Eks Kepala Balai KA Klaim Korupsi karena Perintah Dirjen Perkeretaapian

Nur Setiawan didakwa merugikan negara sebesar Rp 1,15 triliun kasus jalur kereta.

Antara/Agatha Olivia Victoria
Suasana sidang pembacaan dakwaan kasus korupsi proyek kereta Besitang-Langsa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/7/2024).
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik mengeklaim, hanya melaksanakan perintah jabatan dari atasan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Besitang-Langsa di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023. Kuasa hukum Nur Setiawan, Ranop Siregar, menjelaskan, perintah dimaksud, yakni berasal dari mantan dirjen perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono.

Baca Juga


Hal itu untuk melengkapi perubahan usulan kegiatan pembangunan Jalur Kereta Besitang-Langsa yang akan dibiayai oleh Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun anggaran 2017. "Terdakwa semata-mata hanya melaksanakan perintah jabatannya sebagai bawahan," ucap Ranop dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Dengan demikian, Ranop memohon kepada majelis hakim untuk berkenan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Nur Setiawan batal demi hukum atau harus dibatalkan dan/atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Dia menyampaikan, kliennya telah menyampaikan kepada Prasetyo bahwa belum ada data pendukung dalam pembangunan Jalur Kereta Besitang-Langsa.

Data dukung tersebut, yakni kerangka acuan kerja (KAK) atau term of reference (TOR), rencana anggaran biaya (RAB), spesifikasi teknis, dan gambar teknis (long section dan cross section). Namun, Prasetyo tetap memerintahkan Nur Setiawan untuk melanjutkan rencana pembangunan Jalur Kereta Besitang–Langsa.

Mengutip ketentuan Pasal 51 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Ranop menuturkan, seseorang yang melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang telah diberikan oleh kekuasaan yang berwenang memberikan tersebut tidak dapat dihukum. "Maka sangat tidak berlebihan apabila terdakwa melalui tim penasihat hukum memohon majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan tersebut batal demi hukum," tuturnya.

Nur Setiawan didakwa merugikan negara sebesar Rp 1,15 triliun dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2017-2023.

Perbuatan korupsi dilakukan bersama-sama dengan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara periode 2017-2018 Amanna Gappa, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan, serta Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo.

 

Salahgunakan wewenang...

Kemudian bersama pula dengan mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Besitang-Langsa Halim Hartono, serta Dirjen Perkeretaapian Kemenhub periode 2016-2017 Prasetyo Boeditjahjono.

Lalu, dengan PPK wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan serta Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara periode 2015–2016 Hendy Siswanto. Korupsi diduga dilakukan para terdakwa dengan cara memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler