Kerusuhan Anti Muslim Pecah di Inggris Karena Informasi Hoax, Termasif Dalam 13 Tahun
Tersangka pembunuhan, Axel Rudakubana, 17 tahun, bukan imigran dan lahir di Inggris.
REPUBLIKA.CO.ID, LIVERPOOL -- Kerusuhan hebat melanda beberapa kota di Inggris pada hari Sabtu (3/8/2024), menyusul kabar palsu terkait pelaku pembunuhan tiga perempuan muda dalam sebuah kelas dansa di Southport. Kerusuhan melukai sejumlah polisi dan merusak properti.
Ini menjadi kerusuhan yang paling meluas di Inggris selama 13 tahun. Kerusuhan yang melibatkan ratusan demonstran anti-imigrasi meletus di sejumlah kota setelah informasi palsu menyebar dengan cepat di media sosial, bahwa tersangka dalam serangan pisau pada hari Senin di Southport adalah seorang imigran Muslim radikal.
Polisi mengatakan tersangka, Axel Rudakubana, 17 tahun, bukan imigran, ia lahir di Inggris. Tetapi protes oleh demonstran anti-imigrasi dan anti-Muslim terus berlanjut berubah menjadi kekerasan, pembakaran, dan penjarahan.
Kerusuhan yang disertai kekerasan ini terjadi di Liverpool, Bristol, Hull, dan Belfast. Perkelahian terjadi, lemparan batu bata serta botol, dilakukan oleh demonstran anti imigran yang berhadapan dengan kelompok yang menentang rasisme.
Banyak petugas polisi menderita luka-luka saat mereka mencoba mencegah beberapa ratus pengunjuk rasa yang sebagian besar pemuda yang meneriakkan slogan-slogan. Di Liverpool, dua petugas dirawat di rumah sakit dengan dugaan patah tulang wajah sementara yang lain didorong dari sepeda motornya dan diserang dalam kekacauan.
Polisi Merseyside menyebut kericuhan ini setidaknya melibatkan sekitar 750 orang. Setidaknya dua toko di Liverpool dirusak dan dijarah, tambah polisi.
Kejadian serupa disaksikan di kota Bristol di barat daya, meskipun jumlah pengunjuk rasa anti-rasis lebih banyak daripada kelompok anti-imigrasi, dengan rekaman TV menunjukkan mereka berhadapan dengan polisi yang mengenakan perlengkapan anti huru hara.
Di Belfast, beberapa bisnis melaporkan kerusakan properti sementara setidaknya satu dibakar, menurut polisi. "Saya tidak tahu alasan mengapa mereka menyerang kami," kata Rahmi Akyol, berdiri di luar pintu kaca kafenya yang pecah di Belfast, yang katanya diserang oleh puluhan orang dengan botol dan kursi.
"Saya sudah tinggal di sini selama 35 tahun. Anak-anak dan istri saya berasal dari sini. Saya tidak tahu harus berkata apa, ini mengerikan," katanya.
Di seluruh Inggris, polisi telah menangkap puluhan orang atas berbagai pelanggaran mulai dari kerusuhan dengan kekerasan hingga perampokan dan perusakan kriminal.
Polisi tambahan telah dikerahkan di seluruh kota sementara masjid-masjid di seluruh negeri telah diimbau untuk meningkatkan keamanan setelah serangan terhadap sebuah masjid di Southport pada hari Selasa.
Perdana Menteri Keir Starmer, yang menghadapi ujian besar pertamanya sejak pemilihannya sebulan lalu, telah mengecam kelompok sayap kanan atas gelombang kekerasan. Ia mendukung polisi untuk mengambil tindakan tegas.
Ia membahas kerusuhan tersebut dengan para menteri senior pada hari Sabtu, kata kantornya. Kerusuhan terakhir kali terjadi di Inggris pada tahun 2011 ketika kekerasan yang jauh lebih besar terjadi, dengan ribuan orang turun ke jalan selama lima malam setelah polisi menembak mati seorang pria kulit hitam di London.
Pada Jumat malam, ratusan demonstran anti-imigrasi di Sunderland melemparkan batu ke arah polisi yang mengenakan perlengkapan anti huru hara di dekat sebuah masjid, sebelum membalikkan kendaraan, membakar mobil, dan menyalakan api di dekat kantor polisi.
"Ini bukan protes. Ini adalah kekerasan dan kekacauan yang tidak dapat dimaafkan," kata Mark Hall, kepala polisi daerah Sunderland, kepada wartawan pada hari Sabtu.
Beberapa protes lebih lanjut direncanakan pada hari Ahad (4/8/2024).