KPAI Sebut Pemerintah Mestinya Bisa Berantas Judi Online Lewat Satgas
Menurut KPAI, satgas tersebut mestinya berjalan efektif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan dukungan atas inisiatif Presiden Joko Widodo dalam membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan perjudian online. Menurut KPAI, satgas tersebut mestinya berjalan efektif mengingat banyak kementerian yang terlibat untuk memberantas praktik haram tersebut.
“Dilihat dari struktur keanggotaannya, mestinya satgas pemberantasan perjudian online tersebut akan powerfull. KPAI berharap kementerian-kementerian dan lembaga yang terlibat dalam satgas tersebut bekerja optimal agar praktik perjudian online dapat diberantas,” kata Komisioner KPAI Kawiyan dalam keterangannya, Senin (17/6/2024).
Satgas tersebut diketahui dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 21 Tahun 2024. Satgas melibatkan beberapa kementerian koordinator yakni Menko Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Serta berbagai kementerian dan lembaga lainnya.
“Satgas tersebut harus benar-benar bekerja, terutama dalam melakukan pencegahan,” tuturnya.
Kawiyan menuturkan, pencegahan terhadap judi online harus dilakukan dengan beberapa langkah. Di antaranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda.
“Jadi selain melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku judi online, pemerintah juga harus membuat masyarakat sejahtera. Kalau masyarakat sejahtera, mereka tidak akan mengikuti undian atau judi online dengan harapan mendapatkan kemenangan yang tinggi,” tuturnya.
Menurutnya, rata-rata orang yang berjudi ialah yang memiliki uang pas-pasan untuk kemudian ikut taruhan dengan harapan mendapatkan peruntungan. Padahal harapan itu kebanyakan hanya ilusi belaka.
“Kalau orang terlibat judi, yang menjadi korban adalah anak-anak karena kesejahteraan mereka terganggu,” kata Kawiyan.
Kawiyan menyebut KPAI mengusulkan agar dalam satgas pemberantasan judi online tersebut, turut dilibatkan kementerian dan lembaga yang memiliki tupoksi di bidang perlindungan anak. Yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan KPAI.
Lebih lanjut, ia menyebut KPAI pernah menerima laporan dari Serikat Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang mengadukan ada 2.000 siswa SD/SMP/SMA dan MI/MTS dan MA di wilayah tersebut yang terpapar judi online dan gim online yang berafiliasi dengan judi online.
Para siswa yang disinyalir menjadi korban judi online tersebut memiliki kondisi kejiwaan yang labil, halu, kehadiran di sekolah menurun, dan adanya praktek penyimpangan penggunaan uang saku.
“Hasil survei yang dilakukan PGSI tersebut merupakan masukan berharga bagi pemerintah yang harus ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan berupa pencegahan dan penanganan serta penegakan hukum,” kata dia.
Kawiyan melanjutkan, KPAI juga mempercayai data yang disampaikan Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa jumlah korban judi online bukanlah angka yang kecil. PPATK mengungkap temuan perputaran uang di bisnis judi online senilai Rp 327 triliun sepanjang 2023. Sedangkan jumlah transaksi sebanyak 168 juta transaksi dengan jumlah orang 3,2 juta. PPATK juga pernah merilis bahwa besaran transaksi tersebut nilainya Rp 100 ribu ke bawah yang kebanyakan ibu rumah tangga dan anak-anak.
“Jadi, anggka 2.000 anak korban judi yang disampaikan PGSI Kabupaten Demak baru merupakan angka kecil dari secara keseluruhan. Kalau ingin menyelamatkan anak-anak, maka selamatkan mereka dari judi online,” terangnya. Eva Rianti