Saksi Mata Sebut Haniyeh Bukan Dibunuh dengan Ledakan Bom Seperti Klaim Media Barat, Tapi…
MEE mewawancarai tiga saksi mata yang tinggal di gedung tempat Haniyeh terbunuh.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Tiga individu yang berada dalam gedung di Teheran di mana Ismail Haniyeh dibunuh memberikan keterangan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa, sang pemimpin Hamas dibunuh lewat proyektil yang ditembakkan ke arah kamarnya bukan lewat ledakan bom yang diselundupkan ke dalam gedung itu seperti klaim the New York Times lewat laporannya. Tiga saksi mata itu, yang mana satu di antaranya tinggal di kamar yang dekat dengan kamar Haniyeh, mengatakan pada Jumat (2/8/2024), bahwa mereka mendengar suara-suara sebelum ledakan menggetarkan gedung, suara yang terdengar konsisten mirip dengan suara misil ditembakkan.
"Itu pasti sebuah proyektil bukan bom yang ditempatkan (di dalam gedung)," kata salah satu saksi kepada MEE, sambil menambahkan, mereka melihat kerusakan akibat ledakan terlihat seperti kerusakan hasil serangan sebuah misil.
Sementara, dua individu lain, yang tinggal dia lantai berbeda, juga mengaku menyaksikan dampak kerusakan pascaserangan, yang memperlihatkan kerusakan sebagian atap dan dinding eksterior kamar yang ditempati Haniyeh.
Haniyeh terbunuh bersama pengawal pribadinya, Wasim Abu Shaaban pada Rabu (31/7/2024), beberapa jam setelah mereka menghadiri pelantikan Presiden terpilih Iran, Masoud Pezeshkian.
Sumber yang dekat dengan pejabat di kepresidenan Iran kepada MEE mengatakan, gedung tempat Haniyeh tinggal berlokasi di dekat istana Saadabad di Teheran dan dijaga oleh IRGC. Berdasarkan analisis terhadap area itu, gedung terletak di sebuah perbukitan di utara Teheran, di kaki gunung Alborz.
Tak lama setelah peristiwa pembunuhan, pejabat senior Hamas, Khalil Al-Hayya mengatakan kepada media, mengutip beberapa saksi mata, bahwa serangan dilancarkan lewat sebuah misil yang langsung tepat mengarah kepada Haniyeh.
Dalam keterangan pers di Teheran, Hayya menambahkan, saat baik Hamas atau Iran tak menginginkan perang terjadi di kawasan, pembunuhan (terhadap Haniyeh) harus mendapatkan pembalasan.
Sebelumnya, the New York Times (NYT) lewatlaporannya pada Kamis (1/8/2024), mengeklaim, bahwa, Ismail Haniyeh gugur akibat ledakan bom yang diselundupkan dua bulan sebelumnya di tempat dia menginap di Teheran. Laporan NYT tersebut mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya, dua pejabat Iran, dan lima pejabat Timur Tengah.
"Bom tersebut diledakkan dari jarak jauh," menurut para pejabat.
Ledakan itu mengguncang bangunan, menghancurkan beberapa jendela, dan meruntuhkan sebagian dinding luar. Demikian menurut dua pejabat IRGC kepada NYT.
Utusan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)Amir Saeed Iravani menegaskan, pada Rabu (31/7/2024), bahwa negaranya akan membalas pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh di Teheran.
"Republik Islam Iran memiliki hak yang melekat untuk membela diri sesuai dengan hukum internasional untuk menanggapi tindakan teroris dan kriminal ini secara tegas ketika dianggap perlu dan tepat," kata Iravani kepada Dewan Keamanan PBB.
Iravani menyebut kematian Haniyeh, "hasil dari tindakan terorisme agresif oleh rezim pendudukan Zionis Israel". Dia menggambarkan serangan itu sebagai kelanjutan dari kegiatan teroris dan sabotase yang dilancarkan Israel di kawasan.
Iravani juga menegaskan kembali "komitmen Iran untuk menegakkan hukum internasional serta tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa." Perdamaian di kawasan itu hanya dapat dicapai dengan menghormati prinsip-prinsip tersebut, katanya. Dia menuduh Israel mengambil sikap agresif terhadap semua negara di kawasan itu.