Bank Dunia Revisi Inflasi Indonesia Jadi Tiga Persen
Inflasi umum diperkirakan akan tetap stabil, rata-rata sebesar tiga persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia merevisi turun perkiraan inflasi Indonesia menjadi tiga persen pada 2024 dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 3,2 persen. Bank Dunia juga merevisi target inflasi 2025 dan 2026 dari sebelumnya tiga persen menjadi 2,9 persen masing-masing.
"Inflasi umum diperkirakan akan tetap stabil, rata-rata sebesar tiga persen pada 2024 dan 2,9 persen setelahnya, berada dalam kisaran target Bank Indonesia namun menghadapi tekanan kenaikan dari harga pangan dan energi," kata ekonom senior di Bank Dunia Wael Mansour kepada media di Jakarta, Senin (24/6/2024).
Hal tersebut disampaikan Wael dalam menjelaskan laporan terbaru Bank Dunia terkait Prospek Perekonomian Indonesia edisi Juni 2024. Ia menuturkan kenaikan harga pangan menyebabkan meningkatnya inflasi utama saat ini. Harga konsumen naik 2,8 persen dari tahun lalu pada Mei, mengalami peningkatan dari kenaikan sebesar 2,6 persen tahun ke tahun (year on year/yoy) pada Januari.
"Inflasi kembali meningkat di 2024, setelah sempat turun di sepanjang 2023, akibat tekanan harga pangan," ujarnya.
Inflasi utama (headline inflation) naik menjadi 2,8 persen yoy pada Mei, namun tetap berada dalam target 2,5 plus minus satu persen Bank Indonesia.
Kondisi iklim yang buruk mengurangi jumlah panen beras dalam negeri dan mempengaruhi harga pangan secara lebih luas. Inflasi utama diperkirakan akan mencapai rata-rata sekitar tiga persen pada 2024.
"Iklim yang buruk menyebabkan turunnya panen padi domestik dan berpengaruh pada harga pangan secara umum," tutur Wael.
Pemerintah Indonesia meningkatkan upaya untuk meredam laju inflasi dengan menambah kuota impor beras tahun 2024 menjadi 4,1 juta ton, naik dari 3,1 juta ton di tahun 2023, dan memperpanjang program bantuan beras hingga Juni.
Kebijakan stabilisasi harga yakni harga eceran tertinggi beras yang diterapkan oleh Badan Pangan Nasional berimplikasi di luar harapan, sehingga sempat mempengaruhi kurangnya pasokan.
Sementara itu, subsidi bahan bakar minyak (BBM) mampu menstabilkan tarif angkutan dan menurunkan inflasi jasa publik menjadi tiga persen yoy.