Jalan Kaki dan Bersepeda Bantu Jaga Kebugaran Usai Beribadah Haji
Kembali ke kampung halaman, jamaah haji harus perhatikan kondisi kesehatan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) mengatakan melakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki dan bersepeda dapat membantu kebugaran fisik jamaah yang baru tiba di tanah air tetap terjaga usai mengikuti rangkaian ibadah haji yang panjang.
“Usai mengikuti haji, kita bisa melakukan olahraga yang intensitas kekuatannya rendah. Misalnya dia bisa berjalan kaki atau melakukan bersepeda statik di rumah tanpa adanya pembebanan yang tinggi,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perdokhi Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR, MARS, AIFO–K, kepada ANTARA melalui telepon di Jakarta, Senin.
Menanggapi pulangnya ribuan jamaah haji ke Indonesia, Syarief menekankan pentingnya jamaah haji untuk secara bertahap melakukan olahraga ringan agar tubuh tidak mengalami kaget gerak akibat lama duduk di dalam pesawat maupun usai melakukan kegiatan haji yang panjang.
Pada olahraga berjalan kaki, dia menyarankan jamaah melakukannya secara perlahan di tempat yang aman dan melingkar dibandingkan berbukit atau banyak turunan. Lokasi itu baik bagi penderita yang memiliki komorbid seperti penyakit paru-paru atau penyakit jantung.
Bagi jamaah haji yang lebih senang melakukan olahraga di dalam rumah, mengayuh sepeda statis dapat dijadikan pilihan yang tepat karena tidak memerlukan banyak gerakan dan berpindah dalam satu waktu. Syarief menyebut jenis olahraga lain yang dapat dilakukan di rumah adalah aerobik dengan intensitas gerakan yang rendah sampai sedang untuk kelenturan semua sendi pada tubuh.
Sementara untuk olahraga lain seperti yoga dan zumba, Syarief menilai jamaah dapat melakukannya dengan catatan bagi penderita komorbid disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.
“Tergantung pada komorbiditasnya, tergantung jenis komorbidnya. Kalau komorbidnya karena hipertensi ataupun diabetes harus disesuaikan dengan pola minum obatnya, aktivitasnya, apakah dia memang sudah stabil atau belum tergantung dari komorbid,” kata dia.
Begitu pula dengan penderita asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penderita hipertensi.
“Bagaimanapun harus diukur dulu nadinya, dia harus belajar menghitung nadi, mengenali diri sendiri terhadap kemampuan intensitas fisiknya. Apabila nadinya sudah beranjak naik dia harus beristirahat sejenak, jangan sampai lebih dari 120 dan (pemeriksaan) itu bisa dilakukan secara mandiri,” kata Syarief.