4 Profil Pemimpin Hamas Hafidz Quran yang Syahid Dibunuh Israel, Termasuk Ismail Haniyeh
Ismail Haniyeh disebut memiliki hafalan Alquran 30 juz bersanad.
REPUBLIKA.CO.ID, Syahidnya pimpinan biro politik Hamas Ismail Haniyeh diduga didalangi penjajah Israel. Pembunuhan terhadap para pimpinan Hamas yang tidak mau berkompromi terhadap kebiadaban Israel bukan yang pertama. Militer zionis memiliki rekam jejak panjang dalam pembunuhan terhadap para pimpinan Hamas. Berikut lima pimpinan Hamas terakhir yang dibunuh militer Israel.
1. Yahya Abdul Lathif Ayyasy
Yahya Ayyasy lahir pada tahun 1966 di desa Rafat, sebuah desa yang ada di wilayah Thulkurm, Palestina. Ayyasy muda dikenal cerdas bahkan mendapat penghargaan karena prestasinya menghafal Alquran pada tahun 1989. Dia lulus dari jurusan teknik listrik Universitas Bir Zaid.
Sejak tahun 1993, Yahya Ayyasy menjadi anggota persatuan Insinyur Yordania. Dia adalah ahli perakit bom pada pasukan pimpinan Izzuddin Al Qassam, pasukan pimpinan Izzuddin Al Qassam adalah sayap militer kelompok Hamas.
Yahya Ayyasy merencanakan 11 usaha isytisyhad atau bom bunuh diri. Dia melaksanakan rencana tersebut pada bulan April 1994 sampai November 1995. Usahanya itu berhasil menyebabkan kematian 410 orang Yahudi Israel.
Di antara ucapan-ucapannya yang terkenal, Yahya Ayyasy berkata, "Sesungguhnya peperangan melawan Israel harus terus dilakukan sampai mereka keluar dari bumi Palestina."
Israel memasang bahan peledak seberat 50 gram di telepon genggam yang dia ambil dari kawannya yang bernama Usamah. Usamah menerima telepon tersebut dari pamannya. Pamannya Usamah adalah satu-satunya orang yang mengetahui tempat persembunyian Yahya Ayyasy di rumah Usamah. Paman Usamah mengambil telepon dari Usamah kemudian memberikannya kembali.
Suatu saat Yahya Ayyasy merasa curiga kalau orang Yahudi memasang bahan peledak di teleponnya. Yahya Ayyasy membuka telepon tersebut dan tidak mendapatkan sesuatu yang mencurigakan.
Pada tanggal 5 Januari 1996, Yahya Ayyasy sedang menunggu pembicaraan telepon dari ayahnya karena aliran telepon di wilayah tersebut sedang tidak aktif. Maka ayah Yahya Ayyasy menghubunginya lewat telepon genggam. Telepon yang sedang dipakai oleh Yahya Ayyasy tersebut meledak. Telepon genggam yang dia gunakan terdapat bahan peledaknya.
Bom yang terdapat di telepon genggamnya dikendalikan oleh pasukan Israel dari kejauhan yaitu dari dalam pesawat. Anggota tubuh Yahya Ayyasy langsung berantakan dan lehernya terputus. Wajah sebelah kanannya yang berada tepat di atas telepon genggam juga ikut hancur.
Orang-orang yang mengantar jenazah Yahya Ayyasy jumlahnya hampir mencapai 250 ribu orang. Jenazahnya dibawa dari masjid Palestina di kota Gaza menuju ke pemakaman jenazahnya. Diantar oleh orang-orang sejauh 4 km dan membutuhkan waktu sekitar 5 jam.
2.Syekh Ahmad Yasin
Pemilik nama asli Abdullah Yasin ini merupakan tokoh kunci di balik berdirinya Harakah Muqawamah Islamiyyah (Hamas). Muhammad Said Mursi dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, mengungkapkan, sosok yang mengaku lahir pada 1938 itu menjadi anak yatim ketika berusia tiga tahun.
Syekh Ahmad Yasin datang ke Gaza sebagai seorang pengungsi. Menginjak usia 12 tahun, ia mengalami kelumpuhan total setelah bermain gulat dengan kawannya, Abdullah al-Khatib. Lehernya sempat diplester selama 45 hari. Namun, ia harus mengalami kelumpuhan seumur hidup.
Meski kondisi fisiknya tak seperti orang normal karena lumpuh, semangat belajarnya sangat tinggi. Ia sebenarnya diterima sekolah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Namun, kondisi kesehatannya yang memburuk membuatnya terpaksa harus belajar di rumah.
Ia adalah seorang kutu buku. Minatnya pada ilmu filsafat, agama, politik, sosiologi, dan ekonomi membuatnya menjadi seorang tokoh. Masyarakat Gaza pun menjulukinya sebagai salah seorang pembicara atau orator tebaik di Jalur Gaza. Syekh Ahmad Yasin pun dipercaya untuk menyampaikan khutbah pekanan setelah shalat Jumat.
Sebagai seorang orator yang hebat, ceramahnya seakan mampu menyihir dan membuat masyarakat di Gaza terpana. Tak heran jika setiap kali tampil berpidato atau berceramah, massa menyemut mengelilinginya. Karier pertamanya adalah menjadi guru bahasa Arab di sekolah dasar di Rimal, Gaza.
Aktivitasnya di dunia poltik dimulai dengan bergabung menjadi anggota Ikhwanul Muslimin cabang Palestina. Pada 1987, bersama Abdul Aziz al-Rantissi, Syekh Ahmad Yasin mendirikan sebuah organisasi bernama Hamas, yang dikenal sebagai sayap Ikhwanul Muslimin di Palestina. Ia pun menjadi tokoh yang disayangi umat dan ditakuti lawan.
Menurut Said Mursi, Hamas yang didirikan Syekh Ahmad Yasin disambut dukungan umat Islam di Palestina, khususnya di kawasan Gaza. Betapa tidak, Hamas yang dituding Pemerintah Amerika Serikat (AS) sebagai gerakan teroris, justru memberi berkah bagi warga Palestina.
Hamas telah mendirikan rumah sakit, membangun sistem pendidikan lewat sekolah-sekolah yang didirikannya, dan mendirikan lembaga zakat, lembaga perdamaian untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antarwarga, serta lembaga sosial lainnya. Sebagai seorang pejuang Islam yang tangguh, Syekh Ahmad Yasin tak pernah mengenal istilah takut.
Ia berani mempertaruhkan nyawanya untuk membela agama Allah SWT. Pada 1983, Syekh Ahmad Yasin ditangkap pasukan Israel. Ia dijebloskan ke dalam jeruji besi dengan tuduhan kepemilikan senjata illegal-sebuah fitnah dan tuduhan yang mengada-ada. Selain itu, ia juga dituding menghasut masyarakat untuk mengusir Yahudi.
Tak cukup dengan dua sangkaan itu, Syekh Ahmad Yasin pun dijebloskan ke penjara karena jabatannya sebagai pemimpin Hamas. Tak tanggung-tanggung, Syekh Ahmad Yasin pun dihukum penjara oleh Israel selama 13 tahun.
Empat tahun kemudian, Zionis Israel kembali memenjarakan Syekh Ahmad Yasin. Selama berada dalam penjara, ia kerap diperlakukan secara sangat keji. Meski dalam keadaan lumpuh, tentara Israel selalu menyiksanya. Semua siksaan keji itu diterimanya dengan penuh ketabahan.
"Syekh Ahmad Yasin rela mengalami semua siksaan dan penderitaan itu demi membela agama Islam dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari cengkeraman penjajah Israel," papar Said Mursi. Pada 1991, ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan militer Israel.
Dia menyelesaikan hafalan seluruh Al-Quran pada tahun 1990 di dalam penjara pendudukan Zionis Israel. Dia membaca banyak buku tafsir, iman Islam, hadits, fikih dan usul fikih, selain banyak membaca buku dakwah, pemikiran dan dan pendidikan.
Enam tahun kemudian, Syekh Ahmad Yasin dibebaskan dari penjara. Ia dibebaskan dalam sebuah pertukaran tahanan antara pemerintah Israel dan kelompok Hamas. Israel membebaskannya dari hukuman seumur hidup dengan syarat Hamas membebaskan dua anggota Mosad yang berupaya membunuh tokoh Hamas di Yordania, Halid Masy'al.
Upaya untuk membunuh sang tokoh Muslim itu terus dilakukan Israel. Hingga akhirnya, pada 22 Maret 2004, tentara Zionis Israel membunuh Syekh Ahmad Yasin dengan cara yang sangat sadis dan keji.
Hari itu, Syekh Ahmad Yasin baru saja selesai shalat Subuh di Masjid al-Mujama' al-Islami yang didirikannya di Kota Gaza. Ketika keluar dari masjid, pasukan Israel melepaskan tiga roket. Salah satunya, mengenai tubuh sang mujahid. Ia pun gugur sebagai syuhada bersama sembilan orang Palestina
Dunia pun beramai-ramai mengecam aksi brutal dan sadis yang dilakukan pasukan Zionis Israel itu. Sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu, Kofi Annan, mengutuk keras pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap tokoh Hamas tersebut.
3. Abdul Aziz Abdul Hafidz Ar-Rantisi
Salah satu tokoh pendiri Hamas, Abdul Aziz Abdul Hafidz Ar-Rantisi dikisahkan dipenjara oleh Israel setelah adanya intifadhah (perjuangan) rakyat Palestina yang pertama pada tanggal 9 Desember 1987.
Baru 100 hari Abdul Aziz Ar-Rantisi menghirup udara bebas, pada tanggal 1 Desember 1990, dia ditangkap lagi dan kemudian dipenjara selama setahun sebagai sanksi administrasi.
Pada tanggal 17 Desember 1992, Abdul Aziz Ar-Rantisi diusir lagi oleh zionis Israel ke wilayah Lebanon bagian selatan. Dia diusir bersama 416 mujahid dari para aktivis, kader kelompok Hamas dan jihad islami. Dia menjadi juru bicara resmi orang-orang yang diusir tersebut. Mereka tetap tinggal di perkemahan Al-Audah di daerah penggembalaan Az Zuhur. Usahanya berhasil untuk menggagalkan keputusan pengusiran, akhirnya mereka bisa kembali ke Palestina dan membuang jauh-jauh kemungkinan adanya pengusiran lagi sampai hari ini.
Sekeluarnya dari penjara, Abdul Aziz Ar-Rantisi langsung memainkan perannya dalam memimpin Hamas. Dia berusaha dengan keras untuk mempertahankan keberadaan bangsa Palestina dan tujuan-tujuan kelompok Hamas. Dia juga mendukung rakyat Palestina untuk kembali bangkit, tetapi hal ini tidak mendapat tanggapan dari pemerintah Palestina.
Pada tahun 1996, kelompok Hamas mendapatkan pukulan yang telak dari pemerintah Palestina. Baru setahun dia dibebaskan oleh Israel, pada tanggal 10 April 1998 pemerintah Palestina langsung menangkapnya lagi karena adanya tekanan dari Israel. Hal ini diketahui setelah adanya pengakuan dari beberapa pejabat keamanan pemerintah Palestina.
Abdul Aziz Ar-Rantisi dibebaskan setelah 15 bulan dipenjara, alasan pembebasannya adalah karena kematian ibunya. Setelah itu, dia ditangkap lagi sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Di dalam penjara dia mogok makan supaya dibebaskan.
Ketika sebuah penjara milik pemerintah Palestina diserang oleh pasukan Israel. Abdul Aziz Ar-Rantisi sedang berada di dalam sel yang terkunci dalam penjara tersebut, pada saat terjadi serangan penjara tersebut dikosongkan dari para pejabat keamanan agar mereka selamat. Dia di penjara oleh pemerintah Palestina selama 27 bulan, setelah itu pemerintah Palestina sudah berusaha dua kali untuk menangkapnya.
Pada tahun 1990, Abdul Aziz Ar-Rantisi menamatkan hafalan Alquran di dalam penjara. Dia dalam penjara satu sel dengan Syekh Ahmad Yasin (pendiri Hamas). Abdul Aziz Ar-Rantisi mempunyai beberapa bait syair, syairnya mengungkapkan bahwa tanah dan rakyat Palestina sangat kokoh bersemayam di hatinya.
Pada Sabtu tanggal 25 Safar 1425 Hijriyah atau 17 April 2004, Abdul Aziz Ar-Rantisi gugur sebagai Syahid. Kejadian ini hanya berselang kurang dari satu bulan dari kematian gurunya yakni Syekh Ahmad Yasin. Abdul Aziz Ar-Rantisi gugur sebagai syahid setelah pesawat tempur Israel menyerang mobilnya.
Kisah Abdul Aziz Abdul Hafidz Ar-Rantisi membela Palestina ini dikisahkan dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis Syaikh Muhammad Sa'id Mursi.
4. Ismail Haniyeh
Ismail Haniyeh, pimpinan biro politik Hamas, gugur dalam serangan di Teheran, Iran pada Rabu (31/8/2024). Kabar duka ini dibenarkan juru bicara gerakan pejuang Palestina tersebut.
"Saudara pemimpin, syahid, mujahid Ismail Haniyeh pemimpin gerakan tersebut, meninggal akibat serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran, setelah berpartisipasi dalam upacara pelantikan presiden baru Iran,” demikian petikan pernyataan resmi Hamas yang diterima Republika pada pagi ini.
Ismail Haniyeh masyhur sebagai pemimpin biro politik Hamas, terutama sejak faksi Palestina tersebut berhasil memenangkan pemilihan umum dan memerintah Jalur Gaza sejak 2007. Sejak 2017, murid pendiri Hamas Syekh Ahmad Yasin itu menetap di Qatar.
Ismail Haniyeh (kerap pula dieja Ismail Haniyah) lahir di kawasan pengungsian al-Syati di Jalur Gaza pada 1963. Sejak menjadi mahasiswa Universitas Islam Gaza, dirinya mulai bergabung dengan gerakan Hamas. Pada 1987, ia berhasil lulus dan meraih gelar sarjana Sastra Arab dari kampus tersebut.
Ismail Haniyeh disebut hafal 30 juz Alquran. Dia memiliki sanad hafalan yang tersambung ke Rasulullah Sallallaahu ‘alayhi wa sallam. Hampir setiap Jum’at, Ismail Haniyeh mendakwahkan Alquran kepada rakyatnya di berbagai masjid di Gaza.
Pada 1997, Ismail Haniyeh menjadi kepala sebuah biro Hamas. Pada pemilu legislatif tahun 2006, namanya terdapat di kertas suara. Kemenangan Partai Hamas dalam pesta demokrasi itu mengantarkan dirinya ke kursi perdana menteri Palestina.
Namun, raihan Hamas itu langsung digugat rivalnya, Fatah. Pada 14 Juni 2007, Mahmoud Abbas sebagai representasi Otoritas Nasional Palestina (PNA) menjungkalkan Haniyeh dari kursi. Sejak itu, dimulailah friksi internal Palestina ini. Fatah memerintah di Tepi Barat, sedangkan Hamas di Jalur Gaza.
Pada Februari 2017, posisi Ismail Haniyeh digantikan oleh Yahya Sinwar. Kemudian pada 6 Mei, ia ditunjuk menjadi pemimpin biro politik Hamas, menggantikan Khalid Mashal.
Jejak perjuangan
Antara tahun 1985 dan 1986, Ismail Haniyeh yang masih mahasiswa ikut dalam dewan mahasiswa yang ditaja Ikhwanul Muslimin (IM). Saat Intifadah I pecah pada 1987, ia turut serta bersama dengan para pejuang Palestina. Dirinya baru saja lulus pada saat itu.
Ia sempat ditangkap aparat Israel dan menjalani masa tahanan walau cukup singkat. Setahun kemudian, Haniyeh kembali ditangkap dan ditahan enam bulan lamanya. Pada 1989, ia dipenjara selama tiga tahun.
Bersama dengan Abdul Aziz al-Rantissi, Mahmud Zahhar, dan Aziz Duwaik serta 400 aktivis lainnya, Ismail Haniyeh dideportasi oleh Israel ke Lebanon. Pada 1993 atau setahun kemudian, ia kembali ke Gaza dan memimpin universitas Islam setempat.
Intifadha II pada 2000-2005 turut melejitkan nama Ismail Haniyeh. Seiring dengan itu, militer Israel (IDF) dan Mossad kian menggencarkan operasi untuk membunuh tokoh Hamas ini. Pada 2003, ia selamat dari serangan udara yang dilancarkan IDF.
Pada 2018, pemerintah Amerika Serikat (AS) memasukkan namanya ke dalam daftar "teroris global."
Berkaitan dengan genosida Gaza yang dimulai oleh serangan IDF pada Oktober 2023, Ismail Haniyeh sempat memberikan keterangan. "Sudah berapa kali kami sampaikan bahwa rakyat Palestina sudah tersingkir dari tanah air sendiri lebih dari 75 tahun, dan masih saja kalian (negara-negara Barat) menolak untuk mengakui hak-hak rakyat Palestina?" katanya dalam sebuah siaran televisi. Ia juga menampik bahwa "normalisasi" hubungan dengan Israel yang dilakukan negara Arab tidak akan membuahkan solusi untuk Palestina.
Ismail Haniyeh merupakan bapak 13 orang anak. Tiga anaknya syahid pada 2024 di tengah genosida yang dilakukan IDF di Gaza. Sejak 2009, keluarganya tinggal di kamp pengungsi al-Syati. Pada 2010, Haniyeh membeli lahan seluas 2.500 m persegi di Rimal, Jalur Gaza.