Sikap Mabes Polri soal Penanganan Kasus Kematian AM oleh Polda Sumbar
40 orang personel Polda Sumbar sudah diperiksa.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Mabes Polri mempercayakan penanganan hukum kasus kematian anak AM (laki-laki 13 tahun) kepada Polda Sumatera Barat (Sumbar). Korban AM ditemukan meninggal dunia di aliran sungai Jembatan Kuranji, di Kota Padang, setelah ditangkap oleh satuan Sabhara Polda Sumbar, pada Ahad (9/6/2024). Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho mengatakan, Mabes Polri hanya tinggal memantau, dan mengawasi perkembangan dari penyidikan kasus tersebut.
“Pak Kapolda (Sumbar) sudah merilis. Berarti kita ngikutin yang ada di sana,” begitu kata Sandi saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Kata Sandi sampai saat ini, pengusutan penyebab pasti kematian anak AM masih terus di dalami kepolisian. Termasuk kata dia dengan turut memeriksa sejumlah persone Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli sebelum korban anak AM ditemukan warga mengambang tanpa nyawa di aliran sungai.
Anak AM, ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, di Kota Padang, pada Ahad (9/6/2024) siang. Sebelum ditemukan meninggal dunia, disebutkan korban AM diduga sempat mengalami penyiksaan oleh anggota kepolisian setempat. Pada Ahad (9/6/2024) subuh personel kepolisian dari Sabhara Polda Sumbar melakukan patroli dan mendapati korban anak AM yang berboncengan dengan A. Patroli tersebut dikatakan terkait dengan adanya aksi tawuran pelajar. Sebanyak 18 pelajar, dikatakan akan melakukan aksi tawuran. Dan dari 17 yang ditangkap, dikembalikan kepolisian ke pihak keluarga dengan kondisi luka-luka memar, dan lebam akibat penyiksaan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, pada Selasa (25/6/2024) membawa kasus kematian anak AM, dan korban penyiksaan anak-anak lainnya itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta. Selain mengadukan kasus tersebut, LBH Padang selaku tim pendamping hukum keluarga korban anak AM, dan anak-anak lainnya juga mengadukan kasus kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan kepolisian itu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Direktur LBH Padang Indira Suryani, dalam penyampain terpisah, pada Senin (24/6/2024) meyakini anak AM, meninggal dunia akibat penyiksaan.
Bukan cuma anak AM, belasan korban anak-anak lainnya yang ditangkap lantaran dituduh Polda Sumbar akan melakukan aksi tawuran pada Ahad (9/6/2024) subuh itu, juga mengalami luka-luka akibat kekerasan dan penyiksaan. “Selain AM, penyiksaan juga dialami oleh lima orang anak-anak, dan dua orang dewasa (18 tahun) yang menyebabkan luka-luka akibat penyiksaan tersebut,” begitu kata Indira.
Sementara Kapolda Sumbar Irjen Suharyono (23/6/2024) menyampaikan bertanggungjawab atas pengusutan tuntas kasus tersebut.
Kata Kapolda, tim internalnya sudah memeriksa sebanyak 40 saksi terkait kasus tersebut. Termasuk memeriksa 30 anggota Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli dan penangkapan terhadap 18 anak-anak pelajar tersebut. Dari 18 anak yang ditangkap itu, kata Suharyono, 17 di antaranya memang sudah dikembalikan ke pihak keluarga masing-masing. Namun Kapolda membantah kondisi luka-luka yang dialami anak-anak tersebut. Adapun terhadap korban anak AM, kata Suharyono bukan mati karena mendapatkan penyiksaan oleh personel kepolisian antihuru-hara tersebut.
Melainkan, kata Suharyono, anak AM sebelum ditangkap lompat ke sungai untuk menghindari petugas. “Bahwa kesaksian Aditia (A), bahwa memang almarhum Afif Maulana (AM) berencana masuk ke sungai, menceburkan diri ke sungai,” begitu kata Irjen Suharyono. Sampai saat ini Polda Sumbar belum menetapkan satupun orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut. Alih-alih menetapkan tersangka, Kapolda menegaskan akan melakukan penindakan hukum terhadap pihak-pihak yang memviralkan kasus kematian anak AM tersebut.