Permintaan Maaf Lengkap Nurul Usai Mundur dari Fatayat Akibat Foto dengan Presiden Israel
Nurul mengaku keadaannya saat ini sangat buruk
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis perempuan Nahdlatul Ulama (NU), Nurul Bahrul Ulum akhirnya meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas pertemuan dirinya dan keempat temannya bersama Presiden Israel Isaac Herzog. Permintaan maafnya disampaikan melalui sebuah video yang diunggah di media sosial.
Nurul Bahrul Ulum disorot publik usai bertemu Presiden Israel bersama empat aktivis NU lainnya, yaitu Zainul Maarif, Sukron Makmun, Munawir Aziz, dan Izza Annafisah Dania. Nurul sendiri diketahui merupakan salah satu Pengurus Fatayat NU.
Selain aktif di Fatayat NU, Nurul juga bekerja sebagai Communication Officer di Australia – Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP) dan Australia – Asean Muslim Exchange Program (AAMEP) sejak 2022.
Perempuan kelahiran 26 Juli 1991 ini merupakan salah satu kader NU yang cukup berprestasi. Ia adalah lulusan S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Cirebon. Pada 2020, ia pun melanjutkan studinya ke School Of Government and Public Policy (SGPP). Ia juga berhasil menyelesaikan S3 atau gelar doktor saat usianya belum mencapai 35 tahun.
Selain itu, Nurul terkenal dengan tulisan-tulisannya yang banyak membahas soal isu perempuan di mubadalah.id. Tidak hanya itu, ia juga beberapa kali terlibat dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Ia mengikuti perjalanan ke Mesir sebagai bagian kongres mewakili Pondok Pesantren Luhur Manhaji Fahmina Cirebon yang dia asuh bersama KH Marzuki Wahid pada 2023 lalu.
Namun, semua prestasinya itu tenggelam lantaran bertemu dengan Presiden Israel di tengah memanasnya konflik Israel-Palestina. Setelah mendapat banyak kecaman atas kunjungannya itu, Nurul pun mengundurkan diri dari Pengurus Pusat Fatayat NU bersama rekannya, Izza Annafisah Dania.
"Kedua yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari kepengurusan PP Fatayat NU," ujar Ketua Umum PP Fatayat NU Margaret Aliyatul Maemunah saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (23/7/2024).
Selain berhenti dari PP Fatayat NU, Nurul memohon maaf kepada masyarakat Indonesia. Dalam video yang diunggah akun Facebook Nurul Bahrul Ulum pada Ahad (21/7/2024) kemarin, Nurul tampak memohon maaf secara tulus kepada masyarakat Indonesia atas pertemuannya dengan Presiden Israel.
Berikut permintaan maaf Nurul secara lengkap:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dalam beberapa hari kemarin media sosial, media elektronik dan media cetak dipenuhi dengan pemberitaan tentang foto saya dan teman-teman bersama Presiden Israel. Dalam pemberitaan itu diikuti dengan cacian, makian, hinaan, hujatan, sindiran dan juga nasihat dari netizen, baik yang saya kenal maupun yang saya tidak kenal.
Sejujurnya, semua komentar dan penilaian itu saya terima dengan penuh ikhlas dan lapang dada sebagai konsekuensi atas perbuatan yang saya lakukan. Sungguh, saya berterima kasih yang luar biasa karena hal itu membuat saya berpikir, merenung dan akhirnya menilai diri saya sendiri.
Saya sadar sesadar-sadarnya beredarnya foto saya dan teman-teman bersama Presiden Israel itu sungguh melukai hati masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia terutama rakyat Palestina. Dari lubuk hati terdalam saya menyampaikan penyesalan mendalam dan memohon maaf yang tulus kepada publik, netizen, masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia.
Perkenankan saya menjelaskan isi lubuk hati saya ketika saya diajak teman saya yang muslim ke Yerusalem. Jujur, yang terlintas di pikiran saya saat itu adalah berkunjung ke Masjid Al-Aqsa Al-Muqaddas. Kecerobohan saya adalah tidak sensitif dengan kondisi perang dan penderitaan kemanusiaan yang didalami jutaan warga Palestina akibat kebiadaban Zionis Israel.
Tidak ada orang yang tahu motivasi saya, kecuali keluarga, mahasantri yang saya asuh, dan beberapa teman yang tabayun kepada saya. Sebagian besar orang hanya menafsiri foto itu yang sungguh sangat tidak saya kehendaki.
Tapi justru foto itulah yang menghancurkan saya. Saya dihujat, dicacimaki, dipersekusi habis-habisan secara publik di media sosial. Terpaksa saya harus menonaktifkan semua media sosial saya.
Pada awalnya, saya masih memahami hujatan dari orang yang tidak saya kenal dan tidak kenal saya. Ya memang mereka bisa jadi bersikap begitu karena mereka tidak paham terhadap pandangan, sikap, dan juga kehidupan saya. Jadi sangat wajar. Namun, hal yang membuat saya ingin mengakhiri hidup ketika saya dihujat, dikecam, disindir, dan dibuli oleh orang yang saya kenal, teman dekat, teman biasa, dan keluarga. Ini sungguh terlalu berat, namun saya menerima dengan penuh lapang sebagai konsekuensi dari apa yang saya lakukan.
Keadaan saya sekarang ini sangat buruk. Saya takut, cemas, menangis terus-menerus, bahkan tidur setiap malam tidak lebih dari dua jam. Saking stresnya, setiap hari selalu terlintas di pikiran saya untuk mengakhiri hidup. Sungguh ini berat. Atas semua ini, sungguh saya sadar, menyadari dan saya menyesal.
Melalui media ini saya menyampaikan permohonan maaf yang tulus dan juga mendalam. Pertama, saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang terluka akibat perbuatan saya. Terutama mereka yang selama ini berjuang dengan berbagai cara untuk membela Palestina agar terbebas dari tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Zionis.
Kedua, saya memohon maaf kepada masyarakat NU, khususnya Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, beserta seluruh jajarannya, termasuk Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama yang selama ini berdiri tegak selalu mendukung perjuangan keberdekaan Palestina dari penjejahan Israel.
Saya juga memohon maaf kepada semua lembaga di mana saya terlibat terkena dampak dari serangan netizen dan publik yang mengharuskan mereka kerepotan dalam memastikan keamanan digitalnya.
Keempat, saya memohon maaf kepada teman-teman saya baik yang jauh maupun yang dekat karena mengalami cacian, makian, hujatan, dan doxing secara berkala yang mengakibatkan mereka harus absen dari media sosialnya hanya karena berteman dengan saya.
Saya juga memohon maaf kepada orang tua saya, suami saya, adik-adik saya, anak-anak saya, dan keluarga besar saya. Mama yang di kampung sehari-hari mengurus santri kalong, yang mengaji dan hampir setiap hari ada jadwal pengajian mingguan di lokasi yang berbeda, harus terkena dampak hujatan dan bombardir pertanyaan karena kelemahan anaknya ini.
Bapak yang hampir 24 jam hidupnya memikirkan bagaimana supaya Nahdlatul Ulama diranting-ranting bisa hidup dan terus bergerak, harus ikut menjadi bulan-bulanan hujatan keluarga dekat maupun jauh, jamaahnya, teman-temannya, dan komunitasnya karena kedhaifan anaknya ini.
Adik-adik saya, mohon maaf, kalian harus mengalami stres berat beberapa hari ini, ikut menderita berhari-hari, menghadapi begitu banyak cacian, makian, kemarahan, dan kebencian yang dilontarkan karena memiliki seorang kakak yang khilaf ini.
Terakhir, saya memohon berjuta maaf kepada keluarga kecil saya, suami saya, yang tak hanya media sosial dan WhatsApp pribadinya yang dibanjiri hujatan, cacian, makian, dan kemarahan karena dianggap tak bisa mendidik istrinya, tetapi juga beban psikologis yang dideritanya karena kecaman terhadap dirinya dan teman-teman dan keluarganya karena memiliki istri yang penuh dengan kekurangan ini.
Anak-anakku yang setiap hari selalu memeluk dan mencium dengan tulus, berusaha menjauhkan bunda dari media sosial dan melarang bunda untuk membaca komentar-komentar negatif, memastikan bunda makan yang cukup dan tidak sendirian, ikut gelisah dan mencoba memahami situasi, bunda gak sanggup berkata apapun kepada kalian. Bunda tak punya nyali untuk menghadap kalian. Bahkan sekadar membuka pusan yang penuh dengan dukungan kasih sayang dari kalian. Bunda tak sanggup. Jika ada kata yang lebih tinggi dari mohon maaf, maka itulah yang sangat ingin bunda katakan.
Teman-teman, keluarga, para guru dan seluruh masyarakat Indonesia dan warga Palestina, jika pun pintu maaf masih belum terbuka bagi saya, sangat tidak apa-apa. Saya terima dengan sangat ikhlas. Saya akan menjadikan ini sebagai penghapus dosa saya, meskipun tentu tidak akan cukup, apalagi dibandingkan dengan luka teman-teman dan terutama luka rakyat Palestina.
Selanjutnya, sebagai seorang manusia, saya tentu mengutuk keras atas segala kejahatan kemanusiaan yang dilakukan siapapun, termasuk oleh Zionis Israel terhadap rakyat Palestina.
Sebagai rakyat Indonesia yang berpegang teguh pada Pancasila dan konstitusi negara, saya berada di belakang Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang konsisten memperjuangkan pembebasan Palestina dari penjajahan dan kejahatan kemanusiaan Zionis Israel.
Sebagai warga Nahdlatul Ulama, saya berada di belakang ketua umum PBNU yang gigih mewujudkan perdamaian dunia, terutama Palestina dan Israel, serta tegak lurus terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Sebagai aktivis perempuan, saya sangat mengutuk perang yang hanya mengakibatkan perempuan semakin tertindas, terpuruk, dan menjadi korban yang tak terbayangkan bagaimana nasib para perempuan di Palestina yang tubuhnya mengalami proses reproduksi yang sangat kompleks dan menyakitkan berada di situasi perang.
Sebagai seorang ibu, saya juga menolak keras agresi Israel terhadap Palestina yang mengakibatkan anak-anak kehilangan masa depannya terlantar, terluntar-luntar, dan bahkan kehilangan tubuh dan jiwanya.
Kedepannya saya berkomitmen untuk terus ikut serta terlibat dalam menciptakan perdamaian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global, serta mewujudkan Islam rahmatan lil alamin dan keadilan bagi semua.
Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih dengan penuh tulus kepada teman-teman dan keluarga saya, baik yang mengecam saya, memarahi saya, menghujat saya, maupun yang menasihati sembari memeluk saya. Berkat panjenengan semua, saya sadar dan mendapatkan banyak pelajaran.
Terima kasih yang mendalam, juga kepada mahasantri, keluarga, dan teman-teman yang sudah tabayun sebelum memutuskan untuk mengecam saya yang kecewa tetapi memilih diam dan tidak mengutarakan kekecewaannya, yang kecewa tetapi memilih untuk memeluk saya dan mengungkapkan kekecewaannya, dan yang berkirim pesan untuk bertanya kabar memeluk saya dan support saya, juga kepada yang masih meyakini, mengenal dan percaya bahwa saya adalah Nurul yang kalian kenal dan percaya bahwa saya tidak mungkin tidak memperjuangkan dan tidak membela warga Palestina untuk memperoleh keadilan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan yang layak secara kemanusiaan, kalian sangat berharga bagi saya. Jika bukan karena kalian, saya tidak punya kekuatan untuk melanjutkan hidup di tengah kondisi yang hancur ini.
Seluruh kejadian ini saya jadikan pengalaman dan pelajaran berharga untuk hidup lebih baik ke depannya, baik dalam mempertimbangkan suatu tindakan yang memungkinkan melahirkan kemudharatan seperti sekarang ini maupun dalam memperteguh nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keadilan dan kemaslahatan dalam kerja-kerja kemanusiaan. Wal afwa minkum. Wallahul muwafiq ila aqwamit thariq. Wasaalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.