Pelari Prancis Kecewa Dilarang Ikut Upacara Pembukaan Olimpiade Paris karena Berjilbab

Prancis dibikin ruwet aturan larangan jilbabnya sendiri untuk pembukaan Olimpiade.

tangkapan layar Youtube
Sounkamba Sylla, pelari cepat Prancis yang memakai jilbab
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sprinter Prancis, Sounkamba Sylla, mengaku dilarang mengikuti upacara pembukaan Olimpiade Paris pada Jumat (26/7/2024) karena mengenakan jilbab. Komite Olimpiade Prancis mengatakan pihaknya sedang bekerja sama dengannya untuk menemukan solusi yang mengikuti "aturan sekuler" tim Prancis untuk para atlet.

Baca Juga


Sylla, anggota tim estafet 400 meter putri dan campuran Prancis berusia 26 tahun, mengungkapkan rasa frustrasinya di Instagram pada Ahad lalu.

“Anda terpilih untuk Olimpiade, yang diselenggarakan di negara Anda, tetapi Anda tidak dapat berpartisipasi dalam upacara pembukaan karena Anda mengenakan jilbab,” tulisnya.

Prancis memberlakukan prinsip ketat “laïcité”, yang secara bebas diterjemahkan sebagai “sekularisme”. Pada Rabu (24/7/2024), Presiden Komite Olimpiade Prancis David Lappartient mengatakan, para atlet Olimpiade Prancis terikat oleh prinsip-prinsip sekuler yang berlaku untuk pekerja sektor publik di Prancis. Aturan ini memisahkan negara dan rumah ibadah, yang mencakup larangan jilbab.

“Hal ini mungkin terkadang tidak dapat dimengerti di negara-negara lain di dunia, tetapi ini adalah bagian dari DNA kami di Prancis,” katanya.

Lappartient mengatakan diskusi sedang berlangsung dengan Sylla untuk menemukan solusi yang sesuai dengan persyaratan sekuler tim Olimpiade Prancis. Pada saat yang sama, kata Lappartient, juga menghormati “keinginan sah atlet agar keyakinannya dihormati.”

“Saya tidak ragu bahwa solusi dapat ditemukan,” katanya. “Kami berharap semua orang bisa ikut serta dalam upacara pembukaan.”

Postingan Sylla telah mendorong dukungan dari sesama atlet, termasuk anggota tim Olimpiade Prancis, yang menyuarakan kemarahan mereka. Pelompat galah Marie-Julie Bonnin berkomentar “Saya tidak bisa mempercayainya” di postingan Sylla, dan rekan setimnya, Muhammad Abdallah Kounta, menambahkan “kebebasan, kesetaraan, persaudaraan yang mereka katakan. Tolong bagikan ini. Ini tidak normal.”

Sylla mengenakan jilbab dan baju yang tertutup saat tidak berlatih atau berlomba. Ia mengenakan celana panjang dan baju lengan pendek dengan penutup kepala saat berlatih di lintasan. 

Ia telah berkompetisi dengan jilbab hitam di beberapa ajang sebelumnya, termasuk Kejuaraan Dunia pada 2022 dan 2023, serta World Relays pada Mei 2024. Pada Kejuaraan Dunia 2023 di Budapest, Sylla mengenakan celana pendek mendekati lutut dan baju tanpa lengan. Namun, ia menutupi sebagian lengannya dengan arm sleeve. Sylla juga tetap menutup rapat rambutnya.

Pada upacara pembukaan Jumat, delegasi Prancis akan mengenakan seragam yang dibuat khusus dari merek mewah Prancis, Berluti, yang dimiliki oleh grup LVMH.

 

Menteri Olahraga Prancis...

Menteri Olahraga Prancis Amélie Oudéa-Castéra mengatakan LVMH terlibat dalam upaya untuk “menciptakan solusi agar semua orang merasa nyaman.”

Jilbab Sylla pertama kali muncul sebagai masalah sebelum Kejuaraan Eropa di Roma awal tahun ini. Solusinya adalah topi biru yang dimasukkan ke dalam seragam tim yang menurut Oudéa-Castéra “menghormati prinsip-prinsip kami.” Topi tersebut memiliki potongan kain yang dijahit yang dikenakan Sylla untuk menutupi rambutnya. Belum jelas apakah Sylla akan mengenakan penutup rambut serupa untuk bertanding di Paris.

“Kami ingin mengikuti logika yang sama. Itulah mengapa kami terus berdiskusi dengan LVMH dan Berluti. Saya percaya diri,” kata Oudéa-Castéra.

Amnesty International, sebuah organisasi non-pemerintah internasional dengan tujuan mempromosikan seluruh hak asasi manusia, mengkritik keras larangan penggunaan jilbab oleh para atlet Muslimah Prancis di Olimpiade Paris.

Padahal Komite Olimpiade Internasional (IOC) sudah sejak 1996 mengangkat larangan menggunakan jilbab bagi atlet yang berpartisipasi di Olimpiade.

Atlet berjilbab telah meraih medali di cabang olahraga anggar, angkat besi, dan taekwondo di Olimpiade sejak larangan tersebut dicabut. Ini menunjukkan keberhasilan perubahan IOC dalam memperluas aksesibilitas perempuan ke olahraga. Pasal 59 Piagam Olimpiade mengatur berbagai sanksi untuk pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuannya.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler