Maksud Hadits Anjuran Ingat Kematian dan 2 Manfaatnya Menurut Imam Ghazali
Mengingat kematian mempunyai sejumlah keutamaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya untuk senantiasa mengingat kematian. Hal ini terungkap dalam sejumlah sabdanya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).
Lantas bagaimana memahami hadits tersebut? Kematian adalah sesuatu yang pasti. Setiap yang bernyawa pasti mengalaminya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat Alquran sebagai berikut:
Pertama, kematian adalah nasib makhluk hidup
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali Imran [3]: 185).
Kedua, kedatangannya tiba-tiba dan tidak dapat dihentikan
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۗ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۚ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).”(QS Yunus [10]: 49).
Ketiga, walaupun berusaha lari, mereka tidak akan pernah lepas dari kematian
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS Al-Jumu'ah [62]: 8).
Namun, kematian bukanlah ....
Namun, kematian bukanlah akhir kehidupan. Ia hanya pintu gerbang menuju alam akhirat. Di sana setiap manusia akan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di dunia di hadapan Allah SWT.
Kemudian dia akan mendapatkan balasan atas apa yang telah diperbuat. Apakah ia mendapatkan keselamatan atau siksa, sangat ditentukan oleh amalnya selama di dunia.
Prinsipnya, dunia adalah tempat menanam dan akhirat tempat memanen.
Di sinilah letak pentingnya mengingat kematian.
Setiap Muslim berpeluang untuk menyimpang dari jalan lurus. Jalan yang diyakininya dapat mengantarkan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Dengan mengingat kematian, ia akan teringat kepada misi hidupnya. Ia akan ingat bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan. Yang kemudian, ia berupaya kembali pada jalan benar.
Mengingat kematian, menurut Imam Al-Ghazali, dapat pula mengobati jiwa yang sakit, menyegarkan spiritual yang letih dan membangun kembali kekuatan dan energi batiniah yang tidak berdaya.
Maka semakin banyak mengingat kematian, semakin meningkat pula ketekunan dan optimisme dalam melaksanakan hak-hak Allah SWT, di samping semakin ikhlas dalam beramal.
Mengingat kematian adalah sarana yang tepat untuk mensucikan jiwa, meredam gejolak nafsu dan melembutkan hati.
Sebaliknya lupa akan kematian akan menyebabkan tidak terkontrolnya nafsu, kerasnya hati, sehingga ia lupa terhadap kewajibannya sebagai manusia. Banyak cara bisa digunakan untuk mengingat kematian, di antaranya dengan berziarah kubur. Sabda Rasulullah SAW:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
''Semula aku melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang, berziarahlah kalian!'' (HR Muslim).
Ziarah yang dimaksud bukan untuk meminta sesuatu dari ahli kubur, tetapi untuk mengingatkan bahwa kita pun akan seperti mereka.
Tidak ada batasan kuburan siapa yang mesti diziarahi. Tidak hanya kubur orang-orang terkenal saja, kuburan siapa saja bisa diziarahi.
Membaca kisah wafatnya Nabi SAW, para sahabat, orang-orang saleh dan para ulama, juga bisa dilakukan. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah-kisah mereka. Paling tidak dengan membacanya terlintas keinginan untuk meninggal dalam husnul khatimah seperti mereka.
Mengingat kematian, selain bermanfaat, juga merupakan sunnah yang harus terus dilestarikan. Dengan harapan sunnah yang baik ini dapat mensucikan jiwa dan melembutkan hati.