Cerita Presiden Soeharto, Bangun 999 Masjid di Indonesia
Melalui Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP), Soeharto bangun banyak masjid.
Oleh: Alwi Shahab*)
Pada 1982, Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) sebagai ajakan pada umat untuk menumbuhkan semangat bersedekah. Girah beramal, dalam upaya menghimpun daya dan dana untuk memenuhi kebutuhan kaum Muslimin di dalam melaksanakan ibadah mereka sebagai mayoritas di negeri ini.
Membangun masjid yang merupakan cita-cita didirikannya YAMP, bagi Pak Harto merupakan kebutuhan yang tak terhindarkan umat Islam. Keberadaan masjid, selain sebagai sarana beribadah, juga merupakan simbol terwujudnya persatuan dan kesatuan masyarakat dalam ukhuwah Islamiyah. Dan, yang lebih penting, bagaimana kaum Muslimin bisa mencintai masjid sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya.
Pertimbangan lain yang mendasari berdirinya YAMP kala itu adalah kemampuan pemerintah yang masih sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan umat Islam. Ajakan Pak Harto untuk memberikan sedekah tersebut kemudian ditanggapi Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri (1982) dan anggota ABRI (kini bernama TNI) melalui surat Panglima ABRI, Jenderal Benny Moerdani.
Maka, pada tahun 1982 juga, YAMP mengumpulkan dana yang berasal dari pegawai negeri sipil (Korpri), ABRI (termasuk Kepolisian RI) yang beragama Islam. Nilainya sebagai berikut: Rp 50 (untuk golongan I), Rp 100 (golongan II), Rp 500 (golongan III), dan Rp 1.000 (golongan IV). Jadi, penghimpunan dana berdasarkan jenjang masing-masing pegawai. Hal ini sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan (kini Kementerian Keuangan).
Gagasan ini disampaikan Pak Harto selaku pemrakarsa YAMP kepada menteri keuangan pada 8 Desember 1982. Potongan gaji yang sedemikian kecilnya ternyata sangat bermanfat bagi umat Islam.
Pak Harto sebagai sebagai seorang Muslim serta pendiri YAMP pernah menyatakan, “Bahwa dengan memberi sedekah sebesar itu harus dikelola secara profesional, akuntabel, dan transparan, diharapkan dapat memperoleh kepercayaan dan memberi manfaat yang besar bagi umat.”
Tepat pada tahun 2009, sebagaimana yang sudah direncanakan, yayasan ini telah berhasil membangun sebanyak 999 unit masjid di seluruh Indonesia. Masjid terakhir diselesaikan tepat pada 2009 sesuai pesan Soeharto.
Pembangunan masjid yang dilakukan YAMP memiliki bentuk yang khas. Pilihan jenis bangunan adalah bentuk Masjid Demak (Jawa Tengah) yang memiliki tiga cungkup dengan puncak masjid berbentuk segilima (yang menggambarkan Pancasila). Kemudian, terdapat bentuk lafaz Allah pada bagian tengah puncak itu.
Bentuk ini mengandung makna filosofis yang menggambarkan perjalanan manusia menuju Allah SWT. Tiga cungkup menggambarkan alam kehidupan manusia yang terdiri atas: Alam Purwa, Alam Madyo, dan Alam Wusono.
Prof Ahmad Syafi’i Maarif, seorang tokoh Muhammadiyah, pernah terlibat dalam pembangunan masjid di Yogyakarta, Bojonegoro, dan di kampungnya sendiri, yakni Sumpurkudus, Sumatra Barat. Pembangunan masjid itu dengan biaya dari YAMP.
Dalam hal ini, Syafi'i Maarif pernah mengusulkan agar bentuk bangunan masjid disesuaikan dengan pola budaya setempat. Usulan tersebut dilandasi atas semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" agar bentuk-bentuk masjid yang dibangun YAMP benar-benar mewakili keragaman budaya bangsa.
YAMP juga memberikan sumbangan pada tahun 1995 untuk menyelesaikan pembangunan Masjid al-Hikmah di New York, Amerika Serikat (AS), sebesar 150 ribu dolar AS. Setahun kemudian, dana sebesar 150 ribu dolar AS untuk pembangunan masjid di Papua Nugini.
Selain itu, YAMP juga menyalurkan bantuan untuk rumah sakit embarkasi haji di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Pada 1998, presiden ketiga RI BJ Habibie, yang menggantikan Pak Harto, menghentikan potongan-potongan gaji para PNS (Korpri) serta anggota TNI/Polri tersebut.
*) Alwi Shahab atau akrab disapa Abah Alwi (1936-2020) merupakan tokoh pers Indonesia. Jurnalis senior Harian Republika ini telah menerbitkan belasan buku tentang kebudayaan dan sejarah, termasuk yang menyoroti ihwal masyarakat Betawi. Tulisan ini disadur dari Harian Republika edisi 13 Maret 2014.