Pakar: Pegi Setiawan Belum Aman dari Jerat Pidana

Penetapan tersangka terhadap Pegi harus menggunakan bukti baru.

Republika/Lilis Sri Handayani
Pegi Setiawan tiba di rumahnya di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Selasa (9/7/2024). Kedatangannya disambut ratusan warga. Pegi juga melantunkan sholawat dan menyampaikan terima kasih kepada warga yang menyambutnya.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pegi Setiawan (PS) masih belum aman dari status hukum baru pascagugurnya label tersangka terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat (Jabar). Praktisi hukum pidana Boris Tampubolon mengatakan, meskipun putusan praperadilan PN Kota Bandung sudah menggugurkan status tersangka terhadap Pegi, namun Polda Jabar dapat kembali menebalkan status hukum yang sama terhadap buruh bangunan 27 tahun itu.

Baca Juga


Penetapan tersangka baru terhadap Pegi, kata Boris, diharuskan menggunakan bukti-bukti baru. “Secara prinsip hukum, jangankan Pegi, siapa pun masih dapat ditersangkakan selama ada bukti keterkaitannya dalam kasus pembunuhan Vina ini,” kata Boris dalam keterangan pers yang diterima, di Jakarta, Senin (15/7/2024).
 
Akan tetapi, Boris mengingkatkan kepolisian perihal Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.
Dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan MA itu menebalkan, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan terkait dengan tidak sahnya penetapan tersangka, tak menggugurkan kewenangan penyidik dalam penetapan tersangka ulang terhadap pemohon.
 
Dalam penetapan tersangka ulang yang dilakukan penyidik tersebut, harus berdasarkan bukti-bukti baru yang berbeda dari dasar penetapan tersangka sebelumnya dalam perkara yang sama.
 
“Jadi kalau Pegi mau ditersangkakan lagi, maka penyidik harus menggunakan bukti-bukti yang sah dan baru, yang berbeda dengan alat-alat bukti yang sudah ada sebelumnya. Artinya, alat buktinya tidak boleh sama dari yang sebelumnya,” kata Boris.
 
Pun, kata Boris menegaskan, bukti-bukti baru tersebut, harus berdasarkan temuan penyidik yang bersumber dari validitas terkait perkara. Kemudian juga diperoleh dari prosedur yang sesuai. Artinya, kata Boris bukan alat-alat bukti hasil dari rekayasa.
 
“Karena bila bukti-bukti baru itu diperoleh secara tidak sah, maka bukti-bukti tersebut tetap tidak bisa digunakan sebagai alat bukti, dan tidak memiliki nilai pembuktian,” ujar Boris.
 
Menurut Boris, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky ini, sejumlah bukti baru sebetulnya masih dapat diperoleh. Selain itu, dikatakan Boris, dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia, memberikan celah putusan yang berdasarkan atas keyakinan hakim. “Artinya alat bukti yang dikumpulkan, harus bisa meyakinkan hakim,” ujar Boris.
 
 

Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky, alat bukti yang bisa meyakinkan para hakim, bukan cuma berdasarkan pengakuan saksi-saksi yang selama ini menjadi basis penyidikan Polda Jabar. Akan tetapi, penyidik kepolisian harus mengacu pada alat-alat bukti yang hingga kini belum ditampilkan. Yaitu, berupa alat-alat bukti yang berasal dari scientific crime investigation. “Misalnya, berupa CCTV, video, chat, atau juga hasil tes DNA,” begitu kata Boris.
 
Jika penyidik tetap mengambil keterangan saksi-saksi sebagai dasar pembuktian atas satu peristiwa pidana, pegangan penyidik atas pengakuan tersebut, bakal lemah. “Kalau penyidik hanya mendasarkan bukti barunya berupa keterangan dua saksi yang menyatakan melihat Pegi ada di lokasi kejadian, maka pihak Pegi, juga bisa menghadirkan dua saksi yang menyatakan, kalau pada saat kejadian tidak ada Pegi di TKP,” begitu kata Boris.
 
Maka menurut Boris, dengan perimbangan saksi penyidik versus saksi dari pihak Pegi, akan memunculkan keragu-raguan dari hakim dalam memutus perkara. Jika hakim merasakan ragu atas tumpang tindih kesaksian, kebijaksanaan ‘Wakil Tuhan’ itu bakal memilih untuk membebaskan. “Dalam hukum ada namanya asas in bubio proreo, yaitu bila hakim ragu, maka hakim wajib membebaskan terdakwa,” katanya.
 
Kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon saat ini belum dihentikan penyidikannya. Pada Senin (8/7/2024) lalu, Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung melalui hakim praperadilan Eman Sulaeman memutuskan untuk membebaskan status tersangka Pegi Setiawan. Kuli bangunan 27 tahun itu bebas setelah hampir tiga bulan dalam penahanan di Polda Jabar lantaran dituduh menjadi salah-satu dari tiga buronan pelaku pembunuhan Vina dan Eky. Pembebasan status hukum tersebut, belum berujung pada penghentian kasus.
 
Karena Polda Jabar masih mengacu pada putusan pengadilan 2018, yang menyebutkan masih adanya tiga DPO terkait pembunuhan Vina dan Eky yang belum ditangkap. Sementara tujuh terpidana saat ini menjalani pidana penjara seumur hidup. Dan satu terpidana yang sudah bebas dari hukuman penjara delapan tahun penjara, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah praperadilan PN Kota Bandung membebaskan Pegi Setiawan dari status tersangka.
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler