Ridha dan Sabar: Kunci Kebahagiaan Muslim

Kedua sikap ini bermuara pada bersangka baik kepada Allah SWT.

AP Photo/Armando Franca
ILUSTRASI Ridha dan syukur kepada Allah
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib RA melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya, "Mengapa engkau tampak bersedih hati?"

Baca Juga


Ady menjawab, "Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran!?"

Ali terdiam haru, kemudian berkata, "Wahai Ady, barangsiapa ridha terhadap takdir Allah SWT, maka takdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahala-Nya, dan barang siapa tidak ridha terhadap takdir-Nya, maka hal itu pun tetap berlaku atasnya dan terhapus amalnya."

Ada dua sikap utama bagi seorang hamba Allah ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak dia inginkan, yakni ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian mutlak yang perlu dilakukan oleh sorang Muslim.

Perbedaan antara sabar dan ridha adalah berikut. Sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian--sekalipun menyakitkan--dan mengharap akan segera berlalunya musibah.

Adapun ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah SWT dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab, di dalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik kepada Sang Khalik.

Orang-orang yang ridha ketika ditimpa musibah, dia akan mencari hikmah yang terkandung di balik ujian tersebut. Ia yakin, Allah SWT telah memilihnya (untuk menerima ujian itu), dan Dia sekali-kali tidak menghendaki keburukan dari ketentuan cobaan bagi makhluk-Nya. Apabila ridha ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit yang diakibatkan oleh berbagai musibah yang menimpanya.

Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya" (HR Tirmidzi).

Bagi orang yang ridha, ujian merupakan pembangkit semangat untuk semakin dekat pada Allah, semakin menenggelamkan dirinya dalam bermusyahadah dengan-Nya.

Dalam satu kisah, Abu Darda' pernah melayat pada sebuah keluarga yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah SWT. Maka Abu Darda' berkata kepada mereka, "Engkau benar, sesungguhnya Allah SWT apabila memutuskan suatu perkara, maka Dia senang jika takdir-Nya itu diterima dengan rela atau ridha."

Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT dalam situasi apa pun.

 

sumber : Hikmah Republika oleh M Kamaluddin al-Maulidy A
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler