Ini Tiga Sumur Bersejarah Islam di Arab Saudi
Di antara ketiga sumur di Arab Saudi ini, ada yang pernah jadi tempat wudhu Nabi SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jazirah Arabia cenderung mengandalkan sumur untuk pasokan air. Sebab, kawasan beriklim gurun itu tidak memiliki sungai. Tanah Suci, yakni Makkah dan Madinah, juga didukung keberadaan sejumlah sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduknya.
Bahkan, Kota Makkah terbentuk pertama kali sejak penemuan Sumur Zamzam pada masa Siti Hajar, yakni salah seorang istri Nabi Ibrahim AS. Sumber air tersebut dianggap sebagai suatu mukjizat dari Allah SWT dan masih terus produktif hingga hari ini.
Bagi bangsa Arab, kepemilikan sumur menjadi suatu prestise tersendiri. Tidak jarang, peperangan terjadi karena masing-masing kubu saling memperebutkan hak atas suatu sumur. Demikian pula, beberapa perjanjian damai juga dibuat suku-suku untuk menjaga sumur yang menjadi kepentingan bersama.
Dengan datangnya Islam, mereka pun mengenal syariat yang mengharamkan perang pada bulan-bulan tertentu. Ketiadaan konflik dapat membuka peluang tercapainya kesepakatan damai, termasuk dalam hal memperoleh sumber air.
Selain Zamzam, masih banyak sumur lainnya yang menghidupi masyarakat Arab. Beberapa di antaranya berkaitan dengan sejarah dakwah Islam.
Berikut ini adalah tiga sumur historis di Arab Saudi.
Sumur Ghars
Nabi Muhammad SAW tercatat pernah mengambil air wudhu di Sumur Ghars. Sisa air wudhu beliau kemudian ditumpahkan ke dalam sumber air itu. Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah minum dari air sumur yang terletak di Madinah al-Munawarah tersebut. Lokasi persisnya ialah sekitar 1.500 meter arah utara Masjid Quba (kini di tepi Jalan Qirban, dekat Madrasah Dar al-Hijrah).
Nabi SAW pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Bila aku wafat, mandikan jenazahku dengan tujuh bejana dari Sumur Ghars.” Pesan itu pun dilaksanakan. Rasulullah SAW meninggal dunia pada Senin bulan Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah. Orang-orang memandikan jenazah Nabi SAW tanpa melepas pakaian beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Yang melakukan prosesi itu adalah keponakannya, Ali bin Abi Thalib, yang dibantu oleh al-'Abbas dan putranya, al-Fadhl.
Pada zaman sahabat, keunikan Sumur Ghars juga tetap terjaga. Sebagai contoh, suatu ketika Anas bin Malik pernah berkata kepada keluarganya, “Bawakan kepadaku air dari Sumur Ghars karena aku pernah melihat Rasulullah SAW minum dan berwudhu dari sumur itu.”
Kini, pemerintah setempat melindungi Sumur Ghars sebagai suatu destinasi wisata sejarah. Ada tembok yang mengelilingi sumber air itu. Bagaimanapun, pengunjung masih bisa mengamati isi di dalamnya dari luar pagar.
Sumur al-Faqir
Nama lainnya adalah Sumur al-Mitsab atau Sumur Salman al-Farisi. Kisah terkait sumur itu memang tak lepas dari sang sahabat Nabi SAW dari Persia itu. Salman merupakan seorang pencari kebenaran. Mulanya, dia beragama Majusi, lalu Nasrani. Gurunya yang terakhir berpesan, seorang rasul telah diutus dari golongan Arab. Salman pun mengikuti suatu kafilah Arab dengan menyerahkan seluruh ternaknya sebagai imbalan. Sayang, dia ditipu dan justru dijual sebagai budak kepada seorang Yahudi di Yastrib (Madinah).
Singkat cerita, Salman pun bertemu Rasulullah SAW serta menyatakan iman dan Islam. Yahudi yang menjadi majikannya mau membebaskan Salman dengan syarat, sejumlah besar dirham dan pepohonan kurma. Nabi SAW dengan ditemani Ali lantas menuju Sumur al-Faqir. Di sana, beliau berwudhu. Kemudian, Rasul SAW juga ikut menanam kurma yang menjadi tebusan bagi kemerdekaan Salman.
Sumur al-Yasirah
Dahulu, sumur ini bernama al-‘Ihn. Disebut pula sebagai al-‘Asirah, yang berarti ‘sulit.’ Seiring waktu, Yastrib berubah menjadi Madinah, yakni pusat kedaulatan Muslimin pada zaman Rasul SAW. Nabi Muhammad SAW lantas mengubah nama sumur yang dimiliki Bani Umayyah bin Zaid itu menjadi al-Yasirah (‘mudah’). Bahkan, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengambil air wudhu di sana.
Pada masa Perang Uhud, sumur dari kalangan Anshar itu terus dimanfaatkan. Seorang sahabat Nabi SAW, Abu Salamah bin Abdul Asad termasuk yang gugur akibat luka-luka dari pertempuran tersebut. Jasadnya kemudian dimandikan dengan air dari Sumur al-Yasirah, sebelum akhirnya dikembumikan di Madinah. Rasulullah SAW mendoakan kebaikan bagi sang syahid: “Ya Allah ampunilah Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya dalam golongan al-Muqarrabin dan gantikanlah dia dengan kesudahan yang baik pada masa yang telah lampau dan ampunilah kami dan dia, ya Rabb al-’alamiin.”