Mengenal Praktik Tambang Ramah Lingkungan yang Digaungkan Muhammadiyah
Aktivitas pertambangan telah berkembang ke praktik tambang berkelanjutan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PP Muhammadiyah memutuskan siap mengelola tambang dengan menerima konsesi atau pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan dari pemerintah. Muhammadiyah dalam pernyataannya menegaskan akan mengelola tambang yang pro keadilan sosial, pro kesejahteraan sosial, dan pro lingkungan. Lalu, seperti apa bentuk pertambangan ramah lingkungan?
Bukan rahasia lagi bahwa aktivitas pertambangan berisiko terhadap lingkungan. Kendati demikian, para konsultan di bidang layanan teknologi pertambangan menyebut aktivitas pertambangan telah berkembang ke praktik tambang berkelanjutan.
“Banyak perusahaan global yang bermitra dengan kami telah membuat kemajuan besar dalam pertambangan yang lebih ramah lingkungan atau bergerak ke arah itu,” kata Tom Jordan, Direktur Mine Tech Services (MTS) yang berbasis di Inggris seperti dikutip dari laman Think Landscape.
Pertambangan ramah lingkungan adalah praktik pertambangan yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Contoh praktik pertambangan ramah lingkungan adalah mereklamasi lahan bekas area tambang, pengelolaan air, pengelolaan limbah, penggunaan energi bersih, konservasi keanekaragaman hayati, dan penerapan teknologi ramah lingkungan.
Meskipun perusahaan mungkin belum dapat mengganti truk diesel mereka dengan truk listrik, Jordan mengatakan bahwa mereka dapat menggunakannya secara lebih efisien dengan membuang limbah yang tidak perlu dan meningkatkan produktivitas untuk memindahkan lebih banyak ton dengan membakar bahan bakar yang sama atau lebih sedikit.
Beberapa perusahaan juga menggunakan kombinasi teknologi yang tersedia seperti truk diesel-listrik dan bantuan troli. Teknologi ini melibatkan penyambungan truk ke kabel listrik saat mereka melaju di tanjakan curam, yang secara drastis mengurangi pembakaran bahan bakar dan dengan demikian emisi karbon dapat berkurang.
Industri pertambangan juga semakin beralih ke listrik tenaga surya untuk mendukung operasionalnya. Di Australia, Rio Tinto Group menandatangani kesepakatan pada bulan Januari untuk menanggung pengembangan tenaga surya dan angin untuk digunakan di tambang aluminiumnya.
Sementara itu, Chile memperluas kapasitas tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan pertambangan dan listrik lainnya. Perusahaan tambang Codelco baru-baru ini mengumumkan bahwa 85 persen energinya akan berasal dari sumber-sumber terbarukan pada tahun 2027.
Sedangkan di Afrika, dikutip dari laman African Business, tren industri bergerak ke praktik pertambangan berkelanjutan yang tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi dari operasi mereka, tetapi juga pada isu-isu sosial dan lingkungan.
Aspek ekonomi berfokus pada biaya penambangan dalam kaitannya dengan keuntungan, dan aspek lingkungan berkaitan dengan langkah-langkah yang diambil untuk menjaga lingkungan. Melindungi lingkungan lebih lanjut berarti menerapkan teknik penambangan yang berdampak rendah dan penggunaan metode penambangan yang lebih bersih dan efisien.
Dalam mengurangi dampak perubahan iklim, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan memikirkan kembali penanganan limbah pertambangan.
Badan Energi Internasional memprediksi bahwa permintaan mineral penting akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 dan empat kali lipat pada tahun 2050, dengan pendapatan mencapai 400 miliar dolar AS per tahun. Benua yang akan diuntungkan adalah benua Afrika, karena benua ini memiliki sekitar 30 persen cadangan mineral dunia, termasuk kobalt, tembaga, bauksit, litium, dan logam tanah jarang yang kesemuanya masih sangat dibutuhkan untuk teknologi energi bersih.