Anies Dipasangkan dengan Sohibul Iman, Pengamat Politik Terkejut, Ini Alasannya
PKS dinilai lemah dalam melakukan negosiasi.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah resmi mengusung Anies Baswedan dan Sohibul Iman untuk menjadi bakal calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta. Keputusan itu disampaikan langsung oleh Presiden PKS Ahmad Syaikhu pada Selasa (25/6/2024).
Pengamat politik Ray Rangkuti mengaku cukup terkejut dengan perubahan sikap partai berlambang padi yang diapit dua bulan sabit itu. Pasalnya, pada Ahad (23/6/2024), PKS baru saja mengumumkan untuk mengusung Sohibul Iman sebagai bakal cagub DKI Jakarta.
"Ini menunjukan apa yang selama ini saya sampaikan bahwa kelemahan PKS adalah kemampuan mereka dalam negosiasi dan lobi," kata Ray saat dihubungi Republika, Rabu (26/6/2024).
Direktur Eksekutif Lingkar Madani itu mengatakan, setidaknya sudah dua kali PKS menerima kekalahan negosiasi dalam hajatan politik Jakarta. Pertama adalah ketika PKS mengalah untuk tidak menjadikan Mardani Ali Sera sebagai cawagub mendampingi Anies pada Pilgub DKI Jakarta 2024. Setelah itu, mereka juga kehilangan hak untuk mendapatkan posisi wakil gubernur kala Sandiaga melaju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada 2024.
Ray menambahkan, goyahnya kesolidan PKS secara internal juga disebabkan kritik banyak pihak terkait keputusan partai itu untuk Sohibul Iman. Padahal, Sohibul Iman jelas kurang menjual di DKI Jakarta.
"Situasi ini memberi kesempatan barisan Anies di PKS untuk mendorong pasangan Anies-Iman," ujar dia.
Ia menilai, keputusan terbaru PKS juga tidak akan menguntungkan bagi Anies. Pasalnya, Anies dan Sohibul relatif memiliki pengalaman yang sama.
"Saya tidak melihat Anies diuntungkan dengan deklarasi ini. Menduetkan Anies-Iman sama dengan menduetkan dua orang bersaudara," kata dia.
Menurut dia, Anies membutuhkan figur lain yang menguatkan identitasnya bukan sebagai calon yang berada dalam satu lingkaran saja. Mengingat, Jakarta merupakan kota dengan pluralisme yang tinggi.
"Para calon, baiknya mengakomodasi pluralitas wajah Jakarta dalam menetapkan pasangan calon mereka. Melebar, bukan menyempit. Membuka bukan menutup. Maka, situasi ini justru memberi angin segar bagi calon lain untuk lebih mantap masuk ke Jakarta," kata dia.