Malaysia Evakuasi 123 Warganya dari Bangladesh

Kerusuhan Bangladesh belum mereda

AP Photo/Rajib Dhar
Demonstran terlibat bentrok dengan polisi saat aksi protes pembatasan kuota pegawai pemerintah di Dhaka, Bangladesh, Kamis (18/7/2024).Menurut Polisi, setidaknya 11 orang telah terbunuh dan beberapa ratus orang terluka akibat bentrokan tersebut.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR— Malaysia mengevakuasi 123 warganya dari Bangladesh menyusul demonstrasi besar-besaran dilakukan mahasiswa untuk memprotes kebijakan pemerintah negara tersebut dalam penerapan sistem kuota penerimaan pegawai pemerintahan.

Baca Juga


Kementerian Luar Negeri Malaysia (Wisma Putra) dalam keterangan tertulis diterima di Kuala Lumpur, Selasa, mengatakan 123 dievakuasi dengan pesawat khusus Air Asia AK76 sekitar pukul 11.23 waktu setempat (pukul 12.23 WIB) dari Bandar Udara Internasional Hazrat Shahjalal di Dhaka.

Mereka tiba di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) Terminal 2 pada pukul 4.56 waktu setempat (pukul 16.56 WIB).

Meski demikian, menurut keterangan itu, beberapa warga Malaysia memutuskan untuk tetap berada di Bangladesh. Mereka yang bertahan merupakan mahasiswa tahun akhir dan yang memang bekerja di sana.

Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail dalam sebuah pernyataan mengatakan telah mewakili pemerintah menyambut kepulangan 123 warganya yang tiba dari Bangladesh di KLIA 2.

Dengan telah kembalinya ke tanah air, ia mengatakan misi yang diamanatkan Perdana Menteri Anwar Ibrahim untuk menyelamatkan rakyat Malaysia telah dilaksanakan dengan baik.

Sedikitnya 187 orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka sejak hari itu, 13 di antaranya kehilangan nyawa di rumah-rumah sakit pada Senin, menurut laporan surat kabar Prothom Alo pada Selasa.

Sementara itu, para pebisnis yang menemui Perdana Menteri Sheikh Hasina pada Senin mengatakan pemadaman internet total yang terus berlanjut mematikan bisnis mereka.

Namun, mereka tetap mendukung perdana menteri dan meminta agar layanan digital segera dipulihkan.

PM Hasina mengatakan bahwa jam malam dan pemadaman internet akan berlanjut hingga situasi membaik.

Sementara itu, lebih dari 2.000 orang, yang sebagian besar merupakan pendukung partai oposisi Nasionalis Bangladesh dan Jamaat-e-Islami, ditangkap di seluruh negeri atas tuduhan kekerasan.

Protes terhadap sistem kuota 56 persen pekerjaan publik di negara Asia Selatan itu membuat pemerintah menutup institusi-institusi pendidikan untuk mengatasi kerusuhan tersebut.

Sekitar 30 persen dari 56 persen kuota pekerjaan publik diperuntukkan bagi keluarga veteran perang kemerdekaan.

Namun, Mahkamah Agung pada Minggu mengarahkan pemerintah untuk mengurangi kuota menjadi 7 persen, termasuk 5 persen bagi keluarga veteran perang.

Akibat pemadaman internet sejak Kamis lalu, arus informasi dari Bangladesh menjadi terbatas, sehingga sebagian besar media lokal tidak bisa memperbarui situs web mereka.

Untuk itu pemerintah melakukan pemadaman informasi yang hampir total tanpa koneksi pita lebar dan internet seluler di negara itu, media sosial juga telah dibatasi.

Sebagian besar media lokal belum memperbarui situs web mereka setelah pemerintah menutup internet.

Para pengunjuk rasa pada Kamis juga membakar gedung TV milik pemerintah di Dhaka. Sekretaris jenderal partai Liga Awami yang berkuasa telah menawarkan perundingan kepada para mahasiswa yang melakukan protes namun ditolak. Tawarannya termasuk pengurangan kuota pekerjaan publik menjadi 20 persen.

Pemerintah telah memutuskan untuk mengajukan banding pada Minggu ke Mahkamah Agung untuk mengurangi kuota menjadi 20 persen. Namun, partai berkuasa membatalkan “prosesi perdamaian” pada Jumat, sementara oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh menyerukan protes. Perdagangan dan bisnis sebagian ditutup di Dhaka karena demonstrasi yang disertai kekerasan. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler