Temuan Kerangka di Bandung, Coretan Aku Minta Sekolah, dan Kewajiban Ayah terhadap Anak

Meski sudah cerai, ayah berkewajiban membiayai sekolah anak.

Dok Republika
Sejumlah pesan diduga ditulis oleh dua orang korban Iguh Indah Hayati (55 tahun) dan Elia Putra (24 tahun) yang telah menjadi kerangka manusia terpampang di tembok dinding rumah mereka di Perumahan Tanimulya, Kabupaten Bandung Barat. Pesan tersebut diduga ditujukan untuk suami dan ayah korban Mudjoyo Tjandra.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Media massa ramai memberitakan penemuan dua kerangka orang di Perumahan Tanimulya, Kabupaten Bandung Barat beberapa hari terakhir. Keduanya diduga adalah seorang ibu bernama Iguh Indah Hayati (55 tahun) dan anaknya Elia Putra (24). Indah diduga merupakan mantan istri dari seorang warga bernama Mudjoyo Tjandra.

Penemuan dua kerangka itu bermula dari Mudjoyo Tjandra yang hendak masuk ke rumah keduanya. Mudjoyo ditemani pengurus lingkungan membuka paksa pagar dan pintu rumah untuk mengambil sejumlah dokumen. Ketika masuk ke dalam rumah, mereka dikejutkan dengan temuan dua kerangka tadi.

Di tembok rumah terdapat coretan seperti harapan dua jenazah yang belum terwujud. Salah satunya adalah coretan meminta uang sekolah dan harapan untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Namun itu tidak terwujud karena ada yang diduga ingkar janji tidak memenuhi kewajiban membiayai pendidikan.

“Aku hanya minta uang sekolah, tapi kau seperti itu,...” bunyi coretan di tembok tersebut.

Baca Juga


Apakah kewajiban seorang ayah terhadap anaknya dalam hal pendidikan? Apakah wajib membiayai pendidikan anak?

Terkait hal ini, ada sebuah ayat Alquran menjelaskan kewajiban memberikan nafkah, termasuk di dalamnya adalah kebutuhan anak mendapatkan pendidikan,
Allah Swt. berfirman

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf” (QS. Al-Baqarah [2]: 233).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan,

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Yakni diwajibkan atas orang tua si anak memberi nafkah dan sandang ibu anaknya dengan cara yang makruf, yakni menurut tradisi yang berlaku bagi semisal mereka di negeri yang bersangkutan tanpa berlebih-lebihan, juga tidak terlalu minim. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan pihak suami dalam hal kemampuan ekonominya, karena ada yang kaya, ada yang pertengahan, ada pula yang miskin. Seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (At-Talaq: 7).

Ad-Dahhak mengatakan, "Apabila seseorang menceraikan istrinya, sedangkan ia telah punya anak dari istrinya itu yang masih dalam masa penyusuan, maka ia wajib memberi nafkah dan sandang kepada istrinya yang telah diceraikan itu dengan cara yang makruf (selama bekas istrinya itu masih menyusukan anaknya)."

Pasal 156 huruf d Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan, “Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).” Termasuk nafkah anak adalah biaya pendidikannya hingga dewasa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler