PBHI Ingatkan Representasi Perempuan dalam Pimpinan KPK

Salah satu faktor kriminogen terjadinya korupsi adalah dorongan dari para istri.

istimewa/tangkapan layar
Diskusi publik: Mencari Pemberantas Korupsi, Menjaga Independensi,Menolak Politisasi, yang diselenggarakan PBHI dan Transparency Internasional Indonesia, Jumat (21/6/2024).
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyarankan Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperhatikan representasi perempuan. 


Menurut Julius,  Presiden Jokowi pernah memiliki rekam jejak memilih pimpinan KPK seorang perempuan. “Perspektif perempuan sangat diperlukan KPK," kata Julius, dalam siaran pers, Jumat, (21/6). 

Menurut riset litbang KPK sendiri, kata Julius, salah satu faktor kriminogen terjadinya korupsi adalah dorongan dari para istri. Hal ini lah salah satu faktor yang membuat keterlibatan perempuan di pimpinan KPK sangat penting.

"Oleh karena itu, terobosan Jokowi dalam menempatkan perempuan menjadi pimpinan KPK sangat ditunggu-tunggu bahkan jika diperlukan dominan dalam komposisi pimpinan KPK dan Dewas sehingga dapat memecahkan permasalahan tersebut dan bahkan menjadi titik balik KPK di masa datang," ujar Julius.

Nilai positif lain, lanjut Julius, adalah dalam konteks seleksi pimpinan lembaga Jokowi pernah punya nilai positif. Yakni memastikan masyarakat sipil menjadi mitra pansel dalam penelusuran rekam jejak kandidat seperti di KY, Komjak dan lain-lain.  "Namun hal ini belum terlihat dalam pemilihan capim KPK," kata Julius.

Selain itu Julius Ibrani juga menyinggung pentingnya Pansel mencari sosok pimpinan KPK yang memiliki background kepemimpinan yang baik dan kuat. Oleh karena itu Julius mengusulkan kepada pansel bahwa titik balik yang dapat mengubah KPK ke depan 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler