Terungkap 'Pesan Horor' untuk 107 Guru Honorer di Jakarta di Hari Pertama Masuk Sekolah

Hal ini juga dialami sebagian anggota P2G Jakarta yang berstatus guru honorer.

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Sejumlah guru honorer menangis ketika doa bersama saat unjuk rasa di Kantor Pemerintahan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (26/1/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memperoleh laporan 107 guru honorer di DKI Jakarta yang dipecat oleh pihak sekolah. Pemecatan ini dilakukan di saat dimulainya tahun ajaran baru pada awal bulan ini.

Baca Juga


Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan ratusan guru yang dipecat tersebut berasal dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.

"Pada 5 Juli atau pada pekan pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran baru 2024/2025 di DKI Jakarta, para guru honorer mendapatkan pesan horor. Yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah," kata Iman saat dikonfirmasi pada Rabu (17/7/2024).

Iman menyampaikan, para kepala sekolah mengirimkan formulir 'Cleansing Guru Honorer' kepada para guru honorer. Formulir itu dimaksudkan supaya diisi oleh para guru honorer.

"Ada kasus di Jakarta Timur, ada yang pakai berita acara, harus mengatakan persetujuan. Ada yang cuma mengisi identitas, nanti kepala sekolah atau dinas yang akan buat status, ini sudah cleansing," ujar Imam.

Hal ini juga dialami sebagian anggota P2G Jakarta yang berstatus guru honorer. Alhasil mereka pun syok atas pemecatan itu.

"Ada yang menangis, ada yang kebingungan bagaimana memberitahu keluarga di rumah karena dalam waktu singkat karirnya sebagai guru kandas begitu saja. Sampai hari ini mereka masih bertanya-tanya, ini kebijakan apa dan kenapa mereka diperlakukan seperti itu?" ujar Iman.

Imam menyebut pemecatan tersebut tak dibarengi dengan penjelasan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. P2G turut memantau kejadian ini di daerah lain.

"Di daerah lain Jawa Barat bukan cleansing, tetapi honorer dikurangi jam mengajar jadi 0, tidak bisa mengajar. Makanya P2G melihat dalam skala nasional, sedang terjadi PHK massal guru honorer, cuma caranya beda-beda tiap provinisi," ucap Imam.

Imam juga mengkritisi pemakaian istilah 'cleansing'. Kebijakan itu menurutnya memposisikan guru seperti benda yang mengganggu kebersihan.

"Padahal mereka manusia. Pihak Dinas Pendidikan Jakarta yang mengirimkan edaran Cleansing Guru Honorer harus bisa menjelaskan apa maksud kebijakan cleansing ini," ujar Iman.

Iman menegaskan pemberhentian secara sepihak di hari pertama tahun ajaran baru tak pantas dalam tata kelola ketenagakerjaan.

"Masa orang dipecat di hari pertama? Kenapa enggak berita tahu sebulan sebelumnya," ucap Iman.

Oleh karena itu, Iman mendesak pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Jakarta agar tak memecat para guru honorer. Mereka disebut tengah menunggu seleksi PPPK 2024. Sehingga kalau dipecat maka mereka kehilangan peluang ikut seleksi PPPK.

"Mereka bertahan di sekolah untuk bisa ikut seleksi PPPK, karena kalau sudah bukan honorer, mereka akan sulit terekrut seleksi PPPK," ujar Iman.

Nasib guru honorer - (Republika.co.id)

Jawaban Pemprov DKI Jakarta. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Disdik Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin mengakui pihaknya telah melakukan cleansing terhadap guru honorer. Kebijakan cleansing itu dilakukan karena adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) serta ketentuan sebagai penerima honor.

"Kami melakukan cleansing hasil temuan BPK," kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (16/7/2024).

Ia menjelaskan, rekrutmen guru honorer selama ini diangkat oleh kepala sekolah atas alasan kebutuhan pendidikan. Namun, rekrutmen itu dilakukan tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat dinas.

Menurut Budi, sesuai aturan yang berlaku, sejak 2017 hingga 2022, Disdik Provinsi DKI Jakarta sudah mengeluarkan instruksi dan surat edaran bahwa pengangkatan guru honor harus mendapatkan rekomendasi dinas. Karena itu, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2024 ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai.

"Guru honorer saat ini diangkat oleh kepala sekolah tanpa rekomendasi dari dinas, yang dibiayai dana BOS," ujar dia.

Karena itu, perbaikan pendidikan perlu diawali dari tenaga pengajar dengan memiliki mutu tenaga pengajar berkualitas. Terhitung 11 Juli 2024, Disdik DKI Jakarta telah melakukan penataan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri di wilayah DKI Jakarta sesuai Permendikbud Nomor 63 tahun 2022 pasal 40 (4) bahwa guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan.

Syarat yang dimaksud adalah berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.

"Saat ini jumlah honorer di lingkungan Disdik jumlahnya mencapai 4.000 orang, penambahan tersebut terakumulasi sejak tahun 2016. Berdasarkan Persesjen Kemdikbud No 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas. Dari seluruh honor yang ada saat ini dan tidak ada satu pun guru honor yang diangkat Kepala Dinas sehingga NUPTK-nya tidak dapat diproses, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata dia.

LBH buka pos pengaduan. Baca di halaman selanjutnya.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akan membuka pos pengaduan bagi guru honorer yang menjadi korban pemecatan di awal tahun belajar Juli 2024. Pos ini diharapkan menghimpun para guru honorer terdampak.

Pos pengaduan ini merupakan hasil kerjasama LBH Jakarta dengan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) serta Guru Honorer Muda (GHM). Pembukaan pos ini karena munculnya pemecatan yang berlangsung sejak awal Juli 2024 atau di masa Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

"Benar sore ini kami buka posko pengaduan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan kepada Republika, Rabu (17/7/2024).

Fadhil mengendus pemecatan guru honorer itu berhubungan dengan kebijakan 'cleansing' oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jakarta.

"Pemberhentian sepihak tersebut merupakan bagian dari kebijakan cleansing pegawai non ASN di wilayah DKI Jakarta," ujar Fadhil.

LBH Jakarta menemukan indikasi kebijakan ini melanggar hak para guru honorer. Bahkan mereka juga menderita secara psikologis.

"Kami mendapati adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang signifikan dari kebijakan ini, yang secara langsung telah merugikan banyak guru honorer," ujar Fadhil.

Pos pengaduan ini juga diharapkan dapat memberikan dukungan hukum dan moral kepada para guru honorer terdampak. Nantinya, data yang terhimpun di pos pengaduan dapat digunakan guna menempuh upaya hukum.

"Korban terdampak pasti jauh lebih luas daripada temuan awal," ujar Fadhil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler