LBH: Tak Ada ‘Tradisi’ Tawuran Pelajar di Padang
AM tak pernah tercatat terlibat dalam tawuran.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Korban anak AM meninggal dunia diduga mengalami kekerasan, dan penyiksaan oleh satuan Sabhara Polda Sumatera Barat (Sumbar). Diduga kekerasan yang dialami bocah laki-laki 13 tahun tersebut lantaran kepolisian antihuru-hara setempat hendak menghalangi aksi tawuran antarpelajar pada Ahad (9/6/2024) subuh. Namun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengungkapkan korban anak AM, tak pernah punya catatan terlibat dalam aksi-aksi kenalakan remaja.
Koordinator LBH Padang Diki Rafiqi mengatakan, korban anak AM, baru kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dinilai oleh keluarga tak punya riwayat tawuran. Pun, sebetulnya, kata Diki, para remaja pelajar di Kota Padang, tak punya ‘tradisi’ tawuran. “Bahwa korban (anak AM), tidak pernah ikut tawuran,” kata Diki saat ditemui di Kantor Komnas HAM, di Jakarta, Selasa (25/6/2024). Diki, bersama tim LBH Padang mengadukan ke Komnas HAM kasus kematian anak AM, dan korban anak-anak lainnya yang ditangkap, dan mengalami penyiksaan oleh satuan Sabhara Polda Sumbar.
“Kemudian terkait dengan tawuran itu, di Sumatera Barat, atau di Padang sebenarnya, tidak terlalu banyak (sering) terjadi tawuran. Satu bulan sekali belum tentu ada tawuran,” begitu kata Diki. Pun, kata dia, jika memang terkait kasus kematian anak AM tersebut lantaran akan terlibat dalam tawuran, faktanya, ujar Diki, adu jotos antar pelajar versi kepolisian itu, tak pernah terjadi. “Perlu diklarifikasi, bahwa terbukti tawurannya memang belum ada, dan belum terjadi” begitu ujar Diki.
Sebab itu, dikatakan Diki, jika satuan Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli pada saat itu memang berusaha mengantisipasi terjadinya tawuran, semestinya upaya preventif dilakukan dengan cara-cara yang manusiawi, dan humanis. Apalagi, kata Diki, melihat mereka yang ditangkap lantaran diduga akan melakukan tawuran tersebut, adalah kalangan anak-anak dan remaja. “Dan kalau memang untuk bubarkan tawuran, dan tawurannya belum terjadi seharusnya pembubarannya dilakukan dengan cara-cara selayaknya manusia,” begitu ujar Diki.
Namun yang terjadi, kata Diki, dari penelusuran yang dilakukan LBH Padang, berdasarkan saksi-saksi dan korban pembubaran oleh satuan antihuru-hara itu dengan melakukan kekerasan, serta penyiksaan. Korban anak AM, pada saat berkendara bersama temannya A (13 tahun) langsung dipepet oleh kepolisian, dan ditendang hingga jatuh terpental dari kendaraan roda dua. “Jadi pada saat itu, AM bersama temannya A berkendaraan motor lalu ditendang oleh rombongan kepolisian yang berpatroli,” begitu ujar Diki. Dari penelusuran LBH Padang, kata Diki, kesaksian A yang menyebutkan setelah AM terpelanting ke aspal, masih sempat berdiri.
Namun, disebutan korban anak AM dikerubungi oleh sejumlah personel kepolisian yang membawa pentungan dan rotan. A, yang sempat dibawa ke kantor polisi mengaku tak lagi melihat AM. Sampai akhirny, pada Ahad (9/6/2024) menjelang siang, warga menemukan jenazah yang mengambang di aliran sungai di bawah Jembatan Kuranji di Kota Padang. Dan dari identifikasi, jenazah mengambang tersebut adalah korban anak AM. Keluarga korban sempat melakukan autopsi jenazah tersebut ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara. Lalu disebutkan jenazah meninggal dunia lantaran kematian tak wajar.
Dari identifikasi fisik, versi LBH Padang juga disebutkan kondisi jenazah korban anak AM yang mengalami lebam-lebam pada bagian pipi, serta bahu. Dan dikatakan pula korban anak AM mengalami patah enam tulang paru-paru. LBH Padang, juga menelusuri adanya 17 korban anak-anak lainnya yang ditangkap kepolisian lalu mendapatkan ragam penyiksaan. Mulai dari ditendang, disundut api rokok, bahkan mengalami penyetruman.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dalam penyampaian ke media kemarin (23/6/2024) membantah personelnya melakukan penyiksaan terhadap korban anak AM, dan anak-anak yang ditangkap lainnya. Kapolda menduga, AM mengalami luka-luka lebam akibat terjun ke sungai saat dikejar oleh satuan Sabhara. “Saat terjadi pengejaran, ada upaya korban melompat dari motor ke sungai. Dan itu berdasarkan kesaksian dari Aditia (A) saat kita periksa,” begitu kata Kapolda. “Bahwa kesaksian Aditia, bahwa memang almarhum Afif Maulana (AM) berencana masuk ke sungai, menceburkan diri ke sungai,” begitu kata Irjen Suharyono.
Dalam pernyataan sebelumnya, Kapolda mengaku bertanggungjawab atas penyelidikan kematian korban anak AM tersebut. Dan berjanji untuk melakukan pengusutan. Dan dari proses pengungkapan, kata Suharyono internal Polda Sumbar sudah memeriksa sebanyak 40 orang saksi. Termasuk 30 saksi di antaranya, adalah para personel satuan Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli dalam usaha pencegahan aksi tawuran antara pelajar di Kota Padang. Dan dari patroli tersebut, kata Suharyono, tim Sabhara memang menemukan bukti-bukti akan dilakukan tawuran tersebut.