Rasio Utang Negara Bakal Capai 50 Persen dari PDB di Era Prabowo, Pengamat: Warning!

Ketika mengambil utang, harus jelas tujuannya untuk pertumbuhan ekonomi.

Edi Yusuf/Republika
Suasana Summarecon Mall Bandung, Kamis (18/1/2024). Pengamat mengingatkan pemerintahan baru berhati-hati saat menaikkan rasio utang.
Rep: Eva Rianti Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu rasio utang negara pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal meningkat mencapai angka 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kembali mencuat. Pengamat kembali mewanti-wanti bahwa peningkatan yang cukup tinggi, dibandingkan saat ini di angka 39 persen dari PDB, merupakan hal yang patut diingatkan. 

Baca Juga


“Itu menjadi warning sekali,” kata Peneliti yang juga Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini saat dihubunggi Republika.co.id, Jumat (12/7/2024).

Meskipun angka ambang batas rasio utang negara berdasarkan amanat Undang-Undang adalah 60 persen dari PDB, Eisha lebih menilik pada konteks kepastian produktivitas penggunaan dana, di tengah kondisi menurunnya penerimaan atau pendapatan, serta sentimen ketidakpastian ekonomi yang terjadi dewasa ini.

“Ketika ambil utang, harus benar-benar tujuannya untuk pertumbuhan ekonomi, untuk infrastruktur, dan lain-lain, tapi kan ke depan dengan situasi geopolitik yang masih mengkhawatirkan, perekonomian juga masih mengkhawatirkan, juga dari sisi penerimaan (menurun), ini menjadi warning kita,” jelasnya.

Eisha berpendapat, munculnya isu rencana peningkatan rasio utang negara tersebut memang tidak terlepas dari berbagai program ambisius era Prabowo-Gibran. Di antaranya program makan bergizi gratis yang ditaksir bakal memakan anggaran hingga sekitar Rp 466 triliun. Juga program lanjutan dari Presiden Joko Widodo yakni megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang juga membutuhkan anggaran Rp 466 triliun. Belum lagi proyek-proyek pembangunan infrastruktur lainnya yang menelan biaya besar.

Seiring dengan kebutuhan dana yang banyak, tak ayal muncul ide untuk meningkatkan rasio utang negara. Namun, Eisha mengingatkan tentang kondisi fiskal yang masih terbatas. Hal itu seiring dengan menurunnya penerimaan negara.

Per semester 1-2024 saja tercatat realisasi APBN mengalami defisit hingga Rp77,3 triliun. Defisit pada semester pertama tahun ini mencakup 0,34 persen dari PDB. Padahal pada semester 1-2023, kondisinya masih surplus Rp 152,3 triliun.

“Kalau kita lihat fiskal, utang itu kan memang ambang batas 60 persen, tapi seharusnya tidak memaksimalkan ke sana dengan kita yang saat ini di 38—39 persen, ruang fiskalnya jadi lebih sedikit dan sempit, kalau kita bicara tentang keberlanjutan fiskal ke depan, dalam arti kalau kita ambil utang saat ini mampu enggak dibayar di masa yang akan datang,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan,  desas desus Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menaikan rasio utang dari 39 persen menjadi 50 persen dari produk domestik bruto (PDB) kembali mencuat. Hal tersebut disampaikan adik kandung Prabowo Hashim Djojohadikusumo.

Rencana tersebut sudah....

 

Menurut Hashim rencana tersebut bahkan sudah dilaporkan ke Bank Dunia. “Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan menurut mereka 50 persen adalah tindakan yang bijaksana,” ujar Hashim saat berbincang dengan Financial Times dikutip di Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Kepada Financial Times, Hashim mengakui kenaikan rasio utang untuk membiayai makan bergizi gratis yang merupakan program unggulan pasangan Prabowo-Gibran. Namun, lanjut Hashim, kenaikan rasio utang tersebut akan dilakukan bersamaan dengan menaikkan pendapatan negara.

“Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan tingkat utang. Untuk Pendapatannya bisa mulai dari pajak, pajak ekspor, royalti dari penambangan dan pajak impor,” kata Hashim.

Saat dikonfirmasi terpisah, Bank Dunia tidak mau menanggapi permintaan komentar perihal hal itu. Berdasarkan peraturan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah ditetapkan maksimal 60 persen dari PDB.

Rencana pinjaman pemerintah Prabowo menandai pergeseran besar dari sikap fiskal konservatif Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengubah Indonesia menjadi kekuatan komoditas. Hashim adalah salah satu penasihat terdekat Prabowo dan akan memainkan peran penting pada Oktober nanti.

Hashim disebut sudah menyampaikan ide itu dalam pertemuan dengan perusahaan dan konsultan pada Juni 2024. Menurut sumber, Hashim mengatakan, pemerintah Prabowo akan mencapai target dari 39 persen menjadi 50 persen utang dari PDB secara bertahap yakni naik sebanyak dua persen dalam jangka lima tahun.

Kepada Financial Times, Hashim mengaminkan hal tersebut. Menurut dia, kenaikan rasio utang sejalan dengan negara lain di Asia Tenggara. “Kami akan tetap membuat investment grade pada level tersebut,” ujarnya.

Hashim menambahkan, akan ada inisiatif lain yang mendukung target pertumbuhan tahunan Prabowo sebesar 8 persen, termasuk membangun lebih banyak pembangkit listrik, rafineri dan rumah tangga, dan memperluas produksi makanan. Prabowo berencana mendirikan lembaga pendapatan negara untuk meningkatkan pengumpulan pajak.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler