Kemenhub Ubah Skema KRL Berbasis NIK, Apa Tujuannya?
Menteri Perhubungan menyebut pengenaan tarif KRL berbasis NIK masih wacana.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu terakhir media sosial dihebohkan dengan rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang hendak mengubah skema subsisi kereta rel listrik (KRL). Tarif KRL Jabodetabek nantinya akan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada 2025.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal memastikan belum ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat. Risal juga menekankan skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan.
"Rencana itu merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran," kata dia dalam keterangan, Kamis (29/8/2024).
Menurut Risal, untuk memastikan skema tarif subsidi KRL betul-betul tepat sasaran, DJKA Kemenhub masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait.
"Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," kata dia.
DJKA Kemenhub, kata Risal, juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek. Diskusi publik itu, kata dia, akan dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat.
"Sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut, masyarakat diimbau untuk dapat mengkonfirmasi berbagai informasi terkait tarif dan layanan KRL Jabodetabek kepada petugas, maupun langsung kepada DJKA," ujar Risal.
Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemberian subsidi berbasis NIK untuk tiket KRL Commuter Line Jabodetabek pada 2025 masih bersifat wacana. "Itu belum, masih wacana," kata Budi Karya di Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan, memang sedang dilakukan studi agar semua angkutan umum bersubsidi digunakan oleh orang yang memang sepantasnya mendapatkan subsidi. Namun, kata dia, semua opsi yang ada masih bersifat wacana dan belum ada keputusan final.
"Kita lagi studi bagaimana semua angkutan umum bersubsidi itu digunakan oleh orang yang memang pantas untuk mendapatkan, bahwa nanti kalau ada (berbasiskan) NIK, ya itu masih wacana, masih studi," kata dia.
Wacana subsidi KRL bermula dari....
Wacana pengenaan subsidi untuk KRL menjadi berbasis NIK ramai menjadi perbincangan di media sosial dalam beberapa terakhir. Hal itu bermula dari pemberitaan yang mengutip data di Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 dari pemerintah yang diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama.
Dalam dokumen tersebut ditetapkan anggaran belanja subsidi PSO kereta api sebesar Rp 4,79 triliun yang ditujukan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek.
Beberapa perbaikan yang dilakukan yakni, salah satunya, dengan mengubah sistem pemberian subsidi untuk tahun depan.
Wacara ini sontak menggemparkan warga, khususnya pengguna KRL. Mereka memprotes rencana tersebut karena dinilai hanya akan semakin menekan warga kelas menengah.
"Aturan yang dibuat sama orang-orang yang sehari-hari ga pake KRL," tulis akun @aim*** di akun X miliknya.
"Terus kenapa orang yang mampu disubsidi buat beli kendaraan listrik ya? Padahal KRL ini juga kendaraan listrik tapi subsidinya malah mau dibikin setengah-setengah," tulis pengguna X lainnya, @stra***.
"Kalau tarif KRL mau dinaikkan jadi Rp 5.000 untuk 25 km pertama, saya setuju. Tapi kalau untuk pembedaan subsidi, enggak, sama sekali enggak setuju," kata akun @6_***.