BKKBN Sebut Faktor Perceraian Terbesar Justru Berasal dari Pertengkaran Kecil
Pertengkaran-pertengkaran kecil tanpa penyelesaian dinilai 'membahayakan' pernikahan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa faktor perceraian terbesar berasal dari pertengkaran-pertengkaran kecil. Hal tersebut disampaikan Hasto saat menghadiri peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke-31 di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Sabtu (20/7/2024).
"Untuk itu, jangan sampai uring-uringan (emosi) dalam keluarga, karena angka perceraian (faktor) terbesar justru berasal dari pertengkaran-pertengkaran kecil yang terjadi berkelanjutan tanpa penyelesaian," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (22/7/2024).
Dia lantas menyampaikan harapan agar keluarga Indonesia menjadi tenteram, mandiri, dan bahagia. Pada kesempatan tersebut, Hasto juga menyampaikan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) selama dua tahun, di mana pada enam bulan pertama tidak boleh ditambahkan makanan pendamping ASI.
"Remaja juga hendaknya menghindarkan diri dari pernikahan usia dini, seks bebas, dan narkotika," ucapnya.
Penjabat Bupati Kulon Progo Srie Nurkyatsiwi menyampaikan pentingnya kolaborasi bersama untuk mengatasi stunting agar pembangunan tumbuh positif di Kulon Progo. "Kabupaten ini masih mempunyai persoalan stunting. Akan sukses kita atasi dengan dukungan bapak ibu," katanya.
Ia berharap melalui momentum peringatan Harganas, masyarakat di Kulon Progo dapat membangun komunikasi, saling menghormati dan menghargai untuk ketahanan keluarga. Harganas di Kabupaten Kulon Progo juga dimeriahkan oleh sekitar 50-an usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA).
Salah seorang warga Desa Wates, Dewa, yang datang bersama istri dan kedua anaknya mengaku senang atas terselenggaranya acara Harganas tersebut.
"Saya tahu kegiatan ini dari teman, pesertanya juga lebih banyak dari acara-acara sebelumnya yang pernah saya ikuti di Alun-alun Wates," ucapnya.
Sedangkan Wening, istri Dewa, mengaku paham dengan program KB. Ia pernah ber-KB suntik hingga akhirnya beralih ke KB implan sejak kelahiran anak keduanya. "Target kami cukup dua anak saja. Selisih jarak kelahiran anak saya tiga tahun. Umur anak pertama lima tahun," ujarnya.
Wening tertarik KB implan karena ajakan dari istri kepala desa di tempat tinggalnya. "Dulu saya pernah menolak ber-KB. Takut ada efek, seperti katanya susuk implan bisa jalan-jalan (di dalam tubuh) dan tidak boleh angkat berat, tetapi setelah mendapat penjelasan, saya baru berani KB implan," ujarnya.