Standar Ganda FIFA: Rusia Dulu Disanksi, Timnas Israel Dibolehkan Tampil di Olimpiade
Israel telah membunuh sekitar 100 pesepakbola Palestina dalam genosida kali ini.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Badan Sepak Bola Dunia (FIFA) telah menunda keputusan atas proposal Palestina untuk menangguhkan Israel dari sepak bola internasional terkait genosida di Jalur Gaza yang menewaskan banyak pemain sepak bola. Langkah ini kontras dengan sikap FIFA pada 2022 yang lekas melarang Timnas Rusia bertanding selepas serangan ke Ukraina.
Dilansir Times of Israel, keputusan FIFA membuka jalan bagi tim nasional putra Israel untuk bermain di Olimpiade Paris. Badan sepak bola dunia tersebut sebelumnya dijadwalkan untuk mengambil keputusan pada Sabtu dalam pertemuan dewan luar biasa setelah meminta penilaian hukum independen terhadap proposal Palestina dua bulan lalu.
Keputusan itu diambil hanya empat hari sebelum dimulainya turnamen sepak bola Olimpiade, di mana Israel tergabung dalam satu grup bersama Jepang, Mali, dan Paraguay. Namun, FIFA mengatakan bahwa mereka telah memundurkan jadwal tersebut karena “dibutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan proses ini dengan hati-hati dan lengkap” – yang berarti keputusan akan diambil setelah Olimpiade selesai.
FIFA mengatakan kedua belah pihak telah mengajukan permintaan perpanjangan “untuk menyerahkan posisi masing-masing” dan penilaian independen sekarang akan dibagikan kepada FIFA paling lambat tanggal 31 Agustus. Final Olimpiade putra akan berlangsung pada 9 Agustus.
Asosiasi Sepak Bola Palestina telah mengajukan proposal untuk menangguhkan Israel pada bulan Mei, dan FIFA memerintahkan evaluasi hukum yang mendesak, serta berjanji untuk membahasnya pada pertemuan luar biasa dewannya pada bulan Juli, menurut laporan Reuters. Presiden PFA Jibril Al-Rajoub mengatakan bahwa FIFA tidak bisa bersikap acuh tak acuh terhadap “pelanggaran atau genosida yang sedang berlangsung di Palestina.” Konfederasi Sepak Bola Asia juga memberikan dukungannya terhadap tindakan melawan Israel.
Usulan Palestina tersebut menuduh Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA) terlibat dalam pelanggaran hukum internasional yang dilakukan pemerintah Israel dan diskriminasi terhadap pemain Arab. IFA menolak tuduhan tersebut.
Al-Rajoub mengutip preseden di Kongres FIFA dan analisisnya mengatakan skorsing Israel akan sejalan dengan keputusan FIFA di masa lalu yang menangguhkan atau mengeluarkan asosiasi anggota yang melanggar tujuannya. Asosiasi Sepak Bola Afrika Selatan, misalnya, ditangguhkan pada tahun 1961 karena kebijakan apartheid negara tersebut, sementara Yugoslavia dilarang pada tahun 1992 menyusul sanksi PBB di tengah agresi pemerintah yang didominasi Serbia di Balkan. Baru-baru ini, pada tahun 2022, baik FIFA dan UEFA bertindak cepat dengan menangguhkan tim-tim Rusia dari kompetisi mereka menyusul invasi negara tersebut ke Ukraina.
Sebaliknya, dalam beberapa tahun terakhir, setiap kali PFA mengajukan mosi untuk menangguhkan Israel, FIFA tidak menjatuhkan sanksi, dan menyatakan pada tahun 2017 bahwa masalah tersebut telah ditutup dan tidak akan dibahas lebih lanjut sampai kerangka hukum atau de facto berubah.
Saat ini, sejumlah pihak berpendapat bahwa perkembangan sejak Oktober lalu telah memunculkan “kerangka hukum baru yang memerlukan intervensi FIFA”. Sejumlah pihak menegaskan, Israel dinilai layak mendapat sanksi larangan bertanding oleh FIFA.
Israel layak disanksi... baca halaman selanjutnya
FairSquare, organisasi nirlaba yang berbasis di Inggris, mengatakan pihaknya telah menyerahkan laporan kepada badan sepak bola dunia yang merinci pelanggaran undang-undang FIFA yang dilakukan oleh Asosiasi Sepak Bola Israel. Langkah ini untuk mendukung seruan untuk memberikan sanksi kepada badan sepak bola dunia tersebut.
Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan pada Mei bahwa organisasinya akan menggunakan “ahli hukum independen” untuk menilai tuntutan tersebut dan mengadakan pertemuan dewan pada tanggal 20 Juli. FairSquare mengatakan laporannya menunjukkan ada “beberapa alasan” yang bisa menjadi alasan bagi FIFA untuk menangguhkan atau mengeluarkan asosiasi Israel.
Hal ini termasuk mengadakan pertandingan di wilayah pendudukan Palestina, diskriminasi rasial yang serius dan sistematis, campur tangan politik, pembunuhan pemain Palestina oleh Israel, dan penghancuran sistematis fasilitas Asosiasi Sepak Bola Palestina – yang sebagian besar terjadi bahkan sebelum tanggal 7 Oktober.
“Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa satu-satunya hal yang mungkin dapat menghentikan FIFA untuk menangguhkan atau mengeluarkan Asosiasi Sepak Bola Israel adalah keputusan politik dari pimpinan seniornya untuk tidak menegakkan undang-undangnya,” kata salah satu direktur FairSquare, Nick McGeehan dilansir Aljazirah.
Pengacara Max du Plessis, yang merupakan bagian dari tim penggugat Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) yang menuduh Israel melakukan genosida, ikut menulis analisis terbaru bersama Sarah Pudifin-Jones setelah mereka didekati oleh Eko, sebuah LSM hukum.
“Tidak ada keraguan bahwa tindakan Israel di Palestina telah melemahkan, dan terus melemahkan, tujuan FIFA,” kata para pengacara tersebut. “Israel telah melanggar hak asasi manusia Palestina yang diakui secara internasional, bertentangan dengan Pasal 3 (Statuta FIFA). Israel telah melakukan diskriminasi dan terus melakukan diskriminasi terhadap warga Palestina berdasarkan ras, asal kebangsaan, dan kelahiran yang merupakan pelanggaran langsung terhadap Pasal 4(1).”
Selain itu, “Tindakan mereka meremehkan tujuan kemanusiaan yang dijelaskan dalam Pasal 5.1(b). Tindakan Israel memerlukan kecaman, sejalan dengan posisi yang diadopsi oleh FIFA sehubungan dengan pelanggaran berat serupa terhadap tujuan-tujuannya dan hak asasi manusia yang diakui secara internasional.”
Eko mengatakan bahwa petisinya yang menyerukan FIFA, Komite Olimpiade Internasional dan federasi olahraga untuk melarang Israel mengikuti olahraga internasional telah menerima lebih dari 380.000 tanda tangan.
Pesepakbola terus dibunuh Israel... baca halaman selanjutnya
Sedangkan Palestine Chronicle melansir, Shadi Abu al-Araj, penjaga gawang Klub Sepak Bola Shabab Khan Yunis, jadi syuhada terkini dari kalangan pesepakbola Palestina. Ia syahid pada Sabtu dalam serangan yang dilakukan oleh tentara Israel di pengungsian Al-Mawasi, di Khan Younis, Gaza selatan, pekan lalu.
Ali Dahlan, juru bicara klub, mengatakan bahwa Klub Pemuda Khan Yunis telah kehilangan seorang pemain terkemuka, Merujuk pada pembunuhan Abu al-Araj.
Dahlan menambahkan bahwa Abu al-Araj bukanlah atlet klub pertama yang dibunuh Israel. Korban sebelumnya termasuk Kapten Taha Kalab, mantan direktur teknis dan direktur sektor pemuda; dan Mohammed Barakat, kapten klub dan pemain senior.
Juru bicara tersebut mengutuk “kejahatan pembunuhan atlet Palestina,” penghancuran markas klub oleh serangan udara Israel, pembakaran fasilitas dan gedung olahraga, dan pembuldoseran lapangan mereka.
Ia juga mengkritik FIFA yang tetap bungkam atas kejahatan Israel tersebut. Menurut Asosiasi Sepak Bola Palestina, Israel telah membunuh hampir 100 pesepakbola Palestina sejak 7 Oktober.
Dua di antara pemain tersebut tergabung dalam Tim Nasional Palestina, termasuk Mohamed Barakat, yang dikenal sebagai “legenda Khan Younis”. Barakat adalah orang Palestina pertama yang mencetak lebih dari 100 gol secara profesional. Ratusan atlet muda lainnya juga syahid, kebanyakan anak-anak.
Setidaknya 90 warga Palestina syahid dan 289 lainnya terluka pada hari Sabtu ketika pasukan pendudukan Israel menargetkan tenda-tenda pengungsi di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, sebuah wilayah yang sebelumnya ditetapkan sebagai wilayah ‘aman’.
Aljazirah melaporkan bahwa tentara Israel melakukan serangan kekerasan dengan lima rudal di kamp pengungsian di sebelah barat Khan Yunis, yang mengakibatkan puluhan kematian dan cedera.
Para aktivis sebelumnya menyerukan boikot terhadap Olimpiade mendatang di Paris atas partisipasi Israel dalam Olimpiade tersebut. Hal ini menyusul pembunuhan sejumlah tokoh olahraga terkemuka, termasuk anak-anak, di Gaza.
Perkiraan dari para aktivis di Gaza bahwa sekitar 350 pemain olahraga dan atlet telah terbunuh di Gaza sejak dimulainya perang di wilayah tersebut pada tanggal 7 Oktober. Angka tersebut mencakup setidaknya 250 pesepakbola.