Kementerian BUMN Apresiasi FGD Republika Sehati untuk Bumi
Solusi ESG harus terus digali untuk mencari solusi yang lebih efektif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tedi Bharata menyampaikan, untuk mencari solusi dalam implementasi aspek Environment, Social and Governance (ESG) harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Hal itu disampaikan Tedi dalam Focus Group Discussion (FGD) Sehati untuk Bumi yang digelar Republika.
"Ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tidak hanya tanggung jawab BUMN, tapi juga seluruh stakeholder untuk sama-sama mencari solusi ESG," kata Tedi di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (4/7/2024).
Menurut Tedi, perkembangan teknologi juga akan menawarkan solusi yang inovatif. Dia mengatakan, solusi saat ini berpotensi tidak relevan untuk periode beberapa waktu ke depan.
Sehingga, kata Tedi, solusi ESG harus terus digali untuk mencari solusi yang lebih efektif dan mempercepat emisi nol. "Sehingga, diskusi lintas stakeholder ini penting. Jadi saya apresiasi dengan Republika untuk inisiasi ini," kata Tedi.
Tedi menekankan, hasil FGD pun harus bisa menghasilkan dampak nyata. "Kalau ada workshop harus didetailkan. Impact, jangan kita fokusnya hanya event, tapi pada impact, itu lebih penting," kata Tedi.
FGD Republika Sehati untuk Bumi ini berhasil terselenggara berkat dukungan PT Pertamina (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkomsel, PT Bukit Asam Tbk, PT Pupuk Indonesia (Persero), dan Bursa Efek Indonesia. Diskusi ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan mulai dari unsur pemerintah, korporasi, akademisi, dan pemerhati lingkungan.
Para stakeholder ini berbagi pengalaman dan tantangan untuk memenuhi ESG. Kemudian, bagaimana ESG dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mendorong target pemerintah dalam mencapai net-zero 2060.
Sejumlah stakeholder dari BUMN turut mengungkapkan mereka perlu menyeimbangkan antara memenuhi kewajiban sebagai perusahaan negara untuk menyediakan layanan terjangkau dan menjaga ketahanan energi. Di sisi lain, mereka juga perlu memenuhi dorongan dari investor untuk menjalankan praktik ESG dalam operasional mereka.
Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen di bawah kondisi "business-as-usual" pada tahun 2030 (target tanpa syarat). Dengan dukungan internasional, target ini meningkat menjadi penurunan 41 persen (target bersyarat). Tujuan akhir Indonesia adalah mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.