Jawaban Ulama Al Azhar Mesir untuk Mereka yang Halalkan Daging Kucing dan Anjing
Keharaman daging anjing dan kucing disebutkan dalam hadits
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Belakangan ini sejumlah pendapat dari tokoh Islam mengemuka tentang halalnya mengkonsumsi daging kucing dan anjing.
Pendapat mereka ini dilandasi sejumlah alasan, salah satunya bahwa keharaman daging anjing dan kucing tidak ditemukan dalilnya dalam Alquran.
Mereka juga menukilkan pendapat sejumlah tokoh bolehnya memakan daging kucing dan anjing. Sebagaimana dikutip dari Mazhab Maliki yang konon, menurut mereka, juga merujuk pandangan sejumlah sahabat seperti Aisyah, Umar bin Khattab, dan Ibnu Abbas RA.
Klaim kehalalan daging anjing dan kucing ini pun disanggah Sekjen Dewan Ulama Senior Al-Azhar Mesir, Syekh Abbas Syauman dia membantahnya dengan tiga penjelasan berikut:
Pertama, argumen bahwa tidak ada larangan tanpa nash, dan karena hal-hal tersebut tidak disebutkan dalam Kitabullah, maka hukumnya boleh, dimentahkan oleh fakta bahwa nash tentang larangannya ada dalam dua kitab Shahih, Bukhari dan Muslim, dan dalam kitab al-Muwatha' Imam Malik, yang berjudul: "Bab yang mengharamkan memakan setiap binatang yang memiliki taring dari binatang buas."
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap binatang buas yang memiliki taring haram dimakan."
Hadits ini, yang mewakili aturan komprehensif tentang apa yang diharamkan untuk dimakan, ditetapkan dengan tegas oleh teks dari Sunnah sebagaimana halnya dengan teks dari Alquran, sehingga mengatakan bahwa hal-hal ini diperbolehkan karena tidak ada teks tentang mereka adalah fitnah murni dan pengingkaran terhadap Sunnah, yang merupakan sumber hukum kedua setelah Kitab Allah.
Kedua, pendapat mereka yang menyebut boleh memakan kucing dan anjing serta sejenisnya, merujuk pendapat Mazhab Maliki dan sebagian generasi salaf, ternyata pendapat lain bertolak belakang. Pendapat jumhur fuqaha mengharamkannya, dan ini adalah pendapat yang benar dalam Mazhab Maliki, sebagaimana disebutkan dalam teks Al-Qurtubi. Dia menulis:
وقد اختلفت الرواية عن مالك في لحوم السباع والحمير والبغال. فقال مرة: هي محرمة، لما ورد من نهيه عليه السلام عن ذلك، وهو الصحيح من قوله على ما في الموطأ ."
"Riwayat dari Malik tentang daging binatang buas dan keledai. Satu riwayat menyebut haram, sesuai dengan larangan dari Rasulullah SAW, dan ini yang benar, sebagaimana dalam kitabnya al-Muwatha."
Baca juga: Media Amerika Serikat Ungkap Hamas Justru Semakin Kuat, Bangun Kembali Kemampuan Tempur
Pendapat Imam Malik sendiri setelah menyebutkan hadis larangan dalam kitab Muwatha'nya. Penelitian ini membuktikan banyaknya riwayat dalam Mazhab Maliki mengenai kebolehan memakan hewan-hewan tersebut yaitu haram, makruh, dan boleh.
Sedangkan yang kuat dalam Mazhab Maliki adalah keharaman memakan daging anjing dan kucing. Imam Malik adalah pengarang kitab al-Muwatha, salah satu kitab Sunnah yang paling penting, di mana beliau meriwayatkan hadits yang melarang setiap yang miliki taring dan cakar dalam kitab al-Muwatha yang melarang memakan setiap hewan yang bertaring.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Diharamkan memakan segala sesuatu yang bertaring. Malik berkata, "Ini adalah hukum yang berlaku di kami."
Inilah Imam Malik,
Inilah Imam Malik, pendiri mazhab, dalam kitab al-Muwatha, menyatakan satu bab yang menyatakan keharamannya dan menegaskan setelah menyebutkan hadits bahwa ini adalah pendapatnya, oleh karena itu, memuat pendapat mazhabnya selain dari apa yang telah ia nyatakan dan ia tulis dengan tangannya sendiri, maka hal itu tidak perlu diperhatikan.
Kalaupun ada perkataan lain yang bersumber darinya, atau dari salah satu sahabat, atau dari para tabiin, maka yang menjadi pegangan mayoritas ulama fiqih, termasuk Imam Malik, adalah yang ditetapkan nash dan keharaman perkara-perkara ini nashnya kuat, tidak ada celah lagi untuk menghalalkannya, jika tidak maka ijtihad dengan adanya nash, adalah batal.
Ketiga, dalam syariat kita, selera masyarakat dan apa yang disukai dan tidak disukai oleh jiwa yang normal menjadi pertimbangan, dan fatwa berubah dalam masalah ijtihad dengan berubahnya kebiasaan dan selera masyarakat serta apa yang disukai dan tidak disukai oleh jiwa mereka, dan hewan-hewan tersebut adalah yang tidak disukai oleh jiwa yang normal, baik yang kuno maupun yang modern, dan hal ini mengharuskan untuk tidak menyatakan halal untuk dimakan.
Yang perlu ditekankan di sini adalah memisahkan beberapa hal yang dikacaukan oleh sebagian orang, di antaranya korelasi perbincangan tentang kenajisan dan sucinya hewan ini dengan hukum memakannya.
Malikiyah mengatakan bahwa anjing itu suci dan haram dimakan, menurut pendapat yang kuat, maka hukum memakannya harus dipisahkan dari hukum memiliki dan memanfaatkannya, seperti kucing yang digunakan untuk membasmi hewan pengerat, sedangkan anjing untuk menjaga dan berburu, maka keharaman memakannya tidak mencakup keharaman memiliki dan memanfaatkannya, dan keharaman memakan hewan-hewan tersebut harus dipisahkan dari kewajiban bersikap lembut yang hukumnya wajib serta keharaman menyiksa atau membunuhnya selama tidak mencelakai.
Berbuat baik kepada hewan-hewan tersebut memasukkan seorang pria ke surga, sedangkan menyiksanya memasukkan seorang wanita ke dalam neraka.
Sebelumnya, seorang pria berinisial N (64) di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang diduga aniaya kucing hingga tewas, dan memakan dagingnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana tersebut. Pelaku mengaku mengonsumsi daging sejak tiga tahun lalu.
"Tersangka mengakui telah mengonsumsi daging kucing sejak tiga (3) tahun lalu," kata Kanit Tindak Pidana Tertentu Satreskrim Polrestabes Semarang AKP Johan Widodo di Semarang, Kamis (8/9/2024).
Dalam aksinya, kata dia, pelaku memukul kucing yang ditemuinya dalam kondisi tidur, kemudian dipukul dengan gagang sabit. Pelaku lantas memotong dan merebus daging kucing sebelum mengonsumsinya.
Adapun alasan pemilik indekos di Gunungpati, Kota Semarang, itu nekat mengonsumsi daging kucing, menurut dia, karena menganggap daging itu rendah kalori. Selain itu, pelaku mengaku tidak sanggup membeli daging sapi.
Dalam pengungkapan perkara tersebut, polisi juga mengamankan sejumlah peralatan untuk memasak daging kucing serta sejumlah potongan tulang yang berasal dari kucing tersebut.
Baca juga: Coba Cari Kesalahan Alquran, Mualaf Lamaan Ball: Tuhan Jika Engkau Ada, Bimbinglah Aku
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan atau Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan.
Terhadap tersangka, kata dia, tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukuman di bawah 5 tahun. Ia menambahkan bahwa penyidik juga masih berkoordinasi untuk memastikan kondisi kejiwaan pelaku.