Dalih Pemprov DKI Jakarta di Balik Pemecatan Berjudul 'Cleansing Guru Honorer'

P2G mendapat laporan 107 guru honorer di DKI Jakarta dipecat pada tahun ajaran baru.

Sejumlah guru honorer melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta. (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Baca Juga


Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta merespons kabar pemecatan yang dilakukan terhadap guru honorer. Disdik DKI Jakarta berdalih pemecatan tersebut demi memperbaiki tata kelola pendidikan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI Budi Awaluddin mengklaim pemecatan itu bertujuan memperbaiki kualitas pendidikan.

"Berbenah diri dalam rangka optimalisasi kualitas pendidikan dari segala sektor, baik unsur teknologi, sarana dan prasarana, aksesibilitas pendidikan, serta termasuk tenaga pengajar," kata Budi dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).

Budi menegaskan pendidikan berkualitas menjadi perhatian khusus dalam upaya menciptakan generasi unggul dimasa yang akan datang. Dinas pendidikan telah melakukan analisis serta koreksi mutu pendidikan secara komprehensif.

"Tujuannya agar terbentuk transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengelolaan pendidikan termasuk tenaga pendidik di DKI Jakarta," ujar Budi.

Budi menyebut mutu serta kompetensi dari tenaga pengajar menjadi prioritas untuk ditata.

"Karena sentuhan serta pola mengajar dari guru maka dapat langsung terlihat prestasi yang dapat diraih oleh siswa/siswi di sekolah," lanjut Budi.

Budi meyakini aksi pemecatan terhadap guru honorer mendapat restu dari wali murid. Sebab tujuan pemecatan pada akhirnya demi memperbaiki kualitas pendidikan.

"Kami optimis para orangtua/wali murid dapat mendukung atas upaya yang kami lakukan dengan perbaikan mutu pendidikan ini. Agar ke depan para murid dapat meraih harapan dan cita-cita kita semua," ucap Budi.

Disdik DKI Jakarta beralasan pemecatan itu karena pengangkatan guru honorer sudah bermasalah. Budi menyebut saat ini jumlah honorer di lingkungan Dinas Pendidikan jumlahnya mencapai 4.000 orang, yang merupakan akumulasi penambahan sejak 2016.

"Berdasarkan Persesjen Kemdikbud No. 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh Kepala Dinas," kata Budi.

Tetapi ternyata, menurut Disdik DKI Jakarta pengangkatan guru honorer ini bermasalah. Penyebabnya karena pengangkatan malah dilakukan Kepala Sekolah.

"Dari seluruh honor yang ada saat ini dan tidak ada satu pun guru honor yang diangkat Kepala Dinas sehingga NUPTK-nya tidak dapat diproses, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Budi.

Nasib guru honorer - (Republika.co.id)

 

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memperoleh laporan 107 guru honorer di DKI Jakarta yang dipecat oleh pihak sekolah. Pemecatan ini dilakukan di saat dimulainya tahun ajaran baru pada awal bulan ini.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan ratusan guru yang dipecat tersebut berasal dari jenjang SD, SMP hingga SMA.

"Pada 5 Juli atau pada minggu pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran baru 2024/2025 di DKI Jakarta, para guru honorer mendapatkan pesan horor. Yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah," kata Iman saat dikonfirmasi pada Rabu (17/7/2024).

Iman menyampaikan para kepala sekolah mengirimkan formulir 'Cleansing Guru Honorer' kepada para guru honorer. Formulir itu dimaksudkan supaya diisi oleh para guru honorer.

"Ada kasus di Jakarta Timur memakai, ada yang pakai berita acara, harus mengatakan persetujuan. Ada yang cuma mengisi identitas, nanti kepala sekolah atau dinas yang akan buat status, ini sudah cleansing," ujar Imam.

Hal ini juga dialami sebagian anggota P2G Jakarta yang berstatus guru honorer. Alhasil mereka pun syok atas pemecatan itu.

"Ada yang menangis, ada yang kebingungan bagaimana memberitahu keluarga di rumah karena dalam waktu singkat karirnya sebagai guru kandas begitu saja. Sampai hari ini mereka masih bertanya-tanya, ini kebijakan apa dan kenapa mereka diperlakukan seperti itu?" ujar Iman.

Imam menyebut pemecatan tersebut tak dibarengi dengan penjelasan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. P2G turut memantau kejadian ini di daerah lain.

"Di daerah lain Jawa Barat bukan cleansing, tetapi honorer dikurangi jam mengajar jadi 0, tidak bisa mengajar. Makanya P2G melihat dalam skala nasional, sedang terjadi PHK massal guru honorer, cuma caranya beda-beda tiap provinisi," ucap Imam.

Imam juga mengkritisi pemakaian istilah 'cleansing'. Kebijakan itu menurutnya memposisikan guru seperti benda yang mengganggu kebersihan.

"Padahal mereka manusia. Pihak Dinas Pendidikan Jakarta yang mengirimkan edaran cleansing guru honorer harus bisa menjelaskan apa maksud kebijakan cleansing ini," ujar Iman.

Iman menegaskan pemberhentian secara sepihak di hari pertama tahun ajaran baru tak pantas dalam tata kelola ketenagakerjaan.

"Masak orang dipecat di hari pertama? Kenapa enggak berita tahu sebulan sebelumnya," ucap Iman.

Oleh karena itu, Iman mendesak pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Jakarta agar tak memecat para guru honorer. Mereka disebut tengah menunggu seleksi PPPK 2024. Sehingga kalau dipecat maka mereka kehilangan peluang ikut seleksi PPPK.

"Mereka bertahan di sekolah untuk bisa ikut seleksi PPPK, karena kalau sudah bukan honorer, mereka akan sulit terekrut seleksi PPPK," ujar Iman.



Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akan membuka pos pengaduan bagi guru honorer yang menjadi korban pemecatan di awal tahun belajar Juli 2024. Pos pengaduan ini merupakan hasil kerjasama LBH Jakarta dengan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) serta Guru Honorer Muda (GHM).

"Benar sore ini kami buka posko pengaduan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan kepada Republika, Rabu (17/7/2024).

Fadhil mengendus pemecatan guru honorer itu berhubungan dengan kebijakan 'cleansing' oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jakarta.

"Pemberhentian sepihak tersebut merupakan bagian dari kebijakan cleansing pegawai non ASN di wilayah DKI Jakarta," ujar Fadhil.

LBH Jakarta menemukan indikasi kebijakan ini melanggar hak para guru honorer. Bahkan mereka juga menderita secara psikologis.

"Kami mendapati adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang signifikan dari kebijakan ini, yang secara langsung telah merugikan banyak guru honorer," ujar Fadhil.

Pos pengaduan ini juga diharapkan dapat memberikan dukungan hukum dan moral kepada para guru honorer terdampak. Nantinya, data yang terhimpun di pos pengaduan dapat digunakan guna menempuh upaya hukum.

"Korban terdampak pasti jauh lebih luas daripada temuan awal," ujar Fadhil.

Karikatur Opini Republika : Marketplace Guru - (Republika/Daan Yahya)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler