Bandingkan KPK Masa Lalu, Mahfud MD: Keberanian Pemberantasan Korupsi Sekarang Merisaukan

Ada kasus seseorang sudah jadi tersangka kemudian dibebaskan setelah praperadilan.

Republiika/Febrianto Adi Saputro
Cawapres Pilpres 2024 Mahfud MD menyampaikan sambutan pada Seminar Nasional
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, memberikan evaluasi terhadap reformasi yang sudah berjalan 26 tahun. Ia berpendapat, keberanian memberantas korupsi jadi yang paling merisaukan dari aparat-aparat penegak hukum hari ini, termasuk di KPK.


"Yang paling merisaukan, kalau apa saja tentu banyak, keberanian memberantas korupsi. Coba bayangkan dulu (KPK) di zaman Taufiqurahman Ruki, lalu yang kedua zamannya Antasari Ashar, yang kemudian dilanjutkan oleh Abraham Samad dan seterusnya, Agus Raharjo, itu kan masih lumayan bagus," kata Mahfud dalam podcast Terus Terang di YouTube Mahfud MD Official yang disimak pada Sabtu (29/6/2024).

Menkopolhukam periode 2019-2024 itu menuturkan rakyat memang mengalami masa indah reformasi, kira-kira dua periode pertama reformasi. Menurut dia, periode pertama itu sangat bagus, periode kedua masih bagus, tapi masuk periode tiga sudah mulai tidak benar.

Ia melihat, semakin lama reformasi malah semakin tidak benar. Menurut Mahfud, itu dikarenakan demokrasi digunakan alat untuk membuatkan hukum yang dalam teori ilmu hukum disebut hukum ortodoks, konservatif, elitis, menindas dan sebagainya.

Padahal, ia mengingatkan, pada awal reformasi sangat gembira karena semua dengan penuh semangat bertekad memperbaiki negara ini dari kebobrokan. Mulai dari korupsi kolusi dan nepotisme di zaman Orde Baru, bahkan berhasil meruntuhkannya.

"Karena, pada waktu itu Undang-Undang (UU) KPK yang lama itu mengatakan komisioner KPK itu mempunyai wewenang seperti jaksa, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan, sehingga menetapkan banyak tersangka," ujar Mahfud.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu melihat sekarang itu semua tidak lagi terjadi. Ia menerangkan, sejak 2019 itu kalau komisioner KPK mengatakan seseorang tersangka, lalu Direktur Penyidikan KPK tidak mau, kasusnya tidak jalan.

Ia menekankan, hari ini saja ada kasus yang sedang menjadi pergunjingan di kalangan aktivis. Pasalnya, ada seorang tersangka, sudah oke ditetapkan sebagai tersangka, tiba-tiba oleh praperadilan orang yang sudah ditetapkan tersangka itu dibebaskan.

Padahal, Mahfud menyampaikan, sangat mudah jika ingin menghadapi praperadilan karena bukti-bukti yang ada sudah sangat kuat. Apalagi, pimpinan-pimpinan KPK sudah rapat beberapa kali dan memang menyatakan orang itu layak jadi tersangka.

Tapi, ketika di tingkat direktur tidak jalan, termasuk jika Direktur Penindakan KPK tidak mau, kasusnya tetap tidak akan berjalan. Menurut Mahfud, kejadian-kejadian seperti itu memang menjadi satu contoh nyata adanya pelemahan-pelemahan di tubuh KPK.

"Ya pelemahan, satu pelemahan, sehingga sekarang tidak punya gigi tuh KPK, coba bandingkan dengan Kejaksaan Agung, jauh kan KPK sekarang. Padahal, dulu ditakuti oleh Kejaksaan Agung sekalipun," ujar Mahfud.

Meski begitu, Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu menilai, ada baiknya Kejagung yang semakin kuat hari ini. Bahkan, Mahfud menambahkan, dalam negara seperti Indonesia memang seharusnya Kejaksaan Agung menjadi institusi yang paling kuat.

"Karena Kejaksaan Agung itu punya institusi sampai ke tingkat kabupaten, kalau KPK kan hanya di Jakarta strukturnya, di daerah-daerah bisa dibentuk pengadilan tergantung kasusnya, iya kan, tapi kalau Kejaksaan Agung kuat wah hebat negara ini," ujar Mahfud.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler