaji, mereka akan terkena sanksi tegas dari Pemerintah Arab Saudi, termasuk denda 10.000 riyal dan larangan masuk ke Arab Saudi selama sepuluh tahun,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi di Kantor Daerah Kerja Bandara Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Jumat (14/6), sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Sabtu.

Ashabul mengonfirmasi bahwa meskipun ada yang telah ditangkap dan dideportasi, masih terdapat jamaah calon haji Indonesia tanpa visa haji yang berada di Makkah. Di sisi lain, pemerintah setempat menegaskan akan menindak mereka yang menggunakan visa non-haji, termasuk visa ziarah dan umrah.“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, cukup banyak jemaah calon haji yang masih berusaha melaksanakan ibadah haji dengan visa non-haji,” kata dia.

Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi menjelaskan, bahwa memang sejak dari tadi pagi sampai menjelang siang terjadi suasana yang agak crowded di Muzdalifah disebabkan karena dua faktor. - (DPR)

Menurut Ashabul, penggunaan visa non-haji berdampak buruk pada penyelenggaraan haji, terutama terkait melebihi kapasitas di Arafah dan Mina.“Jika jamaah sudah overcapacity (melebihi kapasitas), akan mengganggu kenyamanan, ketertiban, dan bahkan keselamatan jemaah,” ucapnya.

Ia mencontohkan kejadian pada tahun 2023. Ketika itu, tenda di Mina yang seharusnya diisi oleh 200 orang, justru diisi hingga 400 orang oleh jemaah yang tidak menggunakan visa haji.

“Ini membuat Kementerian Agama terlihat bertanggung jawab atas kekacauan tersebut, padahal ini ulah oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” ucap Ashabul.

Untuk memasuki Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), tambah dia, jemaah haji harus memiliki tasrih. Menurut Ashabul, banyaknya jemaah visa non-haji yang memiliki tasrih ini menunjukkan adanya pihak-pihak berwenang yang membantu mereka secara ilegal.

Di sisi lain, dia mengatakan bahwa masalah ini muncul akibat tingginya animo umat Islam di Indonesia untuk berhaji dan lamanya masa tunggu. “Karena antrean panjang hingga 40 tahun, muncullah upaya-upaya lain untuk berhaji dengan visa non-haji,” katanya.

Setelah penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, Komisi VIII DPR akan mengadakan rapat kerja dengan Kementerian Agama dan mengundang Pemerintah Arab Saudi serta Kementerian Perhubungan untuk mencari solusi atas persoalan tersebut.“Kami perlu menemukan solusi bersama untuk mengatasi masalah penggunaan visa non-haji ini,” ucap Ashabul.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler