Makanan Siang Gratis Rp 7.500, Ini Menu Makanan Sehat era Kekhalifahan Islam: Ada Pasta
Pemerintah mewacanakan seporsi makanan bergizi gratis Rp 7.500.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mewacanakan anggaran untuk satu porsi makanan bergizi gratis Rp 7.500 bagi anak sekolah. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa anggaran Rp 7.500 per porsi untuk makan bergizi gratis, dinilai cukup.
"Saya kira untuk daerah tertentu Rp 7.500 sudah sangat besar itu," kata Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Menurutnya, kebijakan mengenai anggaran makan bergizi gratis yang turun menjadi Rp 7.500 per porsi ini masih digodok.
"Jadi ini masih dalam proses pematangan. Tetapi insya Allah berapapun nilainya yang penting memenuhi standar, standar untuk kesehatan," katanya.
Dia mengatakan nominal tersebut tidak dapat disebut terlalu kecil untuk semua daerah, karena harga jual beli bahan makanan dan tingkat kemahalan di setiap daerah di Indonesia berbeda-beda.
Makanan bergizi gratis ini merupakan terjemahan dari program yang dikampanyekan oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming pada Pilpres lalu. Dan, keduanya merupakan presiden dan wapres terpilih.
Terlepas dari nilai anggaran makanan bergizi gratis, bagaimana makanan sehat di masa kejayaan Islam?
Jatuhnya kekaisaran Romawi pada abad ke-5 Masehi membawa kemajuan peradaban manusia. Pusat peradaban bergeser ke Jazirah Arab.
Pergeseran itu mendorong terjadinya Revolusi Pertanian Islam yang kelak juga mempengaruhi terciptanya beragam makanan di berbagai belahan dunia, khususnya Eropa.
Di Yunani, pada abad ke-4 SM, para penjelajah melaporkan pengamatannya di India.
Mereka menyebut tanaman buah-buahan sebagai madu tanpa lebah yang tumbuh di pohon. Melihat keragaman itu, para ahli tanaman Muslim memelopori pencangkokan tanaman dari kawasan Asia ke kawasan gurun.
Mereka mulai membudidayakan tanaman buah di sekitar Mesir, Suriah, utara Afrika, Spanyol, dan Sisilia. Wujud keragaman budi daya ingin mereka tunjukkan sebagai bentuk warisan dari revolusi pertanian, sekaligus penyeimbang adanya permintaan komoditas perdagangan serta pertukaran pengetahuan dan ide.
Alhasil, perkembangan itu menginspirasi para ilmuwan Muslim untuk mengklasifikasikan berbagai tumbuhan ataupun rempah-rempah. Mereka juga menentukan bisa tidaknya suatu jenis tumbuhan itu dimakan.
Merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW bahwa tubuh memiliki haknya yang harus dipenuhi, dokter dan ilmuwan Muslim pada abad pertengahan menyusun sejumlah buku yang terkait dengan makanan sehat berikut cara penyajiannya. Misalnya, Ibnu Said al- Qurtubi yang pada abad ke-10 menulis Kitab Khalq al-Janin wa Tadbir al-Hibala.
Buku ini membahas pola dan pengaturan makan bagi janin dan ibu hamil. Lalu, ada Abu Marwan Ibn Zuhr (1092?1161) dengan karyanya, Al-Taysir fi l-Mudawat wa-l-tadbir Kitab al-Aghdia. Ini adalah buku tentang nutrisi.
Tercatat pula dalam sejarah, Mohammed al- Baghdadi, cendekiawan dari Irak yang pada abad ke-13 menulis Kitab at-Tabikh. Pada abad yang sama, Dawud al-Antaki dari Suriah meluncurkan buku berjudul Tadhkira. Penulis asal Suriah lainnya, Ibnu Adim, mempersem- bahkan karya Waste l-Habib fi Wasf al-Tayyibdt wa at-Thibb.
Menurut Zohor Idrisi, seorang peneliti di Foundation for Science Technology and Civilization, dalam tulisannya The Influence of Islamic Culinary Art on Europe, buku-buku yang disusun dokter dan ilmuwan Muslim itu menarik perhatian, baik para pen- guasa maupun gereja di Barat.
Proses demokratisasi juga mengemuka di kalangan pecinta kuliner pada awal peradaban Islam. Beberapa makanan yang sebelumnya hanya tersedia di istana bisa dinikmati pula oleh seluruh rakyat. Umat Islam pada masa itu juga telah menyadari pentingnya memenuhi nutrisi dengan makanan yang baik dan bergizi.
Saat itu, bahkan telah muncul tren mempromosikan kesehatan warga sesuai dengan lingkungan mereka dan musim yang berlangsung.
Pada abad ke-13, buku-buku dari ilmuwan dan dokter Muslim menarik perhatian para penguasa dan pemimpin gereja di Barat. Mereka juga tertarik dengan buku-buku kompilasi resep saat kota-kota, seperti Ferrara, Salerno, Montpellier, dan Paris menjadi pusat untuk mempelajari karya medis Muslim. Di kalangan aristokrat Eropa, permintaan untuk bahan makanan Muslim dan rempah-rempah meningkat pesat.
Kala itu, ada penguasa di Eropa yang mengikuti pola diet ala Islam. Dialah Ratu Christina, penguasa Denmark, Swedia, dan Norwegia. Sang ratu rela mengimpor produk- produk mahal serta buah-buahan dari Jazirah Arab, padahal sejak berpisah dari suaminya pada tahun 1496, dia menerapkan pola pengeluaran keuangan yang ketat. Tapi, demi kesehatan, dia rela mengorbankan banyak dana untuk mengimpor makanan dari Arab.
Pengorbanannya tak sebatas harta. Sang ratu juga menerapkan pola diet dengan berpuasa melebihi ketentuan waktu puasa dari gerejanya. Dia memutuskan untuk menyimpan uang agar kebutuhannya akan apel dan gandum hitam terpenuhi. Dari cerita ini, muncul dugaan bahwa asal-usul kue-kue kering Denmark terinspirasi dari kebiasaan Ratu Christina ini.
Hari demi hari, pengaruh kuliner Muslim kian tersebar ke seluruh Eropa. Banyak buku dan resep yang disusun ilmuwan Muslim diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, seperti buku Taciunum Sanitatis (Pemeliharaan Kesehatan) yang terbit abad ke-11 Masehi. Buku ini banyak dirujuk dokter serta para koki untuk resep masakan sehat. Belakangan, salinannya banyak dijiplak penerbit di seluruh dunia.
Beberapa buku masakan kemudian muncul dalam periode ini. Tata urutan penyajian makanan di Eropa yang kemudian mendunia ternyata mengadopsi tata cara penyajian makanan ala Muslim. Dua pakar Muslim, yakni Rhazes dan Ibnu Zohr, merekomendasikan tata urutan penyajian makanan mulai dari salad atau sup, hidangan utama, dan hidang an penutup. Seluruh rangkaian tadi diakhiri dengan mencuci tangan di meja dengan air mawar.
Dari Pasta Sampai Es Krim
Banyak hal di bidang kuliner Muslim yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Eropa. Beberapa di antaranya adalah:
PASTA
Penggunaan pasta direkam dari berbagai sumber sejarah dan seorang pelancong, Al-Bakri, (abad ke-11 M). Dituturkan Al-Bakri, suatu kali, sebelum kedatangan Marcopolo, para pengelola biara di utara Spanyol membawa wanita Muslim untuk membuat pasta sebagai salah satu sajian perjamuan.
Ia membuat bagian luar pasta dari balutan gandum durum sehingga bentuknya lain dari mi buatan Cina yang diolah dari beras. Tingginya kadar gluten dalam durum membuat perbedaan dari segi elastisitas adonan.
Gandum durum ini diperkenalkan oleh para pedagang Muslim yang berlayar ke Sisilia dan Spanyol pada abad ke- 10.
PROSES DISTILASI
Istilah ini identik dengan penyulingan minyak dari tumbuhan dan rempah- rempah. Sebelumnya, proses distilasi tidak diketahui oleh bangsa Romawi. Kemunculannya di dunia Islam terekam dalam karya-karya Al-Razi Ibnu dan Jabir Hayyan. Proses penyulingan ini juga disebutkan dalam terjemahan Latin dari karya Ibnu Sina pada abad 11 Masehi.
Kaum minoritas, seperti Yahudi dan Kristen, menggunakan proses ini untuk membuat minuman beralkohol.
KUE KERING
Sungguh ironis melihat negara Prancis diklaim sebagai induk pembuat kue kering dunia. Sesungguhnya, baru pada abad ke-14 Masehi, mereka mempunyai toko kue untuk pertama kalinya. Dan sejatinya, dunia Islamlah yang mengawali pembuatan kue kering.
ES KRIM
Kudapan manis dan dingin ini ternyata terinspirasi dari makanan Arab. Meski Italia mempunyai banyak varian seperti cassata, ternyata kata asalnya qashdayang berarti krim.
Keberadaan serbat musharabiya melengkapi kenikmatan penyajian es krim pada abad ke-11 hingga ke-12 Masehi. Teknik penyimpanan es krim juga tersebar luas dan dilestarikan pembuat es kala itu. Negara Suriah menjadi penyedia es di kawasan Mesir, sementara Spanyol menggunakan jasa pembuat es Sierra Nevada. Dalam perkem bangannya, beberapa dokter, seperti Al-Rhazi dan Ibnu Sina, menentang minuman es karena bisa berbahaya bagi saraf.
Sejarah menunjukkan bahwa para ilmuwan dan dokter Muslim menjadi pencetus awal makanan sehat dunia. Bangsa Eropa baru mengenalnya setelah mereka menapaki Jazirah Arab pada masa Periode Baru. Bahan-bahan eksotik dan rempah pun mereka jadikan komoditas perdagangan.
Hubungan Turki Usmani-Eropa yang berlang- sung selama berabad-abad terjadi di tengah perkembangan politik dan ekonomi di kedua belah pihak. Dalam bidang perdagangan, komu- nitas Muslim Turki memiliki hubungan paling dekat dengan Eropa. Hubungan erat ini pada akhirnya menyentuh bidang kuliner hingga seni kuliner Muslim memengaruhi dan menjadi rujukan di Eropa.