Pakar Tata Negara Soroti Revisi UU Wantimpres Terkesan Janggal

Perubahan RUU Wantimpres dilakukan saat mendekati akhir masa jabatan Presiden Jokowi.

Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Rep: Erik PP/Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres) menjadi nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dinilai menyalahi konstitusi RI. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai, langkah itu juga bertentangan dengan semangat reformasi.

Baca Juga


Pasalnya, dalam Bab 4 UUD 1945 hasil amandemen menghapus DPA. Hasil diskusi dari para pelaku perubahan UUD 1945, kata Feri, penghapusan itu dibangun untuk mengefisiensi dan mengefektifkan pemurnian sistem presidensial.

"Oleh karena itu DPA dihapuskan dan presiden melalui UU akan diberikan wewenang untuk membentuk Wantimpres yang berada di bawah kuasa presiden atau bagian staf presiden di Istana Negara," kata Feri ketika dihubungi wartawan dikutip di Jakarta, Sabtu (13/7/2024).

Feri menyoroti usulan perubahan RUU Wantimpres yang terkesan janggal. Apalagi, perubahan RUU Wantimpres dilakukan saat mendekati akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Karenanya kuat dugaan Presiden Jokowi menghendaki jabatan sebagai ketua DPA, sehingga kemudian melakukan perubahan yang menyebabkan tidak lagi DPA berada di bawah kewenangan presiden, tetapi ada di lembaga sendiri atau negara baru," kata Feri.

Karena itu, menurut Feri, usulan DPA yang digulirkan Baleg DPR tidak sesuai dengan UUD 1945, dan cenderung melanggar serta bertentangan terhadap konstitusi. "Semestinya presiden harus menyadari bahwa ini tidak elok hanya sekadar mengejar jabatan ketika sedang berakhir, lalu membuat lembaga baru. Dan bagi presiden terpilih ini juga berbahaya karena presiden tidak lagi dimurnikan kekuasaannya," ujar Feri.

Merujuk hal itu, Feri menilai, langkah politis Jokowi pada akhir masa jabatannya sangat bertentangan dengan UUD 1945. Apalagi, sambung dia, usulan Jokowi mengubah UU bertabrakan satu sama lain terhadap konstitusi.

Pakar hukum tata negara lainnya Aan Eko menilai, usulan DPR soal RUU Wantimpres menjadi DPA bertentangan dengan semangat reformasi. Keberadaan Wantimpres di bawah presiden saat ini, kata Aan, sudah sesuai dengan cita-cita membangun negara hukum.

Tanggapan Puan...

Ketua DPR RI Puan Maharani tak ingin pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres)justru menyalahi UUD 1945. Dia pun belum bisa memastikan, Wantimpres akan berubah nomenklatur menjadi DPA.

Menurut Puan, hal tersebut akan tergantung pada pembahasan selanjutnya. "Nanti seperti apa namanya bentuk dari lembaga tersebut ya kita lihat nanti pembahasannya," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2024).

Sejauh ini, menurut Puan, RUU tersebut bakal berisi tentang penguatan terhadap lembaga tersebut. Adapun RUU tersebut telah disetujui dalam Rapat Paripurna untuk menjadi usul inisiatif DPR RI.

Puan menjelaskan, pembahasan RUU tentang Wantimpres akan dibahas pada masa sidang selanjutnya Agustus 2024. Pasalnya, rapat paripurna yang menyetujui RUU tersebut menjadi usul inisiatif merupakan rapat penutupan masa sidang.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler