Pengungkapan Kematian Bocah 13 Tahun Terkendala, Komnas HAM: Ada Intimidasi dari Polisi

Polisi diminta terbuka dan tak mengintimidasi dalam mengusut kematian anak di Padang.

Republika/Febrian Fachri
Kapolda Sumatra Barat, Irjen Suharyono. Komnas HAM meminta polisi tidak mengintimidasi saksi korban kasus kematian bocah 13 tahun di Padang.
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono agar menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi dalam pengusutan kasus kematian korban anak AM (13 tahun) di Padang. Kepolisian diminta terbuka tanpa ada yang ditutupi dalam pengusutan kasus tersebut.

Baca Juga


Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, timnya menerima sejumlah pelaporan dan informasi terkait pembatasan kesaksian yang dilakukan kepolisian terhadap saksi-saksi kasus dugaan penyiksaan tersebut. Menurutnya, salah satu bentuk intimidasi dan kriminalisasi yang diduga dilakukan kepolisian di Sumbar adalah pernyataan Irjen Suharyono yang akan menindak pelaku-pelaku penyebar video yang membuat kasus kematian anak AM di media sosial (medsos).

Komnas HAM, kata Hari, mendapatkan pengaduan terkait paksaan dari tim penyidikan Polda Sumbar agar saksi-saksi kasus penganiayaan dan kematian anak AM mengubah pengakuan. Selain itu, kata dia, ada informasi bahwa kepolisian membatasi kesaksian ke tim pendampingan hukum.

“Kepada Kapolri, untuk meminta Kapolda Sumatra Barat agar menghentikan segala bentuk intimidasi, termasuk terhadap keluarga korban, karena ini tentunya akan berdampak psikologis pada korban-korban lainnya, sehingga mereka tidak bisa memberikan keterangan secara sebenar-benarnya,” begitu kata Hari di Komnas HAM, di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

“Bahkan ada keluarga dari korban-korban lainnya yang saat ini ketakuan. Takut anaknya kemudian diproses secara hukum karena dilaporkan sebagai pencemaran nama baik kepolisian,” begitu ujar Hari.

Hari mengungkapkan, salah satu dugaan terjadinya intimidasi adalah terhadap keluarga saksi korban anak A (13). A merupakan teman korban anak AM yang berboncengan dengan motor saat subuh nahas, Ahad (9/6/2024). A, kepada LBH Padang, memberikan kesaksian tentang aksi satuan Sabhara Polda Sumbar yang menendang motor dan membuat AM terpelanting.

A turut dibawa ke kantor polisi. Dari kesaksian kepada LBH Padang, A melihat AM dikerubungi sejumlah personel Sabhara Polda Sumbar yang membawa pentungan dan rotan. A sampai saat ini, kata Hari, berdasarkan pengaduan dari LBH Padang, tak lagi bisa dihubungi atau ditemui untuk memberikan kesaksian.

Kata Hari, dari pengaduan LBH Padang juga, adanya dugaan penghalang-halangan oleh kepolisian agar korban-korban lainnya tak melanjutkan kasus tersebut. Dan agar keluarga-keluarga korban lainnya tak bersedia didampingi oleh LBH Padang.

“Jadi kami minta kepada Kapolri, untuk meminta kepada Kapolda untuk tolong anak buahnya membuka akses-akses perbantuan hukum bagi delapan korban lainnya ini. Karena kami juga menerima informasi, ada satu korban yang juga turut menjadi saksi, tetapi tidak diketahui keberadaannya, dan keluarganya juga mengalami intimidasi,” begitu ujar Hari.

Koordinator LBH Padang Diki Rafiqi usai memberikan pengaduan resmi di Komnas HAM menyampaikan, selain menjadi tim advokasi dari keluarga anak AM, juga turut mendampingi saksi korban A. Akan tetapi, belakangan keluarga saksi korban A tak bersedia memberikan kuasa dan menarik pengakuan sebelumnya. Sedangkan saksi-korban lainnya, yakni W (17 tahun). “Kesaksian W ini juga mengetahui dan melihat posisi korban AM mendapatkan penyiksaan,” begitu ujar Diki.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dalam penyampaian ke media kemarin (23/6/2024) membantah personelnya melakukan penyiksaan terhadap korban anak AM dan anak-anak yang ditangkap lainnya. Kapolda menduga, AM mengalami luka-luka lebam akibat terjun ke sungai saat dikejar oleh satuan Sabhara.

“Saat terjadi pengejaran, ada upaya korban melompat dari motor ke sungai. Dan itu berdasarkan kesaksian dari Aditia (A) saat kita periksa. Bahwa kesaksian Aditia, bahwa memang almarhum Afif Maulana (AM) berencana masuk ke sungai, menceburkan diri ke sungai,” begitu kata Irjen Suharyono.

Dalam pernyataan sebelumnya, Kapolda mengaku bertanggung jawab atas penyelidikan kematian korban anak AM tersebut. Ia juga berjanji untuk melakukan pengusutan. Dari proses pengungkapan, kata Suharyono, internal Polda Sumbar sudah memeriksa sebanyak 40 orang saksi.

Termasuk 30 saksi di antaranya adalah para personel satuan Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli dalam usaha pencegahan aksi tawuran antara pelajar di Kota Padang. Dan dari patroli tersebut, kata Suharyono, tim Sabhara memang menemukan bukti-bukti akan dilakukan tawuran tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler